ITS News

Kamis, 14 November 2024
12 Maret 2015, 09:03

Mahasiswa ITS Punya Cerita Loh!

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mahasiswa, berdasarkan definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Berdasarkan fungsinya, mahasiswa memiliki empat fungsi, yaitu agent of change, social control, moral force, dan iron stock.

Dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, seorang lulusan S1 dituntut untuk mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS untuk menyelesaikan masalah. Selain itu mereka juga harus mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.

Jika ditinjau dari komposisi masyarakat berdasarkan lulusan, hanya 7 persen dari masyarakat Indonesia yang memiliki pendidikan tinggi, dari S1 hingga strata di atasnya. Dan dalam kenyataannya, mahasiswa ITS bukanlah mahasiswa seutuhnya, bahkan lebih parah daripada siswa.  Mengapa demikian?

Sepanjang penulis hidup di ITS, animo dalam mengikuti kajian dan diskusi semakin menurun. Penulis telah mengalami empat masa pergantian Presiden BEM ITS, Pemilu Gubernur Jawa Timur 2013 dan juga Pemilu 2014. Sayang sekali, menurut penilaian penulis, KM-ITS justru bersikap dingin terhadap berbagai isu strategis yang berada di masyarakat.

Maaf, mahasiswa ITS bukanlah mahasiswa sosial politik maupun hukum sehingga tidak perlu memikirkan hal tersebut. Untuk apa repot-repot peduli dengan hal tersebut? Tenang saja, mahasiswa ITS juga bukanlah mahasiswa dibidang seni, khususnya seni musik. 

Kok bisa? 

Anda bisa lihat, berbagai acara big event organisasi mahasiswa setidaknya memiliki acara konser musik, tentunya dengan band-band yang cukup terkenal. Herannya lagi, acaranya lebih mirip Pusat Kajian Strategis KM-ITS dimana yang datang lebih banyak dari Keluarga Mahasiswa (KM) ITS. Bisa saja yang datang lebih dari seratus orang, bahkan Grha Sepuluh Nopember bisa penuh oleh acara musik tersebut.

Bandingkan dengan Pusat Kajian Strategis KM ITS yang mana seumur hidup saya, paling banyak berkisar antara 80-90 orang. Mungkin mahasiswa ITS lebih senang mendengar gonjrengan gitar dibanding suara sumbang mengenai kondisi negara sendiri.

Kebetulan sekali mahasiswa ITS sangatlah hobi dengan olahraga. Kali ini saya tidak bercanda. Ketika ada pertandingan ”persahabatan”, misal sejenis piala rektor memperingati Dies Natalis ITS atau Olimpiade Fakultas maupun acara lainnya, pasti pendukung dari kedua belah pihak akan ramai. Lebih-lebih apabila musuh bebuyutan jurusan bertanding. Hebatnya lagi, olahraga yang dilakukan bukan hanya satu jenis dalam satu waktu dan bukan hanya tim yang bertanding yang berolahraga.

Misalkan saja, dalam sebuah pertandingan pada jurusan yang ada di kampus kota dengan kampus desa. Selain bertanding futsal, acara disemarakkan dengan pertandingan silat, taekwondo, karate atau sejenisnya yang lebih mirip pada adegan film Kungfu Hustle atau Ip Man.

Tentu saja, sebagai moral force, mahasiswa ITS sangatlah anti dengan kerusakan moral. Mahasiswa ITS selayaknya akan menjaga moral agar tidak menyimpang. Moralitas memang nomor satu. Tentunya dengan kata korupsi, mahasiswa ITS garda terdepan dalam perlawanan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Silahkan pembaca lihat, ketika ada aksi mengenai isu korupsi berapa banyak stempel dan bon palsu yang ada di sekretariat ormawa yang ada di ITS, khususnya HMJ? Atau nota-nota palsu dari dana Program Korupsireativitas Mahasiswa. Tentu saja tidak ada, karena mahasiswa ITS sangat anti dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Belum lagi ketika pergantian kabinet organisasi mahasiswa, orang yang paling dekat dengan pemenang pemilu maupun dekat senior ‘lebih mudah’ mendapatkan jabatan strategis, apalagi dengan embel-embel lulusan pelatihan tertentu yang sertifikatnya saja tidak beres. Apakah itu ada? Tentu saja tidak, mahasiswa ITS sangatlah menjaga moralitas mereka.

Mari kita bandingkan dengan mahasiswa dengan siswa. Siswa di Makassar, tepatnya di SMAN 1 Makassar telah berhasil mendatangkan Secondhand Serenade, sebuah band dari Amerika yang sangat terkenal. Dengan biaya Rp 1,6 milyar, masyarakat Makassar bisa menyaksikan pertunjukan tersebut disebuah SMA. Silahkan dibandingkan dengan band-band yang tampil pada acara big event yang ada di ITS, apakah pernah mendatangkan artis seperti ini? Apabila membuat acara-acara dengan konser musik sebagai bentuk eksistensi jurusan, apa bedanya dengan pemikiran seorang siswa?

Selain itu, masalah tawuran mahasiswa ITS sangatlah payah dalam hal ini. Di Jakarta, terdapat dua SMA yang jaraknya tidak lebih dari seratus meter. Mereka selalu tawuran setiap minggu, terlebih hari Jumat. Tenang saja, sudah ada siswa yang mati. Berarti mahasiswa ITS lebih payah dalam urusan ini karena belum ada mahasiswa mati karena tawuran. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pantas mahasiswa tawuran?

Mengenai korupsi, jangan tanya. Dalam sebuah aksi yang menyuarakan anti korupsi, tentu saja ada sesi orasi.  Ketika itu, ada seorang mahasiswa berorasi yang penulis lupa siapa orangnya. Setelah ia turun, penulis tanya, ”Sudahkah Anda membuat PKM?”, dan kami tertawa terbahak-bahak.

Ketika teman penulis membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) mengenai acara kemahasiswaan, mahasiswa sangatlah kreatif, persis seperti slogan Arek ITS CAK yang mana salah satunya adalah kreatif. Kreatif seperti apa? Mulai dari nota palsu, koleksi cap dan stempel yang banyak tersedia , lalu tanda tangan palsu atau acara pecah nota agar pajak terhindar. Tenang saja, untuk poin ini siswa masih kalah dengan mahasiswa.

Sebagai Iron Stock, tentu saja mahasiswa ITS harus mempersiapkan penerus kadernya. Ketika mahasiswa ITS baru masuk selepas SMA, maka seniornya berteriak, ”Kalian mahasiswa, dek!”, atau misalkan kata sakti, ”Mana teman-teman kalian? Gak peduli sama teman kalian sendiri?”.

Penulis tinggal tertawa saja melihat kelakuan ‘senior’ mereka ketika ada sebuah forum yang membahas mengenai hajat hidup orang banyak, seperti forum diskusi terbuka mengenai KPK-Polri yang konon hanya sepuluh orang, forum Pukat yang rekornya paling banyak berkisar 80-90 orang atau forum kajian Mubes IV yang batal dilaksanakan karena pengunjungnya hanya nol orang. Kajian UU Keinsinyuran? Hanya sayup-sayup semilir angin bertiup berterbangan, alias sepi.

Kalau begini-begini saja kehidupan mahasiswa ITS, bagaimana bisa berkembang? Apakah bisa mahasiswa kritis dengan kondisi seperti ini? Atau mahasiswa berani menyikapi kondisi yang ada di negara sendiri? Atau minimal dengan peduli dengan hal-hal sosial? Jangan harap. Selama mahasiswa ITS tidak mau membaca, menulis dan berdiskusi hal-hal yang baik, maka seperti inilah kehidupannya.

Maka dari itu, ada yang perlu ditingkatkan dari kapasitas otak mahasiwa ITS. Bahwasanya, antara moralitas dengan intelektualitas perlu dikembangkan. Di beberapa aspek, terkadang mahasiswa masih belum bisa menjadi mahasiswa seutuhnya. Ketika mahasiswa lulus, maka masyarakat akan membutuhkan dan negara kita tidak butuh hanya orang pintar. Negara kita butuh orang pintar dan benar. Caranya dimulai dengan peduli, bukan hanya sekedar peduli dengan lingkungan sendiri tanpa memperhatikan lingkungan lainnya. Mahasiswa ITS haruslah sadar bahwa ia adalah bagian integral dari ITS dan juga Indonesia. Sejatinya, kaum yang hanya memiliki presentase kecil dalam angkatan kerja ini yang nantinya menggerakkan Indonesia kedepannya.

Muhammad Rowi Fajar

Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi

Angkatan 2012

Berita Terkait