ITS News

Kamis, 14 November 2024
30 Agustus 2013, 14:08

NKRI Harga Mati, Benarkah?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kenapa?” tanya wartawan penasaran. ”Ya, jika diiizinkan, kami akan berikan seluruh aset negara kami termasuk pabrik dan kendaraan yang kami miliki lalu silahkan hancurratakan bumi Indonesia agar kami bisa mulai lagi dari awal. Kita lihat 40 tahun lagi, apa kami sanggup mengalahkan dominasi Amerika Serikat sebagai negara adidaya?” jawab pejabat itu lantang.

Sontak kutipan percakapan ini membuat merinding otak saya. Secara tidak langsung ini merupakan pujian sekaligus hujatan bagi bangsa yang telah berumur 68 tahun namun belum kesampaian merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Menyesal jadi bagian dari bangsa ini? Jelas ini bukan jawaban yang bijak kawan.

Sadarlah! Itu hal pertama yang perlu kita pahami. Jika kamu sudah benar-benar yakin sadar, coba tengok sebelah kanan atau kirimu, barangkali mereka yang bikin ‘mbambet’ negeri yang seharusnya kaya raya ini.

Pernah suatu ketika saya bertemu dengan masyarakat di daerah pedesaan dan saya cukup kecewa. Yaitu ketika mereka mengatakan ingin hidup secara wajar saja, ala kadarnya. ”Sing penting hidup damai le, makan cukup, ekonomi cukup. Susah nanti kalau mencoba berani membawa perubahan (sikap berani hidup sebagai bangsa yang besar sepenuhnya, red),” ucap salah seorang warga yang saya temui tersebut.

Tidak ada yang salah dari kutipan tersebut, namun begitu disayangkan apabila kita memiliki kesempatan untuk bisa merasakan kualitas ekonomi yang lebih dari dari sekarang namun hanya mentok sampai kata ‘cukup’. Tidak kawan, sungguh kita bisa lebih dari itu, asalkan kita mau untuk bersama-sama melakukannya,.

Jangan hanya Kapolri saja yang berani menumpas kejahatan (misalnya). Juga jangan hanya Duta Besar saja yang berani berdiplomasi kepada dunia internasional. Atau Liliana Natsir yang bertekad mengharumkan nama bangsa ini di mata dunia.

Kita bisa turut serta mengisi kemerdekaan semisal lewat keberanian untuk bermimpi besar. Sama seperti ketika semasa kecil kita dulu. Masih ingat kan kalau di antara kita ada yang ingin menjadi presiden, polisi, dokter, atau pengusaha sukses yang punya bisnis meubel dimana-mana? Lalu kemana perginya mimpi-mimpi itu? Tenggelam bersama realita hidup yang memekikkan telinga? Atau kitanya saja yang mencoba ‘cari aman’?

Syaratnya Insya Allah tidak susah untuk mewujudkan mimpi besar. Asal istiqomah, bukan pasrah begitu aja. Semisal mentang-mentang si A udah jadi presiden atau si B yang udah mewakili nama bangsa ini di dunia internasional. Biar saja kalau orang bilang kita idealis, asalkan kita teguh dan yakin itu benar. Maka kita harus terus menggapai mimpi kita.

Coba deh jangan batasi mimpimu hanya menjadi seorang pegawai biasa. Kamu bisa pompa semangatmu dengan berangan-angan menjadi menteri atau pelopor pergerakan pemuda pemberantas narkoba. Bayangkan impact yang dihasilkan bila ada 100 orang nekat model Soe Hok Gie di Indonesia? Sudah jadi apa cerita negeri ini sekarang.

Bangsa ini layak untuk disejajarkan dengan negara lain kawan, percayalah. Tinggal kita, generasi muda, seberapa berani memancangkan cita-cita yang tinggi tersebut. Misalnya, saya ingin jadi Gubernur DKI supaya Jakarta anti-mall atau saya ingin jadi duta besar pemuda Indonesia di PBB dan berbagai mimpi lain. Ucapkanlah dan pekikkan niat itu dalam-dalam.

Kalau kita pernah lihat acara jalan-jalan atau wisata rekreasi di berbagai daerah di Indonesia, pasti kita faham betul bagaimana kekayaan alam pertiwi ini. Saya memiliki saudara yang merupakan seorang PNS yang bekerja di Kementerian Perikanan dan Kelautan RI. Hampir setiap bertemu keluarganya ia berusaha untuk membawakan hasil tangkapan ikan yang ia bawa dari para nelayan liar asing yang berada di penjuru perairan tanah air. Ia adalah polisi pengawas di perairan Indonesia.

Yang saya tarik hikmah dari peristiwa tersebut adalah betapa kayanya negeri ini dengan gelimpangan harta karun hidup maupun mati di dalamnya. Padahal, sudah ribuan ton ikan kita dicuri dan migas kita dirampas. Serta pasir kita yang sudah ratusan meter hilang namun dunia masih mengatakan, ”Indonesia, negeri yang kaya raya!”

Kembali ke judul di atas, apa benar kawan NKRI itu harga mati? Gimana kalo kita ganti korupsi itu harga mati, setuju? Semoga perayaan ini bisa kita hikmati lebih dalam ya.

Saya sadar bahwa saya belum melakukan apa-apa untuk bumi pertiwi.

Firman Faqih Nosa

Mahasiswa Jurusan Teknik Industri Angkatan 2011

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > NKRI Harga Mati, Benarkah?