Kalau tahun lalu semangat menuju Pimnas dicapai lewat semangat 1000 PKM, tahun ini targetnya meningkat menjadi 1500. Ditambah dengan mimpi destination Makassar, kesempatan eksotis yang belum tentu didapatkan semua orang.
Tidak sia-sia, dengan jumlah PKM yang didanai meningkat dan juga jumlah kelompok yang lolos ke Pimnas. Meski tertahan di empat besar jumlah yang lolos, namun mimpi piala Adikarta Kertawidya itu nampak selangkah makin nyata.
Pengumumannya bertepatan dengan akhir masa tugas besar. Liburan bisa dilupakan sejenak karena tim dari ITS segera menyiapkan jadwal yang ketat. Dengan jumlah panitia mahasiswa yang sepuluh orang, bisa dibayangkan betapa ricuhnya kerja mereka dalam waktu yang cukup sempit.
Beberapa kali terjadi misinformasi, para peserta dibuat kesal dan bingung. Maklum, cukup banyak yang perlu diurus. Presentasi, poster, penyelesaian laporan, persyaratan administrasi, dan penjadwalan ulang Kerja Praktek (KP) bagi beberapa mahasiswa lainnya.
Pelatihan presentasi mungkin yang terberat. Berlangsung selama hampir dua hari sekali, dengan sejumlah dosen reviewer di setiap kelas yang tidak main-main. Slide presentasi dirombak ulang, pertanyaan keras, teguran, masukan menjadi menu pasti.
Semuanya mungkin cukup untuk membuat seorang peserta mundur sebelum bertarung. Untungnya, mahasiswa ITS sudah terbiasa digembleng. Dan tentu saja, impian Makassar itu adalah faktor yang luar biasa kuatnya.
Dini hari, 16 Juli kloter pertama berangkat menuju tanah impian. Langit Makassar di pagi hari, cerah dan melebur dengan lautan di bawahnya. Horison yang miring, dan ujung selatan pulau Sulawesi dipenuhi petak-petak tanah hijau. Sungai besar membelah daerah hijau dengan daerah perkotaan yang mirip kotak-kotak maket tanpa batas. Inikah negeriku? Merinding kagum melihatnya.
Tiba di hotel Amaris Panakkukang, hanya sedikit waktu yang disediakan untuk beristirahat. Bimbingan presentasi pun berlanjut lagi, hingga larut malam. Di setiap sudut hotel, mahasiswa nglumpruk dengan laptop mereka. Mulut mereka berkomat-kamit berlatih teks presentasi. Semua merasakan energi semangat dan ketgangan yang luar biasa besarnya.
Esok harinya pun sama. Wajah-wajah mulai tampak lelah, tapi tak ada yang mau menyerah. Hari Senin, registrasi dan persiapan presentasi dilaksanakan di Universitas Hasanuddin. Senang rasanya akhirnya bisa keluar dari hotel. Universitas Hasanuddin menjadi lautan warna-warni jaket almamater, semacam umbul-umbul pertandingan.
Diam, terpaku memandang ke depan kelas. Ini dia, seorang anak IPB sedang berbicara. Betapa ‘biasa’nya ia tampak saat kemarin berkenalan. Betapa percaya dirinya saat sekarang ia maju di depan. Bisakah saya menandinginya? Bisakah saya lebih baik darinya? Bisakah saya.?
Di kelas presentasi saya ada kelompok dari UI, ITB, Unair, Unpad, sampai UGM. Namun saya terkejut dengan semuanya. Karena tidak ada yang memiliki ketenangan selama presentasi dan tanya-jawab, sebesar yang dimiliki oleh kelompok-kelompok dari ITS. Benar-benar sebuah perbedaan yang besar. Padahal, semua juri sama ganasnya terhadap semua peserta.
Presentasi diakhiri dengan tepuk tangan riuh. Tersenyum, lalu duduk di tempat menatap juri. Orang Surabaya juga dia. Di balik kacamatanya, saya dengar ia bersuara, ”Kenapa anda memilih Jakarta?” Dan tiba-tiba saja, saya tahu jawabnya.
Latihan sudah, proses kerja keras pun sudah. Doa juga sudah. Sekali lagi, ITS tertahan di posisi kedua, di belakang UGM. Mengapa?
Halo, coba kita dengar Ir Mas Agus Mardiyanto (MAM) ME, PhD menegur mahasiswa yang bertanya. ”Dibandingkan dengan UGM, secara militan, kalian memang kalah,” katanya tegas. Bagaimana bisa?
Pak MAM menyinggung perihal kedisiplinan dan attitude. Betapa memalukannya kita, para pelaksana PKM perlu dipanggil secara pribadi menjelang monev DIKTI. Juga kedisiplinan para peserta selama di Makassar yang sering tidak menentu. Bandingkan dengan mahasiswa UGM yang sigap datang berbondong-bondong.
Sangat diakui UGM memiliki sumber daya manusia yang jauh lebih banyak. Terutama dari dosen pembimbing yang siap mendampingi mahasiswanya, sehingga PKM benar-benar dijalankan secara tuntas. Wakil tim, Putu Gde Ariastita ST MT mengatakan saat ini rata-rata perbandingan antara dosen pembimbing dan mahasiswa di ITS adalah 1:3, masih kurang dari angka ideal 1:1.
Ilmu pengetahuan dan kreativitas pastinya akan terus berkembang. Dan perkembangan ini akan semakin cepat melalui Pimnas. Semua perguruan tinggi akan belajar lebih pesat dari sebelumnya. Bahkan yang berada di pelosok sekalipun. Sesegera mungkin ITS bersiap untuk ajang tahun depan, sesegera itu pula juara umum berkesempatan datang ke tangan kita.
Diam, sekali lagi, terhenyak di kursi saya. Menyimak adegan pembukaan malam penutupan. Menyembunyikan wajah di balik jaket… lalu mendengar nama ITS berkumandang. Sontak meloncat dari kursi. ”Vivat!” adalah kata yang menggentarkan.
Makassar, 16-22 Juli, momen luar biasa. Terima kasih untuk semua anggota tim Pimnas ITS 2011.
Lisana Shidqina
PKM-GT 1 ”Jakarta Mangrove Waterfront City”, PIMNAS XXIV
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)