Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan kata singkat AEC 2015 atau ASEAN Economic Community 2015. Tidak lama lagi di ranah tenaga kerja, seluruh tenaga kerja dari 9 negara tetangga akan saling menggempur negara kerabatnya untuk mencari dan menguasai lapangan pekerjaan. Sebuah penjelasan singkat bahwa konsep utama AEC ialah mempersatukan setiap negara anggota ASEAN menjadi satu pasar yang diprediksi mampu bersaing dengan dunia barat. Pertanyaannya, siapakah diantara kesepuluh negara ini yang akan menjadi nahkoda ASEAN?
Sudah dapat ditebak, kunjungan kami di tiga universitas negeri itu diwarnai dengan ‘melongo’ akan segala aspek kampus. Di Chulalongkorn University, universitas terbaik di Thailand ini, sampah absen di seluruh area kampus, juga begitu hijau. Mahasiswa dari berbagai negara dengan atmosfer internasional sangat terasa.
Thammasat University, universitas terbaik kedua di sana tak kalah mencengangkan. Area kampus begitu besar dan begitu baiknya sarana dan prasarana olahraga sehingga tidak heran kampus ini pernah menjadi salahsatu penyedia sarana dan prasarana olahraga internasional, ASEAN Games. Tidak kalah kampus teknologi ternama bernama King Mongkut’s University of Technology Thonburi memiliki hampir 50 live research setiap tahunnya. Sungguh suatu hal yang patut menjadi panutan kampus kita tercinta.
Namun apa yang membuat saya terdiam? Dalam pertemuan di tiga universitas ini, satu hal penting yang selalu dipaparkan ialah kesiapan mereka menghadapi AEC 2015. Hampir di setiap majalah dinding, informasi terkait AEC dipaparkan, menjelaskan kekuatan setiap negara tetangga yang patut diwaspadai.
Belum lagi, di sekitar langit-langit kampus dipampang tulisan ‘selamat pagi’ dan ‘selamat datang’ dalam berbagai bahasa ASEAN. Satu informasi yang sangat mencengangkan ialah, sebagian besar dari sivitas akademika disana ialah orang yang fasih berbahasa Inggris. Ketiga insitusi ini juga memiliki mata kuliah Bahasa Indonesia yang selalu penuh peminat.
Lantas apa reaksi ITS sekarang? Memang ironis melihat berbagai kampus di Indonesia sekarang sudah go international tetapi ITS semakin merosot dan terpuruk. Bagaimana tidak, dalam ranking internasional, ITS sekarang telah tersaingi dengan UNS dan kampus negeri dan swasta lainnya. Seluruh mahasiswa ITS lupa akan tanggung jawab utamanya membawa visi ITS menjadi kampus teknologi bertaraf internasional. Mahasiswa masih terpatri dengan budaya lama yang semakin lama semakin tak bisa memberikan kemanfaatan.
Beberapa waktu lalu saya menyaksikan kampanye pemilihan calon Presiden BEM ITS di lingkungan FTSP. Seorang mahasiswa menanyakan kepada kedua kandidat terkait persiapan yang akan mereka lakukan menghadapi AEC 2015 apabila terpilih. Sontak salah satu kandidat mengatakan, "Saya akan menguatkan internal kampus terlebih dahulu, karena hal-hal yang berbau masa depan, futuristik seperti itu hanya bisa tercipta apabila internalnya sudah kuat," katanya.
Saya pun akhirnya menjadi pesimis akan masa depan ITS. Memang penguatan internal diperlukan, tetapi tahun 2015 sudah didepan mata, apakah penguatan internal dan eksternal tidak bisa berjalan berdampingan? Karena bahwasannya sudah 55 tahun ITS berdiri, tetapi sampai sekarang pun belum ada kontribusi besar yang dilakukan mahasiswa terhadap internasionalisasi kampus. Sementara di negeri tetangga, seluruh mahasiswa bersiap dan Indonesia sudah dipastikan menjadi targetnya. Sekali lagi, Mohon maaf ITS, anda belum bisa berbangga.
Georgi Ferdwindra Putra
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil
Angkatan 2012
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)