ITS News

Kamis, 03 Oktober 2024
23 Februari 2012, 09:02

Atasi Krisis Energi, Indonesia Harus Belajar dari Jepang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dua program besar inilah saat ini menjadi perhatian besar bagi beberapa Negara maju seperti Jepang.

Untuk itu, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar Seminar Teknologi Penghematan Energi di Jepang, Rabu (22/2/2012). Dalam usaha penghematan energi, negara Jepang dapat menjadi prototipe dan contoh bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia.

Beberapa perilaku yang mencerminkan kesadaran akan hemat energi terlihat bukan hanya dalam sikap tetapi juga dalam pola pikir masyarakatnya. Mereka sangat concern terhadap pemasalahan energi ini.

Gerakan hemat listrik, hemat air, hemat bahan baku tidak hanya menghiasi layar televisi tetapi sudah mampu dicerna dan diserap oleh masyarakat yang kemudian menjadi dasar mereka untuk bertindak.

“Saat itu pemerintah Jepang memberlakukan Undang-Undang konservasi energi pada 1997, dimana penggunaan energi ada aturannya, terutama energi primer,” kata Kenzo Tsutsumi President of Veglia Laboratories, Jepang, di gedung Rektorat ITS.

Kenzo mengatakan, sampai awal 1970, Jepang masih sepenuhnya bergantung pada minyak bumi. Namun karena mengalami krisis energi, akhirnya mereka beralih menggunakan gas alam dan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir).

Namun karena terjadi tsunami tahun lalu yang menyebabkan beberapa PLTN di Jepang tidak berfungsi, pemerintah Jepang akhirnya melirik energi terbarukan, yaitu energi surya, angin, bio massa, hidro dan geothermal.

“Saat ini, ada beberapa perusahaan listrik yang diwajibkan membeli energi terbarukan pada waktu-waktu tertentu. Sekarang baru 2,5 persen penggunaannya,” ujarnya.

Dr Ir Prabowo M Eng, Kepala Pusat Energi ITS, seperti dalam siaran pers dari Humas ITS yang diterima suarasurabaya.net, Rabu, menyatakan, di Indonesia, 50 persen konsumsi energi nasional selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut.

Contoh nyata, terlihat pada semakin bertambahnya kepemilikan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi massal yang handal dan baik.

Meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas di jalan raya, selain memberikan dampak kemacetan yang berujung kepada pemborosan waktu kerja efektif juga memberikan dampak luar biasa terhadap cadangan energi berupa bahan bakar solar dan premium di pasaran.

“Kalau di Jepang, lebih mengutamakan menggunakan transportasi massal dibanding kendaraan pribadi. Mobil hanya digunakan di hari-hari libur,” ungkapnya.

Untuk menyikapi ancaman krisis energi di masa mendatang dan mengoptimalkan potensi sumber energi nasional, konsep ketahanan energi menjadi sangat penting bagi Indonesia.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menempuh sejumlah kebijakan untuk memperkuat ketahanan energi nasional antara lain melalui: pengembangan kebijakan energi yang bertumpu pada kebutuhan, menekan subsidi minyak bumi seminimal mungkin, pembaharuan kebijakan energi guna memperkuat tata kelola sektor energi nasional dan memperkuat kerangka legislasi dan kebijakan diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan.(ipg)

Berita Terkait