ITS News

Kamis, 14 November 2024
08 Juni 2012, 10:06

Lika-liku Lumpur Lapindo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pada tahun 2008 Gubernur Jawa Timur membentuk Tim Kajian Kelayakan Permukiman di sekitar lumpur Sidoarjo dalam rangka menyelamatkan penduduk dari ancaman bencana. Tim ini terdiri dari para peneliti ITS dan Universitas Airlangga (Unair) yang melakukan kajian penilaian kelayakan permukiman sembilan desa di sekitar tanggul lumpur.

Hasilnya, pada tahun yang sama, sembilan Rukun Tetangga (RT) dinyatakan tidak layak huni. Berdasarkan hasil ini, Gubernur telah mengupayakan agar tindakan-tindakan penyelamatan bagi masyarakat yang sudah terpapar segera dilakukan.

Pada tahun 2008 ITS bekerja sama dengan United Nations Environment Program (UNEP) mengadakan penelitian terkait dengan alaternatif pengelolaan semburan lumpur Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan energy memory (emergy).

Tahun berikutnya, ITS menjadi salah satu anggota tim Sidoarjo Hot Mud Rapid Geohazard Assessment bersama beberapa ahli geohazard Indonesia. Kelompok ini turut disponsori oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR) UNDP. Hasilnya, daerah kritis di kawasan lumpur dinyatakan seluas 32.000 hektar. Karena luasnya areal yang terkena dampak lumpur, maka diperlukan sebuah strategi untuk menangani penanggulangan dampak lumpur.

Pada tahun 2010. ITS bersama Bappenas dan SCDRR melakukan penelitian untuk menyusun Rekomendasi Strategi Penanggulangan Dampak Lumpur Sidoarjo. Usulan tersebut diharapkan segera mendorong berbagai kajian di sekitar kawasan lumpur. Seperti kajian penurunan tanah, kajian kelayakan permukiman, kajian penyiapan lahan relokasi yang layak, dan lain-lain. Apalagi, sembutan lumpur terus berlansung dan jumlah luasan kawasan yang rusak semakin luas.

Akhirnya, sejalan dengan rekomendasi tersebut, pada tahun yang sama kajian lanjutan dilaksanakan. Jumlah desa yang dikaji bertambah menjadi 13 desa. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah penurunan tanah, semburan gas, kerusakan aset, pencemaran lingkungan, kesehatan masyarakat, psikologi sosial dan mitigasi masyarakat.

Hasilnya berubah jauh dari kajian awal. Jumlah wilayah yang tidak layak huni melonjak menjadi 45 RT. Semua hasil ini sudah dipresentasikan di hadapan dewan pengarah dan segera ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Pada tahun 2011, ITS diundang sebagai narasumber Tim Terpadu bentukan Kementrian Pekerjaan Umum. Tugas tim ini adalah untuk melakukan verifikasi jumlah RT yang akan dievakuasi. Tim Terpadu menambahkan RT yang harus dievakuasi menjadi 65 RT.

Kiprah ITS tak hanya berhenti di situ saja. Setelahnya, ITS turut melakukan survei di beberapa kabupaten di Jawa Timur terkait dengan kegiatan eskplorasi migas. Ternyata, sebagian besar masyarakat, atau lebih dari lima puluh persen populasi menolak aktivitas eksplorasi migas.

Mereka takut, karena apa yang mereka lihat pada semburan lumpur di Sidoarjo telah menimbulkan ancaman-ancaman baru yang membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Demikian pula dengan penanganan semburan lumpur yang berlarut-larut. Baik penanganan fisik maupun sosial ekonomi. Malahan, dampak yang timbul menjadi lebih luas.

Yang juga membuat masyarakat takut adalah isu ‘dibencana-alamkan’ semburan lumpur Lapindo. Ini membuat mereka merasa nasib mereka semakin tidak jelas kalau ada eksplorasi migasi di tempat mereka. ”Kalau tidak ada kegiatan eksplorasi migas maka tidak akan keluar semburan lumpur,” begitu pandangan awam masyarakat.

Masih pada tahun yang sama, survei seismik Exxon di Jombang dihentikan. Sementara warga Desa Tanjung, Sumenep, Madura, juga menghentikan kegiatan eksplorasi migas PT Energi Mineral Langgeng (EML). Padahal, perusahaan ini telah melakukan pengeboran sampai pada kedalaman 5.602 kaki.

Saat ini kita sangat butuh minyak dan gas bumi, pada saat yang sama masyarakat resisten terhadap eksplorasi migas. Oleh karenanya dibutuhkan strategi mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa eksplorasi migas itu sangat diperlukan untuk pembangunan bangsa ini.

Ir Amien Widodo MS
Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim LPPM ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Lika-liku Lumpur Lapindo