ITS News

Kamis, 14 Agustus 2025
12 November 2011, 08:11

Diskusi Kepahlawanan Hadirkan Panelis Lintas Generasi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam rangka menyambut hari pahlawan 10 November, BEM ITS mengundang tiga panelis lintas generasi dalam acara diskusi panel. Mereka adalah Arif Fathcurohman yang kini menjabat sebagai Presiden BEM Universitas Airlangga hadir mewakili generasi mahasiswa, Prof Daniel M Rosyid PhD M RINA, Dosen FTK ITS sekaligus panelis bidang pendidikan, dan Suhardi  panelis pengamat sejarah. Ketiganya mengupas tuntas esensi kepahlawanan selama kurang lebih satu jam dipandu oleh Presiden BEM ITS, Dalu Nuzlul Kirom .
 
Pahlawan bagi ketiga panelis secara esensial memiliki arti orang yang memiliki sikap peduli, tanggap, dan berjuang untuk banyak orang. Sebuah nilai kepedulian bisa diperoleh melalui proses mengasah sensitivitas. "Nilai kepahlawanan diasah melalui rasa peduli," ungkap Daniel.
 
Dalam topik yang sama dari sudut pandang pemerhati sejarah, Suhardi mengungkapkan bahwa nilai peduli juga berarti tanggap mencari solusi permasalahan yang sedang terjadi di sekitarnya. Di samping itu, pemuda serta aktivis yang tanggap nantinya akan menggantikan generasi pejuang sebelumnya.
 
Sementara menurut Arif Fathcurohman, pemuda sesungguhnya memiliki peran yang krusial dalam menjawab tantangan zaman. Menurutnya setiap peristiwa dalam suatu era memiliki tantangan dan jawaban yang berbeda. Oleh karena itu meskipun medan zaman yang dihadapi berbeda, poin terpenting adalah semangat kepahlawanan harus tetap sama. "Sebagai pemuda kita punya fungsi untuk mencerdaskan masyarakat dan memberi solusi cerdas untuk setiap masalah," ucapnya.

Diskusi yang berlangsung dua arah disambut tiga pertanyaan dari peserta. Selama diskusi berlangsung juga dibahas dampak kemajuan teknologi khususnya fenomena media praktis jejaring sosial yang dianggap berkontribusi mengikis rasa kepedulian masyarakat khususnya lapisan pemuda. Dalam kesempatan tersebut Arief menyebutkan bahwa teknologi justru memiliki fungsi akselerator untuk menyelesaikan masalah. ”Justru tugas kita gimana kita bisa mengubah sesuatu yang kita anggap bermasalah,” tutur Arief.

Menanggapi pertanyaan yang sama, menurut Daniel  filosofi sebuah produk teknologi hanya bisa dipahami jika kita turut serta dalam proses pembuatannya. ”Kita tidak mengerti karena selama ini hanya menjadi konsumen teknologi,” ujarnya. Sedangkan sebuah kemajuan budaya seharusnya diukur dari multidimensi, baik dari sisi teknologi, sososiologi, maupun ekologi.
 
Sementara sebagai pemerhati sejarah, Suhardi mencontohkan bahwa bukan teknologi yang merusak lingkungan. Melainkan teknologi maju yang tidak berwawasan lingkungan sebagai penyebab kerusakan lingkungan.

Di akhir diskusi Ketua Tim Cagar Budaya ini mengungkapkan salah satu harapannya. "Saya ingin ada buku tentang riwayat ITS," ujarnya. Menurutnya dengan mempelajari sejarah ITS, semangat kepahlawanan diharapkan bisa muncul kembali. Selain itu ia juga ingin mengajak mahasiswa  terlibat dalam kegiatan fotografi untuk mengabadikan tempat-tempat bersejarah di Surabaya yang memiliki nilai perjuangan hingga menghimpunnya menjadi sebuah buku. (m15/fi)

Berita Terkait