Sesungguhnya, perubahan adalah manusiawi. Hanya mereka yang ingin diam di tempat dan ‘tidak pergi kemana-mana’ yang tidak siap menerima segala perubahan yang ada. Sejarah sendiri yang berbicara kepada kita, penikmat hasil perjuangan para founding fathers, bahwa sedemikian esensialnya perubahan dalam membentuk suatu sistem untuk dapat terus bertahan terhadap terpaan badai kemajuan zaman.
Sebut saja Cina. Salah satu macan Asia yang saat ini cukup disegani karena kemajuannya yang teramat pesat. Sistem ekonomi lama yang dianggap ideal, yakni sistem perekonomian yang dikendalikan oleh sistem politik sosialis tertutup, justru membawa Cina pada stagnasi pertumbuhan ekonomi.
Sampai akhirnya kebijakan reformasi yang dicanangkan Presiden Cina, Deng Xiaoping pada Kongres Rakyat Nasional 1983 menjadi akil balik kemajuan ekonomi Cina. Kemajuan bahkan tidak hanya dirasakan pada sektor ekonomi, Cina yang kita kenal saat ini adalah negara yang juga unggul dalam teknologi, penguasa pasar bebas, dan negara dengan kualitas pendidikan jempolan.
Siapa yang tidak kenal Uni Soviet? Negara yang pada zamannya punya pengaruh sangat besar terhadap perkembangan dunia, terutama pada masa perang dunia. Negara yang disebut sebagai adidaya dari timur ini, mampu menyaingi Amerika Serikat dalam bidang militer, teknologi, bahkan ilmu pengetahuan.
Salah satu bukti nyatanya adalah mereka sukses mengirimkan manusia pertama ke bulan, Yuri Gagarin, setelah berhasil mengorbit bumi pada 12 April 1961. Namun, pada tahun 1991, negara adidaya ini runtuh bak tembok batu yang rapuh. Apa penyebabnya?
Faktor utama keruntuhan Uni Soviet adalah paham Marxisme yang notabene tidak memiliki kelenturan terhadap perubahan zaman. Bahkan negara adidaya sekalipun dapat hancur dalam waktu sekejap karena tidak memiliki fleksibilitas terhadap perubahan.
Kemerdekaan Indonesia pun tidak lepas dari perubahan. Para pemuda sebagai agent of change adalah ujung tombak Indonesia mulai dari pola perjuangan yang tadinya terkotak-kotak menjadi satu, hingga jiwa heroisme Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang mendesak Ir. Soekarno untuk menuliskan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hasilnya adalah kemerdekaan yang kita nikmati saat ini.
Perubahan bukanlah simbol inkonsistensi, melainkan bentuk naluriah manusia untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan. Perubahan dapat pula diartikan sebagai asimilasi, mengadaptasi pengaruh-pengaruh positif untuk kemudian diterapkan dalam sistem yang berlaku. Dengan demikian, sistem yang ada akan senantiasa sesuai dengan perubahan zaman dan compatible.
Semua orang pasti menginginkan kemajuan. Perubahan adalah elemen penting untuk mencapainya. Untuk almamaterku, jangan ragu untuk menerima perubahan yang positif. Kita bisa karena kita mau. Perubahan ada untuk kemajuan bersama. Tunjukkan kepada dunia bahwa kita punya sesuatu untuk diberikan kepada masyarakat luas bukan hanya sekedar sibuk dengan hiruk-pikuk perkuliahan.
Kepada para pemuda, agen-agen perubahan, marilah mulai suatu gerakan nyata untuk kemajuan bersama.
”If you don’t like how things are, change it! You’re not a tree,” (Jim Rohn).
”Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future.” (John F. Kennedy).
”It is not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the one most responsive to change,” (Charles Darwin).
Kenan Sihombing
Mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2010.
Dying to be one of the agents of change.
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)