ITS News

Kamis, 14 November 2024
04 Juni 2012, 19:06

Hilangkan Stagnansi, Hancurkan Dekadensi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta

Cuplikan lagu di atas seringkali ‘keramat’ bagi para mahasiswa. Tapi tahukah kita apa judul lagu itu? Saya tidak yakin kalau semua yang membaca tulisan ini mengertinya, bahkan mungkin pula ada yang belum pernah mendengarnya sama sekali.

Hal itu tidak aneh di beberapa kampus besar. Apalagi kampus yang di dalamnya tak ada sama sekali fakultas sosial politik, lebih tepatnya kampus teknik seperti kampus ITS tercinta ini.

Beranjak tak jauh dari pengalaman di kampus sendiri. ‘Pengaderan’ menjadi seperti sebuah branding yang sangat kental di kampus ini. Pengaderan adalah kesibukan pertama mahasiswa baru yang seakan benar-benar merasa menjadi mahasiswa. Sebuah tempat awal pembentukan batu licin yang belum mengerti dunia kampus, bahkan belum mengerti apa itu ‘mahasiswa’.

Pengaderan memulai kehidupan mereka, kader-kader mahasiswa baru. Lalu, di mana posisi pengaderan dalam membentuk karakter mahasiswa di kampus ini? Sejauh mana hasilnya benar-benar me-‘mahasiswakan’ mahasiswa, atau hanya sekadar menjadikan kader ‘militan’ terpuruk dalam sikap apatis jurusan masing-masing? Mana tahu. jangan-jangan lagu diatas juga tak pernah diajarkan waktu pengaderan? Mana tahu juga.

Hilangkan Stagnansi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, stagnansi diartikan sebagai keadaan mandek, berhenti, tidak bergerak, atau diam. Seperti payung parasut yang tidak mengembang ketika di udara, dan justru membahayakan penerjun. Entahlah, apa tepat aku memilih kata stagnansi ini untuk menceritakan monosistem-nya pengaderan jurusan di kampus ini.

Pengaderan merupakan sebuah kekuatan besar untuk membentuk jiwa mahasiswa dalam kampus ini. Tapi jika sistemnya mengalami stagnansi, tak ada perubahan dari tahun ke tahun, bisa berbahaya bagi ‘embrio. mahasiswa. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi sebuah konotasi intelek mahasiswa.

Stagnansi sistem membuat hasil produk pengaderan, seperti kualitas nasionalis mahasiswa, tak terlalu tinggi setiap tahunnya. Sudah berapa kali lagu Indonesia Raya dinyanyikan ketika pengaderan? Bagaimana dengan lagu Hymne ITS? Ataupun lagu ‘keramat’ di awal tulisan ini? Pengaderan tak seharusnya dijadikan lapak formal semata. Ada target besar yang sebaiknya dicapai. Setelahnya, pelakunya tak hanya menjadi kader himpunan atau pengisi jabatan Kelyuarga Mahasiswa (KM) ITS lainnya.

Hancurkan Dekadensi
Mahasiswa hadir dengan kekuatan besar, yang bahkan bisa menumpaskan kekuatan otoriter yang berkuasa hampir setengah abad.  Kekuatan dari jiwa kepedulian terhadap bangsa ini tak hanya datang tiba-tiba. Kita butuh proses yang lama dan butuh sebuah sistem besar untuk membentuk menuju ke sana, kalau saya bisa menyimpulkan di sini sistem itu adalah pengaderan.

Stagnansi sistem pengaderan menimbulkan sebuah kausalitas yang besar bagi jiwa dan semangat mahasiswa, terutama nasionalisme dan kebangsaaan, serta  kepedulian sosial. Dampak buruk akan terjadi jika kita membiarkan kondisi tersebut adalah mahasiswa tumbuh dewasa namun jiwa masih kanak-kanak. Mereka bisa menjadi pecundang seumur hidup, bodoh, apatis dan individualis.

Bahkan pada tahap yang ekstrim, kita bisa menjadi sociopath atau kriminal. Sama sekali tidak peduli dengan hak dan kepentingan orang lain. Stagnansi sistem ini mencetak mahasiswa apatis untuk bangsa, yang hanya sibuk menjalankan proker-proker formal. Ini menjadikan kita sendiri terlihat seakan kecil, padahal kita mahasiswa bukan lagi anak sekolah. 

Hancurkan dekadensi jiwa mahasiswa, kembalikan mahasiswa ke dasar perjuangan bangsa ini. Lejitkan jiwa nasionalis mahasiswa, sehingga tak ada lagi mahasiswa cengeng yang nangis ketika diputusin pacar. Sehingga tak ada lagi mahasiswa yang sekadar mengerjakan tugas kalkulus ngadem di restoran-restoran besar, yang bahkan tak pernah mendengarkan kajian-kajian tentang kebangsaan saat ini. Kita mahasiswa tak wajar lagi seperti itu.

Lahirkan Mahasiswa Berjiwa Kebangsaan
Sudah saatnya kita tak termakan lagi oleh formalitas yang mencengkam. Keluar dari kebisuan, sedikit membuat gebrakan baru yang keluar dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Jika kita terus melaksanakannya tak ada perubahan berarti bagi semangat dan jiwa mahasiswa untuk lebih peduli kebangsaan.

Akan tetapi jelas tak semua kita tinggalkan. Mari mulai menyelipkan hal-hal yang membangkitkan semangat kebangsaan dalam diri mahasiswa. Dengan kebangsaan yang tinggi mereka pasti akan sadar bahwa kita hidup untuk kontribusi kepada agama, bangsa, dan negara.

Hidup ini tak hanya hidup untuk kuliah, selepas itu kerja, nikah, punya anak, punya cucu, tua, dan ‘goal‘. Tapi banyak hal besar yang harus kita bagikan dan ulurkan untuk bangsa ini. Mulai dari hal terkecil seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya pada tiap-tiap acara kampus, apapun itu.

Wajib menyanyikan lagu Darah Juang, wajib hafal lagu Totalitas Perjuangan, sehingga secara tidak langsung semangat menjadi mahasiswa lebih tergugah lagi. Agar mereka benar-benar sadar mereka adalah benar-benar mahasiswa, bukan para pencari kerja dan bukan lagi anak kecil yang perlu disuapi. Sadar benar bahwa mereka adalah mahasiswa, insan intelek yang menjadi harapan bangsa.

Hidup mahasiswa.
Hidup rakyat Indonesia.

Adam
Mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2009
Ketua Lembaga Swadaya Mahasiswa (LSM) ITS Front Studi Strategis (Fostra)

Berita Terkait