ITS News

Sabtu, 27 Juli 2024
28 April 2012, 00:04

Budaya Eco Campus, Apa Buktinya?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Faktanya, ITS menghasilkan 150 kilogram limbah kertas per hari, setara dengan penebangan 108 pohon sebulan. Tak hanya itu, Rp 6 milyar per tahun atau Rp 500 juta per bulan digelontorkan untuk pembayaran energi listrik yang digunakan kampus. Masih ada lagi, ITS juga menghabiskan Rp 3,6 milyar per tahun atau Rp 300 juta per bulan untuk pembayaran tagihan air. Segala bentuk pemborosan ini kemudian melahirkan label baru untuk ITS, Eco Campus.

Badan Lingkungan Hidup (BLH) mendefinisikan Eco Campus sebagai kampus yang telah peduli dan berbudaya lingkungan. Serta telah melakukan pengelolaan lingkungan secara sistematis dan berkesinambungan. Kurang lebih sebuah refleksi keterlibatan seluruh sivitas akademika dalam kampus untuk memperhatikan kesehatan dan lingkungan di sekitarnya.

Karena itu, program ini memang bukan diciptakan semata karena persoalan biaya tagihan listrik ataupun air. Akan tetapi, seisi ITS seharusnya mampu bertanggungjawab lebih baik terhadap pemanfaatan lingkungan sekitar. Seiring dengan pengembangan program tersebut, ITS berhasil menggali akar permasalahan lebih dalam lagi. Poin-poin penting ini dirumuskan dalam tujuh hal.

1. Evaluasi Masterplan ITS Eco Campus
Evaluasi ini berkaitan dengan desain seluruh bangunan di kawasan ITS. Seperti pembuatan desain standar gedung, infrastruktur, sampai pilot project berkonsep green building. Untuk menunjang konsep ini, pemanfaatan sel surya sebagai sumber tenaga utama direncanakan untuk diterapkan pada sebuah gedung pusat riset baru.

2. Implementasi Socio Engineering
Socio engineering bertujuan untuk perubahan sikap, pola pikir, konsep, dan pemikiran mengenai Eco Campus. Beberapa di antaranya seperti sosialisasi dan kampanye, pemilahan sampah, lomba ide dan inovasi untuk penghematan air, listrik, dan lain-lain. Bagaimana hasil dan implementasi program ini juga bergantung pada kesadaran individu setiap elemen kampus.

3. Sistem Pergerakan Internal
Salah satu program yang diunggulkan adalah program Bike Share, atau fasilitas penyediaan sepeda untuk warga kampus. Jalur sepeda sudah tampak di beberapa area, dan Jurusan Arsitektur telah mendesain rak sepeda. Namun sepeda-sepeda itu masih tak kunjung muncul. Padahal, ITS sering kali unjuk gigi dengan kegiatan nggowes atau bersepeda bersama.

Di sisi lain, transportasi bermotor di ITS juga butuh perhatian lebih. Menurut target Eco Campus, setiap kendaraan yang rutin memasuki kampus ITS harus melalui uji emisi gas buang minimal sekali setiap tahun.

4. Peningkatan Efisiensi Konsumsi Air
Rencananya, untuk mengontrol konsumsi air ITS, pengukuran penggunaan air akan dipantau di masing-masing jurusan. Setiap bulan, ITS akan mengevaluasi sektor mana yang menguasai pasokan air terbanyak. Yang masih tertinggal mungkin sistem untuk menekan kebocoran air melalui rehabilitasi dan revitalisasi jaringan air bersih. Ataupun juga sistem water reuse, termasuk di dalamnya penggunaan kembali limbah cair dari laboratorium. Ah, sebagai kampus teknik, sewajarnya ITS bisa.

5. Penghematan Energi Listrik
Hampir serupa dengan penghematan konsumsi air, penggunaan listrik di ITS juga akan dipantau di masing-masing jurusan. Penggunaan listrik di setiap ruang perkuliahan semakin dibatasi, termasuk penggunaan air conditioner (AC). Akan tetapi, perbaikan infrastruktur gedung nampaknya masih diperlukan untuk benar-benar menunjang misi ini.

Forum Tahu Campur pada bulan Maret 2012 menghasilkan beberapa gagasan mengenai efisiensi energi. Di antaranya adalah penghematan energi listrik menggunakan Innovative Efficient Smart (IEC) Lamp untuk penerangan dengan listrik minimum. Ada lagi Quantum Lift-ation atau pengoperasian lift dengan memanfaatkan sifat magnet. Teknologi itu bisa menyusutkan penggunaan listrik dari sebesar Rp 5 juta per bulan menjadi hanya Rp 500 ribu per bulan.

6. Pengelolaan Sampah Terpadu
Banyak ide ditelurkan untuk pengelolaan sampah. Mulai dari komposting sampah secara sederhana, hingga mengolah sampah hingga menjadi sumber energi. Beberapa kegiatan daur ulang turut dilaksanakan. Namun sayangnya, sivitas akademika sendiri masih belum tertib menangani sampah sendiri. Jangankan memilah jenis-jenis sampah, membuang sampah pada tempatnya pun terkadang masih belum bisa.

7. Penghijauan Hutan Kampus

Baru sebentar menjejakkan kaki di ITS, mahasiswa baru angkatan 2011 dituntut berpartisipasi dalam penanaman seribu bibit di kawasan kampus, yang dikenal sebagai Gugur Gunung (G2). Kemudian bibit yang tumbuh tersebut dinamai sebagai pohon asuh. Siapa yang mengasuh? Tentunya seluruh warga ITS mengemban tanggung jawab tersebut, bukan? Namun bagaimana kabar pohon asuh saat ini?

ITS dipandang perlu menghijaukan lahannya. Hal tersebut diharapkan dapat turut mengurangi suhu lingkungan kampus. Sehingga apabila berhasil, maka program pengurangan jumlah AC di tiap gedung mungkin dapat berjalan lebih baik.

Bahkan, sebagai pembatas lahan ITS, rencana penanaman dilakukan dalam kuantitas sangat besar. Akan tetapi, patut diingat bahwa tak semua lahan perlu disulap menjadi hutan. Atau, dengan kata lain, penghijauan kampus sebaiknya diiringi pula dengan pertimbangan estetika lahan.

Lebih Dari Sekadar Program
Begitulah kira-kira setumpuk rencana warga ITS untuk menyelamatkan lingkungannya. Kalau berbicara kendala, maka biaya memang tak akan pernah luput dari pembicaraan. Seluruh program tersebut memang tidak bisa diselesaikan dalam semalam. Apalagi kalau menyangkut soal mindset warga ITS untuk mendukung kehidupan ramah lingkungan.

Siapapun boleh saja menilai sejauh mana kampus teknik ini menerapkan prinsip tekniknya untuk Eco Campus. Akan tetapi, selama program ini masih terikat sebagai branding ITS, maka siapapun yang berkaitan dengan kampus ITS wajib turut serta mendukungnya. Jauh lebih penting lagi, seisi warga kampus dituntut untuk membudayakannya, agar tak sekadar menjadi program kerja setahun atau dua tahun.

Nah, kalau topiknya budaya, maka kita mungkin akan kembali pada pembahasan mengenai kesadaran dan mindset setiap individu. Namun intinya, kesejahteraan lingkungan tak mementingkan program.

Ketika setiap individu berhasil membudayakan kehidupan sadar lingkungan, maka program-program semacam Eco Campus tak diperlukan lagi. Langkah-langkah kecil, seperti kesadaran membuang sampah pada tempatnya, seharusnya lebih mudah daripada merangkainya dalam sebuah kegiatan berembel-embel cinta lingkungan. Ayo ITS, buktikan!

Tim Redaksi ITS Online

Berita Terkait