ITS News

Kamis, 03 Oktober 2024
17 Juli 2013, 09:07

Pakar ITS: Jembatan Selat Sunda Hanya Memperlebar Kesenjangan Jawa Sumatera

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

"Tidak ada teori yang menjamin jembatan bisa menyeimbangkan pengembangan kawasan yang disambungkan," jelasnya saat diskusi soal jembatan Selat Sunda di Kampus ITS, Rabu (17/7/2013).

Daniel mencontohkan, jembatan Surabaya-Madura setelah empat tahun beroperasi juga tidak mendongkrak industrialisasi pulau garam. Bahkan, penduduk pulau itu kini semakin tergantung dengan Surabaya.

"Jembatan Surabaya-Madura nyatanya tidak menjadikan industrialisasi di Madura berjalan sebagimana yang diharapkan, yang ada malah ketimpangan semakin lebar," jelasnya.

Dari perspektif transportasi, sambungnya, pembangunan JSS juga mengesampingkan pengembangan transportasi laut. Padahal, keberadaan transportasi darat sarat akan subsidi, baik dari sisi bahan bakar/solar maupun infrastruktur yang disediakan. Kelemahan itu menurutnya bisa diatasi kapal laut yang bisa menjadi tulang punggung penghubung Jawa dengan Sumatra. Terlebih bahan bakar kapal selama ini sudah tidak disubsidi sehingga beban pemerintah berkurang.

Sedangkan guna mendorong ekonomi wilayah, lanjut dia, pemerintah lebih tepat jika membangun infrastruktur seperti rel ganda kereta api maupun optimalisasi jalan lintas Sumatra.

Untuk mendorong kegiatan ekonomi Sumatera dan mengonsolidasikan pasar di Sumatera, yang dibutuhkan adalah investasi infrastruktur di dalam Pulau Sumatera. Ini bisa berupa jalur rel ganda atau tol lintas Sumatera untuk menggantikan jalan lintas Sumatera yang amburadul dan menghubungkan jalur rel dan tol tadi ke pelabuhan-pelabuhan di Sumatera. Juga perlu dibangun infrastruktur listrik. Madura juga membutuhkan investasi serupa.

Dari perspektif risiko, JSS membawa dua masalah besar. Risiko pertama lazim untuk megaproyek semacam ini, yaitu keuangan. Pembandingnya adalah Euro Tunnel, terowongan bawah laut yang menghubungkan Inggris-Perancis sepanjang 50 km. Ada risiko pembengkakan biaya atau cost overrun dan rugi. Biaya pembangunan Euro Tunnel membengkak dari perkiraan Rp 220 triliun menjadi Rp 450 triliun! Lama pembangunan pun molor hingga delapan tahun.

Begitu dibangun, megaproyek JSS menuntut untuk diselesaikan. Sungguh akan mempermalukan pemerintah jika berhenti di tengah jalan dan menjadi monumen kegagalan. Sampai hari ini operator Euro Tunnel merugi dan disubsidi sehingga membebani perekonomian Inggris.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim ITS Amien Widodo menguraikan secara teknis ada daerah jarang gempa di selatan Pulau Jawa. Sehingga daerah jarang gempa itu menyebabkan ada potensi tenaga tersembunyi.

"Itu yang menyebabkan ada potensi gempa dan bisa memicu tsunami. Terlebih dasar Selat Sunda merupakan tanah labil pengaruh aktifnya krakatau," jelasnya. (Arif/BI/B01)

Berita Terkait