Membangun image baru tentu bukan perkara mudah bagi PENS dan PPNS yang selama ini dikenal sebagai bagian dari ITS. Apalagi lokasi kampus yang berdampingan semakin memperkuat anggapan masyarakat bahwa PENS dan PPNS masih berdiri dibawah bendera ITS. Setidaknya perlu usaha dan waktu yang tidak sebentar untuk benar-benar dapat menghilangkan aroma ITS dari kedua politeknik tersebut.
Jika menoleh ke belakang, sejatinya kedua politeknik itu sudah berusaha memperkenalkan diri mereka tanpa embel-embel ITS. Bahkan jauh sebelum agenda perpisahan ini terealisasi. Pada Kontes Robot Indonesia (KRI) misalnya, PENS tampaknya sudah enggan disebut-sebut dan disamakan dengan ITS.
Selain karena PENS dan ITS memang menurunkan skuat yang berbeda, gelar juara umum yang berhasil disandang PENS selama 12 tahun pula menjadi faktor utama kepercayaan diri PENS menyebut dirinya ‘bukan ITS’.
Meski begitu, tak selamanya kedua politeknik itu menyebut diri bukan bagian dari ITS. Nama ITS yang sudah jauh lebih akrab di telinga masyarakat, rupanya masih dipergunakan untuk memperkenalkan keberadaan PENS dan PPNS pada calon mahasiswa baru. Namun mulai tahun ini, hal itu sepertinya tak dapat lagi dilakukan mengingat kedua politeknik tersebut bukan lagi bagian dari ITS.
Selain tantangan membangun image baru, hal lain yang cukup menarik dari perpisahaan ini adalah soal kegiatan kemahasiswaan. Mahasiswa PENS dan PPNS dalam Keluaga Mahasiswa (KM) ITS telah banyak yang terlibat dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Mulai dari Organisasi Mahasiswa (Ormawa) hingga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Maritime Challenge misalnya, UKM yang telah berhasil menorehkan prestasi di kancah internasional ini secara khusus banyak melibatkan mahasiswa PPNS dan ITS. Lalu, bagimana selanjutnya bila PPNS bukan lagi bagian dari ITS? Apakah kader dari ITS ataukah PPNS yang akan melanjutkan UKM bergengsi ini?
Hingga saat ini kedudukan mahasiswa PENS dan PPNS pun masih tercatat sebagai bagian dari KM ITS. Yakni sebagai Daerah Otonomi Politeknik (DOP). Ketentuan lebih lanjut terkait kedudukan kedua politeknik itu di KM ITS baru akan ditentukan pada Musyawarah Tingkat Tinggi (MTT) yang dilaksankan oleh para petinggi Ormawa ITS. Namun, agenda pelaksanaan MTT hingga saat ini nampaknya masih belum jelas.
Selain untuk PENS dan PPNS, perpisahan ini rupanya turut menghasilkan pekerjaan rumah untuk ITS. Bukan lagi soal membangun image dan urusan kegiatan kemahasiswaan, hal yang perlu dipersiapkan ITS kedepan sepertinya lebih pada soal meningkatkan daya saing.
Bukan rahasia lagi jika kebolehan robot PENS sedikit lebih dijagokan ketimbang robot ITS. Begitu pula soal roket dan kemampuan mahasiswa PPNS dalam membuat kapal.
Kini, ITS telah berdiri tanpa kedua politekniknya. Ini berarti ITS harus lebih berani unjuk gigi di beberapa bidang yang selama ini mungkin lebih dikuasai oleh politeknik. ITS yang tak jarang bertemu dengan PENS pada pertandingan KRI, sudah semestinya tampil lebih percaya diri mengingat sumber daya handal yang juga dimiliki ITS. Begitu pula dengan ciri khas teknologi kelautan dan perkapalan yang wajib tetap dipertahankan ITS.
Perpisahan PENS, PPNS dan ITS juga telah dialami oleh beberapa perguruan tinggi lain di Indonesia. Dari awal, ITS memang hanya dipercaya untuk mendirikan dan membina politekniknya. Selanjutnya, sudah menjadi keharusan bagi politeknik tersebut untuk berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. Pemerintah pun telah mempersiapkan sejumlah rencana strategis untuk pengembangan politeknik di seluruh Indonesia.
Meski menyisakan berbagai pekerjaan rumah, perpisahan ini sesungguhnya memberikan sejumlah hal positif untuk kepentingan pendidikan secara umum di Indonesia. Politeknik yang berdiri secara mandiri nantinya akan diperbolehkan menggelar pendidikan pasca sarjana.
Hal tersebut akan meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusan pendidikan vokasional. Sehingga jumlah lulusan perguruan tinggi yang lebih teoritis dan lulusan politeknik yang lebih praktis dapat seimbang.
Saat ini, jumlah mahasiswa teknik di Indonesia baik dari perguruan tinggi dan politeknik masih dirasa kurang oleh sejumlah pihak. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pun menargetkan pada tahun 2015, Indonesia memiliki sedikitnya 15 persen jumlah mahasiwa politeknik. Yang artinya naik empat persen dari jumlah saat ini.
Ke depan, target ini akan menjadi tanggung jawab bersama, baik untuk ITS, PENS, maupun PPNS. Sekalipun tidak lagi menggunakan almamater yang sama, tujuan untuk menjadikan Indonesia lebih baik harusnya tetap menjadi agenda besar untuk dilakukan bersama-sama.
Tim Redaksi ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan