ITS News

Jumat, 22 November 2024
26 Juni 2012, 17:06

Korupsi? Ya atau Tidak

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Beberapa waktu lalu, ITS sempat dihampiri isu kurang sedap. Salah satu terpidana kasus korupsi wisma atlit Sea Games Palembang, Angelina Sondakh, menyebutkan bahwa ITS menilap dana proyek pembangunan senilai senilai Rp 45 miliar.

Sontak hal tersebut membuat sivitas akademika ITS terkejut. Sebab, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, ITS tidak pernah mendapatkan proyek senilai Rp 45 miliar. Yang ada dan paling mendekati nilai tersebut justru senilai Rp 34 miliar dan Rp 80 miliar saja. Hal tersebut diungkapkan oleh Rektor ITS, Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono DEA dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Tak bisa dipungkiri, ITS kerap menerima kucuran dana dari pemerintah yang tak sedikit nilainya. Baru-baru ini ITS baru saja menerima suntikan dana dari program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT) besutan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Dananya mencapai nilai Rp 53 miliar. Sesuai dengan ketentuan, dana tersebut diopersikan untuk pembelian peralatan laboratorium Jurusan Teknik Material dan Metalurgi serta beberapa peralatan lain.

Meski begitu, kasus ini tidak akan berhenti sampai di situ saja. Proses masih akan berjalan dengan pemanggilan dan pemeriksaan lebih lanjut hingga ITS dinyatakan tidak tersangkut paut dengan kasus korupsi tersebut. Dan kita sebagai sivitas akademika ITS pun berkewajiban untuk aware pada praktek-praktek korupsi di sekitar kita.

Di sisi lain, sebagai institusi pemerintah, agaknya sivitas akademika kampus perjuangan tidak perlu khawatir terhadap aliran dana ITS. Sebab, ITS sudah sejak lama memiliki badan independen sebagai pengawas sirkulasi keuangan. Dulu badan ini bernama Badan Internal Audit. Badan ini kemudian diganti namanya dengan Badan Pengawas. Badan ini mempunyai tugas memastikan pengoperasian dana di ITS berlaku secara Benar, Efisien, Transparan dan Accountable (BETA).

Namun, bukan berarti semua kemudian lengah dan menyerahkan segala urusan pengawasan dana pada Badan Pengawas. Melainkan, setiap sivitas akademika ITS mempunyai kewajiban untuk saling mengawasi terhadap setiap praktek-praktek korupsi yang ada di kampus ITS ini.

Tak hanya itu, praktek korupsi juga dimungkinkan terindikasi di kalangan mahasiswa. Salah satunya terkait dengan sistem pendaan kegiatan kemahasiswaan. Sesuai sistem yang berlaku, setiap organisasi mahasiswa (ormawa) yang ingin menyelenggarakan kegiatan diwajibkan untuk membuat proposal pengajuan dana. Untuk kemudian membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) guna mencairkan dana. Sistem semacam ini dianggap kurang tepat karena mendorong mahasiswa untuk berperilaku curang atau korupsi.

Bagaimana tidak, dalam penyerahan SPJ tersebut, ormawa harus menyertakan nota pembelian dan kuitansi penggunaan dana kegiatan yang bahkan belum terselenggara. Terlebih jika praktek di lapangannya adalah dengan manipulasi nota kosong, dan pembuatan stempel palsu demi memberi kesan keabsahan pada kuitansi dalam SPJ.

Namun, sistem semacam itu sedikit demi sedikit tergerus dan terkikis. ITS melalui Pembantu Rektor II bidang keuangan dan perencanaan mengungkapkan, mulai Januari 2012 lalu memberlakukan revitalisasi sistem keuangan. Per Januari 2012, sistem pengajuan dana kegiatan cukup dilakukan dengan mengajukan proposal kegiatan. SPJ tidak dilakukan di awal, namun di akhir kegiatan bersamaan dengan penyerahan laporan pertanggungjawaban (LPJ).

Bahkan, sistem pendaaan kegiatan 80 : 20 pun sempat diberlakukan. Yaitu sistem pendanaan dengan memberikan 80 persen dana kegiatan di awal kegiatan dan 20 persen sisanya ketika penyerahan LPJ. Tapi, mulai sistem baru tersebut diterapkan, dana harus diberikan 100 persen di akhir.

Korupsi Beasiswa dan PKM
Beberapa waktu lalu sempat santer dibicarakan soal praktek korupsi birokrasi terhadap dana beasiswa mahasiswa dari pemerintah. Hal ini mencuat lantaran protes mahasiswa penerima beasiswa yang mengeluhkan keterlambatan dan pengurangan dana beasiswa yang mereka terima. Menanggapi hal tersebut, Pembantu Rektor II ITS menjawab bahwa tindakan korupsi di sektor tersebut sama sekali tidak mungkin terjadi.

Sebab, dana dari pemerintah tersebut secara otomatis masuk ke rekening Rektor. Kemudian, melalui persetujuan Pembantu Rektor II, dana tersebut langsung didistribusikan pada penerima beasiswa melalui rekening. Jika ada beberapa kouta beasiswa yang belum terserap, maka akan ditambahkan pada kouta tahun berikutnya.

Namun, yang perlu disoroti saat ini bukanlah sistem yang ada di ITS, melainkan perilaku korupsi yang seoalah menjadi kebiasaan dan dianggap umum oleh mahasiswa. Misalnya saja pada pelaksanaan Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Banyak mahasiswa yang mendadak kaya setelah PKM-nya didanai oleh Dikti.

Beberapa kasus yang terjadi adalah mahasiswa membengkakkan arrange anggaran dana PKM mereka agar ketika didanai bisa menghasilkan dana sisa. Monitoring dan evaluasi (Monev) hanya dijadikan formalitas wajib lapor atas dana yang sudah dikantongi. Hingga kualitas produk dan aplikasi PKM dijadikan prioritas ke sekian. Dan tak jarang dana sisa PKM justru digunakan untuk beli laptop, jalan-jalan, atau hanya sekedar dibagi rata ke sesama anggota kelompok.

Satu lagi contoh praktek korupsi yang sangat akrab di kalangan mahasiswa, yang bahkan seakan sudah menjadi budaya. Yakni budaya TA, alias titip absen. Meski terdengar sepele, namun justru hal yang semacam ini yang membuat tindakan yang tidak sewajaranya seolah menjadi hal yang wajar dan dihalalkan.

Banyak sekali praktek korupsi di sekitar kita. Bahkan yang kadang dilakukan sengaja ataupun tidak sengaja. Baik karena sistem atapun karena kurangnya kesadaran setiap individu untuk memilih tidak melakukan korupsi. Oleh sebab itu, dalam bentuk apapun korupsi yang kita lakukan pasti akan menghasilkan keburukan bagi diri kita maupun orang lain.

Maka, tinggalkanlah praktek korupsi mulai dari sekarang. Dari hal yang paling kecil dan dari diri kita sendiri.

Tim Redaksi ITS Online

Berita Terkait

ITS Media Center > Editorial > Korupsi? Ya atau Tidak