Fakta mengatakan dari seluruh wilayah yang ada di kampus ITS Sukolilo, lebih dari 60 persennya terdiri atas pepohonan, rerumputan, dan tanaman hijau lain. Namun, apa yang menyebabkan ITS layak menyandang predikat Eco Campus adalah penggalakan program bernama Urban Farming dimana mahasiswa dan dosen bisa ikut serta dalam program yang bertujuan untuk menanam sayuran organik.
Tentunya, sayuran organik adalah sayuran yang bebas dari zat-zat pestisida kimia. Dalam hal ini, tentunya ITS masih berada dalam proses mendapatkan sertifikasi Urban Farming tersebut. Sehingga sayuran organik Urban Farming ITS belum bisa dikatakan sayuran organik yang sesungguhnya.
Dikutip dari website http://majalahenergi.com/nasional/its-eco-campus menyebutkan bahwa setiap bulannya, ITS harus membayar Rp 500 juta untuk penggunaan listrik dan Rp 300 juta untuk penggunaan air. Terlebih, hal itu juga didukung dengan fakta bahwa setiap bulannya tak kurang dari 4,5 ton sampah kertas harus dibuang oleh para sivitas akademika ITS.
Data itu akhirnya menjadi dasar dirumuskannya gerakan ITS eco-campus. Bahkan, untuk menegaskan komitmennya, ITS pun mengusung tema eco-campus dalam peringatan Dies Natalis ke-51 pada 10 November 2011.
Dikutip dari website http://sastrajepang-unud.blogspot.com/2012/09/green-campus.html dalam program eco-campus ada beberapa indikator ataupun parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran apakah kampus tersebut telah benar-benar telah mencapai sebutan eco-campus ataupun green campus. Adapun ukuran keberhasilan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok pengajaran, pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, dan penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape). Adapun faktor lainnya mencakup efisiensi penggunaan listrik, air, sumber daya alam, dan upaya kontribusi pengurangan pemanasan global.
Namun, nyatanya masih ada beberapa parameter yang belum bisa terlihat maksimal. Ambil saja satu contoh yaitu upaya kontribusi pengurangan pemanasan global yang dirasa masih sangat kurang. Nyatanya, lebih dari 90 persen sivitas akademika ITS masih menggunakan kendaraan bermotor di lingkungan kampus.
ITS seharusnya meniru program pemerintah seperti car free day dimana dalam satu hari dalam seminggu seluruh sivitas dilarang menggunakan kendaraan bermotor namun bukan hanya di satu jalan tapi di seluruh wilayah kampus. Lebih baik lagi jika sama sekali tidak menggunakan kendaraan bermotor dalam wilayah kampus.
Dan juga penggunaan AC di dalam kelas yang dirasa cukup menyumbangkan pemanasan global. Hal ini dikarenakan ketertiban untuk mematikan listrik yang tidak dipakai pada saat tidak ada kelas nyatanya belum bisa dipatuhi secara ketat.
Lantas, apakah ITS bisa benar-benar menjadi eco-campus yang sebenarnya atau malah hanya sekedar menjadi forest campus?
Irvan Cendickya Wira Artha
Mahasiswa Jurusan Manajemen Bisnis
Angkatan 2013
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)