ITS News

Kamis, 14 November 2024
14 Oktober 2011, 09:10

Living in Harmony with Earthquake

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kawasan yang terletak dekat zona tumbukan (subduksi) merupakan kawasan pusat-pusat gempa dan tsunami, seperti yang ada di pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, sampai pantai utara Papua. Lempeng-lempeng ini terus bergerak dengan kecepatan 7 cm/tahun sehingga gempa akan berulang di tempat dengan magnitude yang hampir sama dengan periode ulang tertentu. Sedangkan tsunami hanya terjadi kalau gempa yang terjadi magnitude-nya lebih dari 6 Skala Richter, terjadi di laut pada kedalaman kurang dari 60 km, dan ada pegeseran dasar laut ke arah vertikal. Sampai sekarang kapan terjadinya gempa belum bisa diprediksi.

Zona tumbukan tempat episentrum gempa terletak sekitar 200-300 km garis pantai selatan Pulau Jawa. Tumbukan lempeng ini juga menyebabkan terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan, dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa. Gunung api yang berada di Indonesia berjumlah 129 dan 13% dari gunung api aktif dunia berada di negara kita.  Gerakan lempeng yang diikuti gempa, letusan gunung api dan tsunami ini sudah berlangsung jutaan tahun lalu sebelum manusia ada. Saat sebelum ada manusia dan aktivitasnya, gempa ini tidak menimbulkan bencana sama sekali. Saat sekarang dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menimbulkan persebaran manusia dengan aktivitasnya mendekati kawasan rawan gempa dan atau tsunami  tersebut sehingga gempa dan tsunami ini berubah menjadi bencana.

Ini petunjuk bagi kita semua bahwa kita hidup di kawasan rawan gempa, sedangkan di kawasan pantai selatan disamping rawan gempa dan tapi juga rawan tsunami. Kita yang dimaksudkan disini yang semua orang tanpa kecuali baik anak-anak, manula, ibu-ibu, penyandang cacat, miskin, kaya semuanya harus “ngeh” tentang ancaman ini. Gempa dan atau tsunami harus dijadikan dari bagian dari kehidupan kita, seperti juga terbitnya matahari dan  turunnya hujan. Kalau terjadi gempa tetaplah tenang jangan panik, kalau dekat dengan pintu keluar segera keluar tapi kalau jauh dari pintu keluar bersembunyilah di bawah meja sampai getaran selesai. Getaran gempa bisa menyebabkan runtuhnya bangunan, jatuhnya barang-barang yang tergantung dan bisa menyebabkan kita terlontar.

Ada contoh keberhasilan pembudayaan peringatan dini berbasis masyarakat yang dikembangkan masyarakat Pulau Simelue Aceh (pulau yang terletak di sebelah barat banda Aceh), yaitu dengan teriakan SEMONG yang berarti ada gempa yang diikuti air laut surut dan semua orang harus segera lari menuju ke bukit. Sistem peringatan dini berbasis masyarakat ini sudah dibudayakan mulai tahun 1900 saat pertama terjadi tsunami di wilayah itu dan terus dikembangkan dengan jalan didiskusikan setiap ada pertemuan RT, dibuat nyanyian dan berbagai upaya lainnya sehingga sistem ini bisa menjadi budaya bagi mereka. Saat tsunami Aceh tahun 2004 masyarakat yang bermukim di Pulau Simeulue hampir semuanya selamat dan masyarakat Pulau Simeulue yang bekerja di luar seperti di Banda Aceh, Nias, Sabang telah menyelamatkan banyak orang saat terjadi tsunami.

Keberhasilan masyarakat Simeulue dalam mengembangkan sistem peringatan dini berbasis masyarakat ini diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pantai selatan Jawa Timur untuk tidak mengulangi ketakutan yang berlebih, seperti yang pernah kita dengar beberapa tahun lalu masyarakat pantai ketakutan akan datangnya tsunami dan mengungsi ke perbukitan sampai berhari-hari. Dan baru saja kita lihat di televisi akibat gempa tanggal 13 Oktober 2011 jam 10.20 beberapa anak-anak panik, menangis bahkan ada yang histeris.

Kita tidak punya pilihan lain selain hidup harmoni dengan gempa. Ingat gempa tidak membunuh tapi ketidak-tahuan, ketidak-mau-tahuan dan ketidak-ingin-tahuan bisa menyebabkan kita terbunuh.

Berikut ini syair SEMONG yang terkenal di masyarakat Simeulue:

Enggel mon sao curito (dengarlah sebuah kisah)
Inang maso semonan (pada zaman dahulu kala)
Manoknop sao fano (tenggelam sebuah desa)
Uwi lah da sesewan (begitulah dituturkan)
Unen ne alek linon (Diawali oleh gempa)
Fesang bakat ne mali (disusul ombak raksasa)
Manoknop sao hampong (tenggelam seluruh negeri)
Tibo-tibo mawi (secara tiba-tiba)
Angalinon ne mali (Jika gempanya kuat)
uwek suruik sahuli (disusul air yang surut)
Maheya mihawali (segeralah cari tempat)
Fano me singa tenggi (dataran tinggi agar selamat)
Ede smong kahanne (Itulah smong namanya)
Turiang da nenekta (sejarah nenek moyang kita)
Miredem teher ere (Ingatlah ini semua)
Pesan da navi da (pesan dan nasihatnya)

Amien Widodo
Peneliti Studi Bencana ITS

Berita Terkait