”Itulah presisi,” jelas lelaki pertama, Langit Wira. ”Kau punya janji untuk sampai ke sebuah titik, maka lakukanlah dengan tepat, jangan sampai meleset sedikitpun,” lanjut mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) yang menjalani wisuda Maret 2011 ini. Sementara kawannya, Dwi Marluddiyanto mahasiswa Desain Interior angkatan 2004, hanya mengangguk puas.
Koyok kethek.
Begitulah filosofi awal dari para pemuda yang menamakan diri mereka ScAPE ini. Surabaya Community Ape, kumpulan anak-anak SMP hingga mahasiswa di Surabaya yang gemar berlari, meloncat, memanjat, dan bergulung di manapun, persis seperti kera.
Tentu saja bukan seperti kera sungguhan. Melainkan kera yang keren, kera yang bisa parkour. Gerakan-gerakan mereka juga banyak yang diberi nama sesuai dengan gerakan-gerakan para primata itu. Seperti misalnya Kong, di mana pelakunya bertumpu pada kedua tangan dengan kaki sedikit terangkat.
Sesekali, beberapa kali, bila kita jeli, mereka bisa terlihat sedang berlatih di sekitar ITS. Biasanya, di sekitar jurusan Teknik Fisika, di dekat BAUK, bahkan di belakang kantin pusat, yang mereka sebut dengan kawasan ‘Tembok Cina’.
Semua bermula dari Gabriel Mayo, seorang mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya) pada tahun 2007. Ia menemukan ITS sebagai kawasan yang asyik untuk latihan parkour. Beberapa teman lain digaetnya. Salah satunya adalah Andhika Pradana, mahasiswa DKV ITS angkatan 2002. Andhika yang biasa dipanggil Ikiiko atau Iko inilah yang kemudian berhasil menggaet banyak peminat parkour. Termasuk Langit dan Duest.
Awalnya, Langit mengenal parkour dari film di You Tube mengenai Yamakasi, sekelompok komunitas parkour dari Prancis. Tetapi ia belum tahu apa itu parkour.
Duest pun begitu. Di latihan pertamanya, ”Saya sempat jatuh dan terkilir,” ujarnya mengenang. Tapi Duest menikmatinya, hingga sekarang.
Jumlah anggota peminat parkour itu semakin bertambah, mencapai sekitar 15 orang. Memang, tidak semua hadir pada saat latihan rutin. Namun Mayo, Iko, Langit dan Duest mulai merasakan kebutuhan untuk dibentuknya sebuah struktur organisasi yang lebih kuat.
Berdirilah ScAPE. Saat ini, komunitas tersebut sudah tumbuh sekitar dua kali lipat dari jumlah anggota awalnya. Duest adalah ketuanya untuk saat ini. ScAPE telah menjalin hubungan baik dengan komunitas parkour dari kota-kota lainnya seperti Gresik, Sidoarjo, Pasuruan dan Malang. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka juga menghadiri Jamnas (Jamming Nasional) di berbagai kota.
Bukan atraksi.
Semakin tumbuh besar, ScAPE juga menambah jam latihan mereka. Latihan di ITS lebih diutamakan untuk para anggota ‘lama’. Sementara untuk latihan yang lebih rutin diadakan di skatepark di samping Plasa Surabaya, setiap malam hari Rabu, Jumat dan Minggu pagi.
Sekilas, parkour terlihat sebagai olahraga yang cukup menakutkan. Gerakan-gerakan yang lincah, pada ketinggian yang tidak biasa, atau melewati banyak rintangan, yang sering disebut oleh orang awam sebagai ‘ekstrim’.
”Saya sih tidak menyalahkan orang-orang yang berkata parkour itu ekstrim,” sanggah Langit. Namun ia memang tidak begitu suka label semacam itu. Baginya, parkour lebih dari sekadar kegiatan fisik.
”Parkour adalah cara untuk mengenal diri saya sendiri,” pungkasnya. Definisi parkour ini berbeda bagi Duest. Menurutnya, hobnya ini bisa diaplikasikan sebagai sebuah bentuk adaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungan.
”Parkour harus dikaitkan dengan lingkungan (fisik bukan alam, red) sekitarnya,” tuturnya. Dalam kesehariannya, Duest jadi terbiasa juga memandang banyak hal layaknya sebuah latihan parkour. Di setiap tempat ia berada, secara alamiah ia selalu mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Baik dalam bentuk fisik maupun psikologis.
Langit dan Duest juga menyanggah bahwa hobi mereka ini termasuk dalam kategori atraktif, alias untuk ditonton banyak orang. Bagi kebanyakan peminat parkour, kegiatan itu pure untuk kenikmatan mereka sendiri, dan sudah termasuk dalam gaya hidup mereka. ”Sudah seperti makan dan kegiatan lainnya,” kata Langit.
Hobi ini juga telah merubah gaya hidup banyak peminatnya. Misalnya, kalau sering bangun siang, bisa jadi sregep bangun pagi hanya karena ingin latihan. ”Saya sendiri, sebenarnya adalah orang yang tidak suka tantangan, suka bertahan di comfort zone saya sendiri,” aku Langit. Namun semenjak aktif melaksanakan parkour, ia sudah lebih berani.
Apakah parkour tidak berbahaya? ”Alhamdulillah, sampai sekarang ini kami belum pernah cedera serius,” ujar Duest. Menurutnya, ia dan kelompoknya sangat berhati-hati dalam latihan.
Semua gerakan-gerakan dasar harus dilaksanakan berulang-ulang. Semua anggota harus bisa mengukur kemampuan mereka sendiri. Tidak perlu terburu-buru melangkah ke tahap yang lebih susah, karena memang tidak ada paksaan. ”Yang penting safety first,” tegas Duest.
Lagipula, tidak semua gerakan parkour selalu sama dan ‘ekstrim’. ”Kami tidak loncat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, seperti yang mungkin umum dilihat,” tandas Langit.
Namun ia menjelaskan lebih lanjut bahwa hal ini juga lebih terkait lingkungan Indonesia, di mana jarang ditemui bangunan beratap datar yang letaknya saling berdekatan. Meskipun begitu, ia meyakinkan, bahwa untuk mendalami parkour tidak perlu mencapai tahap tersebut.
Pernah, saat ScAPE belum terbentuk, seorang teman dari luar kota jamming (latihan bebas) bersama mereka di Teknik Fisika. Ia meloncat dari tangga di lantai dua, dan mendarat di lapangan rumput tak jauh di bawahnya. Ternyata ia tidak cedera, tetapi beberapa lama kemudian Duest dan kawan-kawannya mendengar bahwa ia terkena hernia.
Ini adalah salah satu hal yang ingin dihilangkan oleh Duest dan Langit dalam komunitas mereka. Selain itu, mereka juga menjaga bahwa parkour yang diterapkan oleh anggota tidak disalahgunakan.
Harapan kedua orang ini, ScAPE bisa segera menjadi salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di ITS. Tak mudah mewujudkannya, karena komunitas ini cenderung bebas, dan konsistensi anggotanya masih belum kuat. ”Kami sedang berusaha mengaturnya,” Duest berjanji.(lis/bah)
Kampus ITS, ITS News — Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan pengalaman
Kampus ITS, ITS News — Kejahatan siber marak terjadi seiring dengan perkembangan teknologi digital. Kejahatan tersebut dilakukan melalui berbagai
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat komitmennya dalam hilirisasi riset dengan menjalin kerja
Kampus ITS, ITS News — Dalam rangka mendukung proses adaptasi mahasiswa baru terhadap kehidupan akademik, Institut Teknologi Sepuluh Nopember