Dua belas tahun sudah Shahab mengabdi di kampus ITS. Selama itu pula, ia mendedikasikan seluruh perhatiannya demi memajukan kampus perjuangan ini. "Saya besar di lingkungan pendidikan, ayah saya guru, oleh karena itu saya turut terpanggil untuk menjadi pengajar,†kenang Shahab.
Sejenak pria yang baru saja menyandang gelar guru besar ITS ke-100 ini terbawa untuk mengenang masa-masa kecilnya di Lawang, Kabupaten Malang. Shahab besar dalam keluarga berpendapatan rata-rata. Bersama sembilan orang saudaranya, ayahnya yang hanya seorang guru mau tidak mau tidak bisa membawa keluarga hidup yang bermewah-mewahan.
“Saya ingat ibu saya bilang, ayah saya memang tak pandai mengumpulkan uang, tapi ayah saya pandai mengumpulkan buku untuk kami,†cerita bungsu sepuluh bersaudara ini. Berbekal buku koleksi ayahnya itulah ia banyak belajar. Baginya dengan membaca, ia bisa menemukan dunia yang bahkan belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Bukunya ekstesif, tidak terbatas hanya satu jenis buku saja,†tambah Shahab. Baginya buku-buku itulah yang menjadi hartanya. Tak heran, karena hobinya menjelajahi lembaran-lembaran buku, ia rela berdiam dua sampai lima jam sehari hanya untuk membaca.
Pun saat gelar Profesor kini tersemat dalam diri Shahab, ia berujar tak ada perubahan yang berarti. “Guru Besar bukan sesuatu yang diberikan tiba-tiba, tapi melalui proses sedikit demi sedikit,†terangnya. Baru belakangan saja peluang untuk menjadi Guru Besar banyak mampir pada Shahab. Kerena jujur ia katakan, ia sedikit enggan dengan urusan procedural untuk menjadi Guru besar.
Seperti menghitung jumlah penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan. “Makanya, seusia saya ini sebenarnya sedikit terlambat,†celetuknya. Pria kelahiran 17 April 1952 ini lalu berpesan pada doktor-doktor di ITS untuk segera menyusul menjadi Guru Besar. Sehingga, menurut bapak tiga anak ini, semakin cepat menjadi guru besar maka masih banyak waktu yang masih tersisa untuk mengabdikan diri untuk dunia pendidikan dan penelitian.
Dalam pidato pengukuhan Rabu (13/7) lalu, ia mengangkat tema tentang pengelasan. Tentang pemanfaatan metalography untuk melihat perubahan mikrostruktur akibat pengelasan secara lebih spesifik. Hal ini berkaitan dengan berbagai fenomena yang terjadi ketika proses pengelasan.
Seperti perubahan struktur mikro akibat penggunaan proses yang berbeda, pembentukan mikrostruktur yang keras sehingga terjadi keretakan, cacat-cacat pengelasan, delinesi daerah pengaruh panas atau struktur solidifikasi dengan pembentukan epitaksial yang khas. Metalography adalah suatu teknik pengamatan bagian internal logam dengan menggunakan mikroskop. “Dengan teknik ini perubahan struktur logam akibat pengelasan dapat diminimalisir," jelas pria yang mendapat gelar doktor dari Ecole Centrale de Nantes Perancis ini.
Dengan bijaksana ia memberi petuah. Bahwa harapan dan mimpi memang penting untuk mengembangkan diri dan cita-cita. Tapi ia punya filosofi sendiri tentang bagaimana cara mensyukuri nikmat dari Tuhan. “Jangan berharap banyak, maka kamu akan mendapat banyak,†pesennya. Dengan begitu, maka sebagi manusia akan mengerti tentang apa artinya bersyukur dan berterima kasih. (fz)
Kampus ITS, Opini — Tamu baru telah hadir mengetuk setiap pintu rumah, ialah 2025. Seluruh dunia menyambutnya dengan penuh
Kampus ITS, Opini — Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelas persen menjadi 12 persen mulai
Kampus ITS, ITS News — Metode pengusiran hama konvensional menggunakan kaleng tidak lagi relevan dan optimal. Merespons permasalahan tersebut,
Kampus ITS, ITS News — Panel surya yang umumnya diletakkan di bagian atap bangunan menyebabkan posisinya sulit dijangkau untuk dibersihkan.