ITS News

Senin, 02 September 2024
29 Juni 2014, 10:06

Mahasiswa Pencipta atau Mahasiswa Penikmat?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebagai masyarakat dengan status terdidik, mahasiswa dituntut menjadi agen perubahan dalam berbangsa dan bernegara. Bukan hanya membenahi sistem yang rusak dalam pemerintahan, namun juga memiliki pemikiran yang luas sehingga mampu menciptakan solusi.

Solusi yang diciptakan sepantasnya tidak hanya dalam bentuk teori belaka. Realisasi dalam bentuk teknologi merupakan salah satu alat pemecah masalah yang nyata. Jika mahasiswa masih belum memiliki hak dalam pembenahan sistem kenegaraan, mahasiswa pasti memiliki beberapa hal pendukung dalam menciptakan satu penemuan baru.

Mulai dari ketersediaan laboratorium, bimbingan dosen hingga dana telah disiapkan dengan baik oleh pemerintah bagi mahasiswa yang bersungguh-sungguh dalam menciptakan suatu inovasi. Bahkan, saat ini setiap tahun selalu digelar Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai salah satu sarana dalam menuangkan ide dan merealisasikannya.

Namun pada kenyataannya masih sedikit mahasiswa yang sadar akan perannya. Peran yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia yang tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi.

Di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) misalnya. Beasiswa tersedia cukup banyak bagi mahasiswa yang kurang mampu. "Ini uang rakyat. Rakyat menitipkan Indonesia pada kalian," ujar salah satu dosen dalam acara pengenalan kampus yang saya hadiri tahun lalu.

Salah satu hal yang sangat mempengaruhi dalam berkembangnya suatu negara adalah perkembangan teknologi. Semakin banyak teknologi baru yang dimiliki suatu negara, maka pendapatan negara tersebut pasti akan meningkat.

Indonesia, sebenarnya dihuni oleh orang-orang cerdas dan kekayaan sumber daya alam yang tinggi. Namun apa jadinya jika potensi ini tidak diolah ? Indonesia sudah dapat dipastikan hanya akan menjadi penonton dalam membanjirnya produk teknologi baru dari negara lain.

Selama tahun 2013 (Januari – April) Indonesia telah mengimpor handphone dari China dengan angka yang cukup fantastis, yakni sebesar US$ 351 Juta. Hal ini sungguh memprihatinkan mengingat banyak masyarakat terdidik kita yang justru menganggur karena sedikitnya lapangan pekerjaan.

Para mahasiswa pun saat ini dimanjakan dengan semakin canggihnya teknologi sehingga mereka hanya mau berpikir praktis. Semenjak munculnya internet, mahasiswa menjadi malas untuk melangkahkan kaki ke perpustakaan untuk membaca referensi. Padahal, sumber dari buku asli dapat dipastikan lebih akurat dan mendetail daripada artikel di internet. Selain itu, kebiasaan copy-paste juga semakin membudaya di kalangan mahasiswa.

Mengapa demikian? Sepertinya beberapa mahasiswa sudah terlena dengan zona nyamannya. Mereka enggan beranjak dari berbagai kemudahan yang ditawarkan sehingga kurang termotivasi untuk menciptakan sesuatu baru.

Ketika melaksanakan kuliah pun sering terlihat masih ada mahasiswa yang memainkan gadget kesayangannya. Mereka lebih asik ngobrol tanpa arti dengan kawan nun jauh daripada mendengarkan penjelasan dosen yang memperdalam ilmu. Mungkinkah ilmu pengetahuan saat ini telah kalah pamor dari fitur gadget yang semakin menarik?

Beranjak sedikit dari mereka, ternyata masih ada mahasiswa yang memiliki pola pikir sebaliknya. Jika kita tengok, beberapa mahasiswa telah berhasil menciptakan inovasi baru demi berkembangnya Indonesia. Mulai dari kemunculan beberapa penemuan alat seperti robot canggih hingga mobil hemat energi yang saat ini marak diberitakan.

Namun apa hanya sebatas itu? Sejatinya, mahasiswa tetap memiliki keterbatasan, utamanya untuk masalah administrasi dan permodalan. Pemerintah mungkin telah mengucurkan sejumlah dana, namun itu belum cukup untuk mengakomodir seluruh kreativitas mahasiswa Indonesia. Layaknya simbiosis mutualisme, partisipasi dari semua pihak yang terlibat akan mampu memaksimalkan hasil yang ingin dituju.

Jadi, ingin menjadi mahasiswa penikmat yang tidak memiliki peran , atau menjadi mahasiswa pencipta yang menjadi tonggak perkembangan bangsa Indonesia kah kita? Jawabannya terletak di hati nurani kita masing-masing.

Puspa Devita Mahdika
Jurusan Teknik Kelautan ITS
Angkatan 2012

Berita Terkait