Bahan bakar dari buah bakau ini mereka sebut Nyxil Biodiesel. Menurut Sukron, syarat tanaman untuk bisa menjadi bahan biodiesel adalah bukan tanaman pokok pangan, tidak menggunakan lahan tanaman pangan dan ramah lingkungan. Akhirnya, mereka pun memilih buah bakau untuk dikonversi menjadi biodiesel.
Menurut keterangannya, daging buah bakau diperkirakan memiliki kandungan minyak sebesar 40 persen. Minyak ini kaya akan asam lemak berantai sedang (C8 – C14, red), khususnya asam laurat dan asam meristat. ”Sehingga, minyak ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel,” terang Sukron.
Untuk proses pembuatannya sendiri, Sukron menjelaskan bahwa buah bakau awalnya harus dimatangkan terlebih dahulu. Proses pematangan ini membutuhkan waktu hingga tiga bulan. Lalu, buah bakau tersebut diekstrak dan dipisah dari pelarutnya. Terakhir, hasilnya diesterifikasi in-situ dan didistilasi sehingga menjadi biodiesel.
Sukron mengaku, ide tersebut bermula ketika ia sedang melakukan sebuah penelitian mengenai bakau bersama salah satu seniornya. Saat itu mereka menemukan bahwa ternyata buah bakau memiliki beberapa kandungan yang sama seperti kandungan bahan bakar. "Dari situlah saya memulai penelitian ini dan kami ajukan dalam MITC," jelasnya.
Terdapat beberapa kelebihan dari alternatif bahan bakar temuan mahasiswa asal Kebumen ini. Di antaranya yaiutu memiliki nilai ekonomis yang rendah dan bahan bakunya mudah didapatkan. Kedua aspek itulah yang menjadi daya jual Nyxil Biodiesel ini sehingga berhasil menjuarai MITC.
Meski baru tahap penelitian laboratorium, Sukron dan timnya optimis untuk mengembangkan ide tersebut hingga benar-benar terealisasi. Untuk itulah, mereka berencana akan mengikutkan hasil penelitian ini ke Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). ”Semoga nantinya penelitian kami bisa didanai pemerintah agar bisa terus berkembang,” jelasnya.
Di akhir pertemuan dengan ITS Online, mereka sangat berharap temuannya ini bisa benar-benar diterapkan dalam kehidupan masyarakat pesisir. Pasalnya, mereka ingin meminimalisir ketergantungan masyarakat pesisir terhadap bahan bakar fosil. ”Dengan begitu, nantinya kita juga bisa menghemat cadangan minyak bumi dunia yang kian menipis. Ini adalah solusi kami dalam menghadapi krisis energi saat ini,” pungkasnya. (pus/sha)