ITS News

Kamis, 14 November 2024
11 Mei 2012, 19:05

Kita dan Kritik

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Cerita ini segera mengingatkan saya pada beberapa peristiwa di masa lampau. Pada tahun 90-an, Dr Tri Susanto MSc dari Universitas Brawijaya (UB) Malang pernah meneliti dan menemukan  unsur lemak babi pada sejumlah makanan yang beredar. Alih-alih mendapat penghargaan, Tri malah dicap mengganggu dan dianggap meresahkan masyarakat.

Beberapa tahun setelahnya, kelompok Studi Dasakung di Yogyakarta membuat survei yang menggambarkan banyak mahasiswa Yogyakarta mempraktikkan kumpul kebo. Kelompok studi ini dihantam kritik bertubi-tubi hingga harus berurusan dengan pihak keamanan lantaran surveinya.

Beberapa cerita di atas setidaknya dapat menggambarkan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang tidak terbiasa dengan kritik. Kritik dianggap sebagai suatu hal yang mengganggu dan harus dibuang jauh-jauh. Padahal, kalau mau ditanggapi dengan bijak, kritik dapat menjadi semacam trigger untuk selalu berusaha memperbaiki diri. Keengganan kita dalam menilai kritik dengan bijak akhirnya melahirkan sebuah kelompok masyarakat yang arogan dan tidak dapat dikontrol.

Ketidakdewasaan kita dalam menanggapi kritik menimbulkan keengganan untuk menyampaikan kebenaran. Di sisi lain, hal ini justru meneguhkan kedudukan sebagian pihak, terutama yang memiliki kuasa lebih, untuk melakukan monopoli atas kebenaran. Kebenaran harus berjalan sesuai versi mereka. Artinya, segala pikiran yang tidak sejalan dengan mereka harus segera dienyahkan.

Dalam masyarakat seperti ini, sulit untuk mencapai kebebasan, spontanitas dan pengungkapan jati diri yang asli. Kita pun akhirnya terpolakan untuk selalu menampilkan diri dalam balutan make up tebal karena menampilkan kebenaran atau tampil apa adanya dapat berarti buruk.

Sebenarnya, banyak alasan orang untuk emoh menerima kritik. Beberapa mungkin menilai bahwa kritik tersebut salah tempat, salah waktu dan salah tujuan. Beberapa yang lain mempertanyakan validitas kebenaran yang diberikan. Namun yang paling naif adalah mereka yang menganggap bahwa kritik tidak berguna karena segala sesuatunya telah berjalan dengan sempurna. Orang-orang seperti ini biasanya hanya numpang gagah-gagahan saja dengan mendompleng sebuah sistem. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, harusnya kita semua sudah mahfum akan hal itu.      

Kritik Mahasiswa
Ada sebuah kekeliruan pola pikir yang berkembang di kalangan mahasiswa belakangan ini. kekeliruan yang tidak saja menggangu namun berdampak pada turunnya sense tanggung jawab kita. Sebuah pola pikir yang menunjukan bahwa sebenarnya kita tidak tahu bagaimana menanggapi kritik.

Sebagian mahasiswa (atau mayoritas?) percaya bahwa dalam menyampaikan kritik, mereka harus terlebih dahulu punya usul konkrit untuk solusi permasalahan yang dikritisi. Dalam beberapa kasus memang benar. Contohnya, dalam menyikapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) mahasiswa akan lebih dianggap afdhol apabila bisa urun memberikan solusi.

Namun, paham ini menjadi bermasalah ketika kritik dianggap harus selalu berdampingan dengan solusi. Kritik harusnya dipahami sebagai bentuk kegelisahan seseorang terhadap kelompoknya. Sedangkan solusi merupakan keputusan bersama seluruh individu dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah mereka. Jadi, tidak sepantasnya apabila solusi hanya dibebankan pada satu individu hanya karena ia berani menyatakan kegelisahannya.

Hal ini kemudian memaksa kita untuk kembali mempertanyakan tanggung jawab anggota kelompok lainnya. Jangan-jangan, mereka sengaja tidak kritis karena takut terbentur masalah solusi. Padahal keberadaan masalah serta solusi merupakan salah satu bukti eksistensi, termasuk eksistensi kita sebagai mahasiswa.

Penggunaan paham ”kritik plus solusi” secara menyeluruh dalam kehidupan mahasiswa hanya akan melahirkan dua kemungkinan. Yang pertama adalah matinya sikap kritis mahasiswa dan yang kedua hilangnya rasa tanggung jawab karena merasa tidak berkepentingan terhadap masalah kelompoknya. Kedua kemungkinan tersebut merupakan kemungkinan yang sama buruknya.

Akhirnya, kritik memang harus disikapi secara bijak. Apabila ada yang salah dengan kritikan tersebut maka balaslah dengan elegan. Dengan cara yang gentle. Namun, bila yang dikritisi benar adanya maka terimalah sebagai pelecut perbaikan. Karena sejatinya, kritik adalah pesan cinta yang disampaikan dengan cara yang berbeda.

Ihram
Mahasiswa Teknik Perkapalan

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Kita dan Kritik