ITS News

Senin, 02 September 2024
23 Desember 2011, 18:12

Sejuta Cinta Ibu, untuk Kita Semua

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kasih ibu, kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Lirik lagu di atas biasa kita nyanyikan saat kita masih duduk di bangku taman kanak-kanak, disertai tepukan tangan, dan senyuman di wajah kita. Namun penghayatan saat itu dengan sekarang tentulah berbeda.

Banyak kita temukan seorang ibu benar-benar berjuang sekeras mungkin untuk menghidupi anak-anaknya, apalagi jika dia sebagai single mother. Bayangkan bagaimana perjuangan beliau bekerja untuk mendapatkan sesuap nasi bagi kita semua, dan segelas susu untuk gizi anaknya. Di saat anaknya sedang sakit, seakan tidak menghiraukan dirinya sedang sakit pula, merawat dan menjaga kita dengan ikhlas.

Ingatkah saat ibu mengantar kita ke sekolah, menunggu dan melihat buah hatinya belajar di sekolah pertamanya, taman kanak-kanak. Ingatkah saat ibu mengompres kening kita di saat kita demam, ingatkah saat ibu memandikan dan mengusap sabun di tubuh kita di saat kita masih kecil.

Dan ingatkah wajah ibu ketika menerima dan membaca rapor kita saat masa-masa sekolah. Memang memori kadang tidak terekam dengan baik, berlalu begitu saja, namun untaian kisah di masa lalu menjadikan bukti begitu ibu sayang pada kita.

Saat anak-anaknya tumbuh besar, menikah, memiliki anak, maka seorang ibu telah menjadi seorang nenek. Di mana seharusnya di usia-usia senja inilah seorang ibu dapat beristirahat dan sejenak meluangkan diri.

Namun apa yang terjadi saat ini, seorang nenek merangkap sebagai babysitter, menjaga, menyuapi, mengasuh, mengganti popok cucu-cucunya. Apakah hal demikian pantas? Meskipun beliau bisa berdekatan dengan cucu kesayangannya, apakah ini timbal balik kita sebagai putra-putrinya kepadanya, lebih tepatnya menjadikannya pengasuh bagi anak-anak kita kelak? Sungguh keterlaluan…

Hari Ibu atau Mother’s Day?
Mengapa perayaan hari ibu dengan Mother’s Day di luar negeri berbeda? Apa yang berbeda? Ternyata yang kita peringati di Indonesia sebagai Hari Ibu, adalah Ibu sebagai perempuan yang diharapkan maju dan berani, berharkat serta berpendidikan.

Perempuan Indonesia sepakat menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu pada saat berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938, dengan mengambil tanggal pertama berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta, yang berlangsung pada 22-25 Desember 1928 dengan tujuan memperbaiki nasib dan derajat perempuan Indonesia.

Sementara Mother’s Day berakar dari kebudayaan Yunani, yang mula-mula ditujukan untuk pemujaan terhadap Rhea, ibu dari segala dewa-dewi. Dilanjutkan oleh pemujaan bangsa Roma kuno kepada ibu dari segala dewa-dewi mereka, Cybele.

Tradisi ini dilanjutkan oleh kaum Kristiani dalam bentuk pemujaan kepada Mary, ibunda Christ. Kemudian di Inggris, tradisi ini diterapkan untuk menghormati para Ibu, dan disebut sebagai Hari Minggu para Ibu. Di Amerika Mother’s Day diperingati sebagai National Holiday di Amerika, maka dimulailah tradisi-tradisi mengirim surat kepada Ibu, mengirim kartu ucapan, mengirim bunga dan hadiah untuk Ibu.

Terlepas dari hari Ibu dan Mother’s Day, sudahkah selama ini kita benar-benar mencintai sosok ibu? Sudahkah selama ini kita benar-benar berbakti kepadanya? Semua bisa ditanyakan kepada diri kita masing-masing. 

Apalagi di saat kita sekarang telah menginjak bangku kuliah, jauh dari orang tua. Pasti kita tidak mendengar suara di dapur, ibu sedang menanak nasi di saat anak-anaknya sedang tidur di pagi hari atau menyiapkan sarapan untuk keluarga. Kita juga jarang mendengar suara ibu membangunkan kita untuk sholat subuh, tidak ada omelan-omelan kalau kita pulang larut, ataupun dimarahi jika kita berbuat salah.

Dalam suatu kesempatan saya menemukan ungkapan, ”Seorang ibu bisa memelihara dan merawat 10 orang anak. Tapi 10 orang anak, belum tentu bisa merawat dan memelihara seorang ibu”. Sungguh tidak dapat dipungkiri lagi, ungkapan tersebut benar-benar mengena. Bayangkan seorang ibu dapat memelihara dan merawat 10 buah hati, namun akhirnya ke sepuluh anak itu belum tentu dapat merawat ibunda mereka.

Sibuk dengan urusan keluarga mereka, sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Seolah mengurus ibu yang telah merawat kita, menjadi beban. Begitu sedihnya ibu di kala itu terjadi.

Meskipun 22 Desember bukan sepenuhnya menjadi hari spesial untuk ibu, masih ada 364 hari lain dalam satu tahun untuk selalu menjadikannya hari spesial untuk ibunda-ibunda tercinta.

Salam cinta dan haru untuk para ibunda di mana pun mereka berada. 

Mukti Mulyawan
Mahasiswa D3 Teknik Kimia angkatan 2009

”Saya berjanji, untuk selalu membuatmu tersenyum dan bangga telah melahirkanku, mencintaiku, merawatku dan telah menjadi IBU.”

Berita Terkait