Harmonisasi antara semangat juang arek Suroboyo dan nuansa hari pahlawan kala itu berhasil berakulturasi (baca: menyatu) dengan semangat juang berdirinya ITS. Idealnya, rasa juang mengalahkan Jenderal Mallaby yang penuh kegetiran juga mewarnai karakter dan jiwa mahasiswa ITS. Sayangnya, keidealan itu semua masih jauh dari kata ideal.
Dinamika perubahan harusnya berhasil pula berakulturasi dengan status, bangunan, maupun prestasi mahasiswa di dalamnya. Semangat 10 Nopember sudah seharusnya pula mendarah daging dalam setiap relung mahasiswa ITS. Sadar dan peka terhadap kondisi lingkungan semestinya tidak perlu diragukan lagi. Namun apakah pernyataan diatas memang benar adanya? Sudahkah mahasiswa ITS demikian?
Rasanya perlu dipikir ulang, sudah seberapa peka mahasiswa ITS terhadap dinamika kebangsaan yang sedang melanda negeri ini? Sepertinya ada paradigma berpikir yang perlu direkonstruksi ulang oleh mahasiswa ITS terkait dinamika tersebut. Kebanyakan dari mahasiswa ITS berasumsi bahwa orientasi kebangsaan adalah politik. Sementara kita tahu bersama, di media massa juga berkembang pandangan bahwa politik selalu menghadirkan konflik. Konflik yang tak berujung dan mengedepankan kepentingan tertentu. Tak pelak, tampilan di media massa tersebut menyebabkan pandangan mahasiswa ITS terhadap politik menjadi skeptis dan antipati.
Padahal, apabila kita menelaah lebih dalam makna kebangsaan dalam berkehidupan sosial, tidak selamanya orientasi kebangsaan berujung pada politik. Karena apabila diresapi dengan implementasi nyata, maka bisa jadi tindak lanjut dari kepekaan terhadap wawasan kebangsaan dapat mengarah pada implementasi horisontal dan vertikal. Lantas pertanyaannya, apa maksud dari arah horisontal dan vertikal?
Dalam kacamata pandang saya, tindak lanjut terhadap wawasan kebangsaan melalui kesadaran untuk melakukan aksi sosial berupa pengabdian secara nyata, bisa dikatakan sebagai implementasi secara horisontal. Karena hubungan yang terjalin antara masyarakat dengan mahasiswa bersifat egaliter, tidak membeda-bedakan secara status akademis maupun kasta sosial. Sehingga jalinan hubungan tersebut berdasarkan prinsip kebutuhan saling berbagi.
Sementara itu, dengan meresapi peran fungsi mahasiswa sebagai social control maupun agent of change, sudah saatnya dinamika nasional menjadi hal yang dekat untuk diperbincangkan, dan ada sebuah keinginan yang berasal dari dalam diri untuk terlibat minimal dalam atmosfer keseharian. Menurut Anas Urbaningrum dalam bukunya berjudul Mahasiswa Menggugat, mahasiswa merupakan kelompok elite terdidik yang mampu menjadi lokomotif bagi kesadaran semua pihak untuk melancarkan tuntutan reformasi.
Dalam fase-fase sejarahnya, mahasiswa memang diakui memiliki kepeloporan bagi gerak maju sejarah, yakni perubahan bangsa. Paradigma semacam inilah yang mengarahkan pergerakan kita ke arah vertikal. Mengajak partisipasi mahasiswa terhadap dinamika pemerintahan. Inilah seharusnya wajah kita, cerminan kita sebagai mahasiswa ITS yang didirikan dengan semangat kepahlawanan oleh dr Angka di tahun 1957.
Sebuah ironi ketika paradigma kebangsaan sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya belum tertanam dengan baik pada diri mahasiswa ITS. Belum lagi telah dijelaskan pada landasan konstitusional kampus, Musyawarah Besar (Mubes) IV, bahwa nilai kejuangan 10 Nopember memiliki maksud agar mahasiswa ITS terinternalisasi dengan mental, tekad, jiwa dan semangat pengabdian demi kepentingan ITS serta bangsa dan negara.
Alangkah bahagianya, apabila pada kesehariannya mahasiswa ITS berbondong-bondong untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Alangkah bahagianya, apabila dalam setiap langkahnya mahasiswa ITS tak pernah lepas dari buku kebangsaan untuk terus dibaca.
Alangkah bahagianya, apabila kulihat ramainya mahasiswa ITS saling bicara dalam diskusi terbuka.
Alangkah bahagianya, apabila dalam setiap isunya mahasiswa ITS ramai dalam aksi pergerakannya.
Menunjukkan ekspresi dan eksistensi kebangsaan guna melakukan gebrakan untuk Indonesia yang lebih baik melalui saluran pendidikan.
Ah, tapi kapan hal tersebut terjadi? Sudah pasti hanya kalian yang dapat merealisasikannya. Semoga semangat dr Angka selaku founding father ITS tersalurkan dengan baik kepada seluruh penerusnya, mahasiswa ITS. Mari bangunkan kembali semangat juangmu untuk almamater dan bangsamu!
Hidup Mahasiswa!!!
”Berjuang memang pahit karena Surga itu manis”
Mukhlis N. Said
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Industri ITS 2012/2013
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)