Awalnya, pembuatan toga tersebut diinisiasi oleh Prof Ir.Priyo Suprobo MS PhD di akhir masa jabatannya sebagai Rektor ITS periode 2007-2011 silam. Sebelumnya, toga yang dikenakan rektor dan para petinggi ITS hanya terdiri dari warna hitam dan tidak bermotif. Padahal, toga tersebut sering digunakan untuk menghadiri prosesi di luar negeri. "Saat itu, menurut Pak Probo, toga milik ITS terlihat sangat sederhana dibandingkan milik univeritas lain, terutama universitas luar negeri," ungkap Anggri Indraprasti SSn MDs.
Melihat fenomena tersebut, dosen Jurusan Desain Interior ini pun mendapat kepercayaan untuk membuat desain toga yang baru. "Pesan dari Pak Probo, toga tersebut harus bisa merepresentasikan ITS, Jawa Timur, dan Indonesia. Saya pun akhirnya memilih motif Candi Bentar," ucap Anggri.
Pemilihan motif tersebut bukan tanpa alasan, Menurut Anggri, Candi Bentar merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang erat kaitannya dengan Provinsi Jawa Timur. Tak hanya itu, dari sudut pandang teknis, motif Candi Bentar adalah yang paling berpotensi untuk dibuat dengan teknik tenun songket. Anggri meyakini, teknik inilah yang menghasilkan kualitas paling baik di antara teknik pembuatan tekstil yang lain. "Dengan tenun songket benang sutra pintal emas dan perak tersebut, toga jadi terlihat mewah dan sangat mencerminkan Indonesia," jelasnya.
Dibantu oleh tiga mahasiswa, yaitu Arif Susanto dari Jurusan Desain Produk Industri, Mariah Najida dari Jurusan Desain Interior, dan Bonita Ayu dari Jurusan Desain Komunikasi Visual, pembuatan toga tersebut memakan waktu satu tahun lamanya. "Pembuatan songket dikerjakan langsung oleh perajin di Palembang. Satu songket saja membutuhkan waktu satu bulan untuk diselesaikan," ujar dosen mata kuliah Desain Nusantara ini.
Diakui Anggri, tak hanya memakan waktu yang cukup lama, pembuatan toga tersebut juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Satu toga menghabiskan biaya lebih dari tiga juta rupiah. Untuk itu, pembuatannya juga dilakukan bertahap," ungkapnya. Pada tahap pertama, hanya dibuat 13 toga untuk Rektor, Wakil Rektor, Ketua Senat ITS, Ketua Dewan Pertimbangan, Dekan, dan Direktur Program Pascasarjana. Selanjutnya, toga tersebut akan dibuat untuk seluruh anggota senat ITS.
Sementara itu, Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono DEA, rektor ITS, mengutarakan kebanggaannya terhadap modifikasi toga barunya. Apalagi, toga tersebut akan sering digunakan dalam prosesi di dalam maupun luar negeri. "Karena toga ini sangat mencerminkan budaya Indonesia, jadi akan terlihat lebih menarik ketika bersanding dengan toga lain yang motifnya lebih sederhana, bahkan ada yang tanpa motif," ujar Tri Yogi.
Di akhir, Anggri turut menuturkan harapannya terhadap perkembangan teknik tenun songket sebagai salah satu warisan Budaya Indonesia. Dimana, teknik tersebut bisa diaplikasikan dalam desain modern seperti Toga di universitas-universitas lain. "Setiap universitas bisa dibedakan dari motif khasnya, tergantung pada daerah masing-masing. Ini akan berdampak baik untuk turut mengenalkan budaya Indonesia," pungkas Anggri. (ayi/ady)