ITS News

Kamis, 21 November 2024
18 April 2012, 13:04

Jamban Sehat untuk Penduduk Pesisir Pantai

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Di pesisir pantai, saat air laut pasang, pemandangan terlihat indah. Pun demikian saat air laut sedang surut. Pasir-pasirnya yang bersih menampakkan keagungan ciptaan Tuhan. Namun hal demikian tidak terlihat di Desa Gadon, Kabupaten Tuban. Beberapa bulan yang lalu saat air laut surut, pasir pantainya tidak terlihat asri, melainkan dipenuhi oleh kotoran manusia, tinja.

Siapapun yang melihat hal itu, tidak akan tahan. Apalagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Tinja yang bertebaran di tepi pantai adalah kotoran penduduk setempat pada malam hari. Jika siang, mereka lebih memilih buang air besar di kebun. Hal itulah yang mendorong tiga dosen ITS, Alia Damayanti PhD, Dr Sutikno MSi dan Ir Eddy Setiadi Soedjono Dipl SE MSc PhD bersemangat untuk melakukan penelitian di daerah pantai tersebut.

Penelitian itu mereka beri judul Penyediaan Jamban Sehat Sederhana Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Desa Gadon Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban. Penelitian yang konsen pada pengabdian masyarakat tersebut mengenalkan jamban sehat. Yaitu jamban yang memiliki leher angsa. Jamban model ini tidak memungkinkan bagi lalat untuk keluar masuk lubang kotoran dengan mudah.

Namun nyatanya tidak mudah menyadarkan penduduk Gadon supaya bersedia membangun jamban sehat. Kata Alia, awalnya mereka sangat cuek pada free open defication (fod) atau tinja yang terlihat langsung. Mereka bahkan tampak biasa seolah-olah tidak ada rasa jijik saat melihat fod tersebut. ”Yang lama itu mengusahakan mereka untuk sadar pentingnya kebersihan,” ujarnya.

Alia khawatir jika kebiasaan tersebut dibiarkan, tidak hanya berakibat pada kesehatan saja, seperti diare. Tetapi juga merembet pada sisi ekonomi dan budaya. Padahal jika mau dimanfaatkan dengan baik, mereka dapat mengelola tempat tinggalnya sebagai daerah wisata pantai lengkap dengan kulinernya.

Tidak hanya itu, mereka juga bisa menjual hasil kerajinan hasil pantai dan menjual ikan-ikannya. ”Kalau tinja berkeliaran di air laut, mana ada yang mau berkunjung dan makan di sana?” tutur Alia.

Diakui Alia bahwa kendala utama penelitian ini terletak pada kesadaran masyarakatnya. Tim peneliti hampir saja kehabisan cara untuk membujuk warga sekitar agar mau membangun jamban sehat. Berbagai cara mereka coba untuk bisa menggerakkan warga membangun tempat buang air besar tersebut. Termasuk dengan mengadakan arisan jamban.

Hasil arisan tersebut nantinya akan digunakan untuk membangun jamban. Namun warga desa Gadon tetap bersikukuh menolak ajakan tim peneliti. Mereka malah berdalih bahwa jamban bukan hal yang terlalu penting. Alia menuturkan, faktor utamanya adalah faktor ekonomi.

Di sisi lain, Alia menuturkan bahwa kesehatan lingkungan amatlah penting. Dan sungai bersih merupakan salah satu ciri khas dari negara maju. Tentu saja keadaan di Desa Gadon ini sangat memprihatinkan. ”Sedangkan sungai kita kotor, buang kotoran sembarangan jadi salah satu penyebabnya,” kilahnya.

Oleh karena itu, bagi Alia penelitian ini sangat menantang dirinya. Jamban sehat yang awalnya tidak ada sama sekali, berkat bantuan ITS sekarang telah berjumlah 41 buah. Walaupun pada awalnya memang terasa sulit, ia menyadari semuanya memerlukan proses.

Sempat Diumpat Penduduk

Bagi Ir Eddy Setiadi Soedjono, persahabatan terjalin sampai akhir hayat. Oleh karenanya, dia menyatakan bahwa tim penelitiannya akan tetap memberikan pendampingan kepada penduduk Gadon meski 41 jamban telah rampung.

Ia menceritakan, perlu treatment tersendiri untuk menyadarkan penduduk setempat. Salah satunya dengan menantang beberapa penduduk untuk meminum air mineral kemasan yang baru dibuka. Kemudian dari sisa air tadi, dicampur dengan tinja yang ditusuk sapu lidi dan ditawarkan kembali pada mereka.

Jelas saja mereka menolak dan merasa jijik. Bahkan beberapa di antaranya ada yang mengumpat dan berkata-kata kotor atau misuh. ”Memang menjijikkan, tapi justru itu yang jadi pemancing rasa jijik mereka,” jelas Eddy.

Setelah itu Eddy dan timnya menjelaskan pada penduduk bahwa makanan yang dihinggapi lalat tidak ada bedanya dengan minum air tersebut. Beberapa penduduk terhenyak menyimaknya. Mereka tidak berfikir sampai sejauh itu. Perlahan, mereka memahami dan meminta untuk dibuatkan jamban.

Selain penyadaran dan pembuatan 41 buah jamban sehat, bantuan juga diberikan berupa dua buis beton dan satu buah kloset. Belakangan ini, Eddy diminta oleh warga daerah tersebut untuk menambah 20 jamban lagi. ”Semoga Indonesia bersih dari buang air besar sembarangan,” harap alumni The University of Birmingham, Inggris ini. (nir/fz)

Berita Terkait