Ya, mereka menggunakan bahasa inggris untuk berkomunikasi dengan kita. Pembawaannya begitu berani, posturnya agak tinggi, rasa-rasanya mahasiswa ITS mulai sering dihadapkan dengan pemandangan ini. Minggu lalu saya berbincang dengan salah seorang dari mereka, ucapnya; ”Di negara saya perkuliahan berjalan dengan begitu hidup, tidak ada rasa takut bagi kami untuk bertanya, memberi masukan, maupun saran kepada dosen di kelas saat jam perkuliahan berjalan, mengapa disini mahasiswa hanya diam saja hingga perkuliahan berakhir? ” aya pun hanya terdiam dan tersenyum.
Benar. Kampus kita ITS tercinta faktanya sedang mengalami masa transisi. Transisi menjadi kampus yang bertaraf internasional. Sejumlah masyarakat berasal dari berbagai negara menempuh jenjang perkuliahan di ITS sebagai bentuk kepercayaan mereka akan kredibilitas kampus ini. Mereka mencoba berbaur dengan mahasiswa lokal dan berkuliah bersama dengan mereka. Pertanyaan yang muncul ialah; siapkah setiap elemen kampus akan hal tersebut? Internasionalisasi? Realita yang terjadi justru sebaliknya.
Kemarin, saya bercakap-cakap dengan salah seorang teman saya yang juga menjadi volunteer di ITS International Office, uniknya, suatu hal serius terjadi akhir-akhir ini. Dua mahasiswa asal benua biru menempuh perkuliahan di salah satu jurusan di ITS. Pada awal perkuliahan mereka memilih mata kuliah yang tertulis dijadwalkan pada hari senin dan selasa. Wajar saja, hal itu dilakukan lantaran hendak mengeksplorasi keindahan Indonesia pada hari-hari lainnya. Memang tidak ada yang salah, sejauh seluruhnya berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Namun, kenyataan berkata lain. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak sedikit dosen di ITS yang kerap kali mengganti jadwal perkuliahan tanpa penginfoan lebih awal kepada mahasiswanya. Bagi mahasiswa lokal ITS, hal itu tidak menyulitkan, mereka memiliki banyak teman yang bisa dengan mudah saling menginfokan jadwal yang semena-mena berubah itu. Akan tetapi, bagaimana nasib mereka yang berstatus sebagai ‘mahasiswa asing’?
Mereka melewatkan sebagian besar kelas yang ternyata telah berjalan bukan pada hari Senin dan Selasa. Kehidupan perkuliahan terus berjalan tanpa penginfoan kepada mereka. Sang mahasiswa asing bingung dikarenakan tidak pernah ada perkuliahan. Di sisi lain, sang dosen kesal karena sang mahasiswa tidak pernah datang kuliah dan akhirnya mencap mahasiswa asing datang ke Indonesia hanya untuk berlibur.
Memang benar, setiap orang pantas memberikan pembenaran atas segala yang telah diperbuatnya. Tindakan yang seseorang lakukan bisa dinilai benar, maupun salah, tergantung melalui sudut pandang mana kita melihat. Meski begitu, lingkungan kampus kita mulai mengalami perubahan. Kurang lebih 8 bulan, waktu yang tersisa bagi kampus ini dan Negara Indonesia untuk mempersiapkan diri menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) 2015, apakah momentum ini ialah momentum yang baik? Ya, sangat baik apabila kita mau bersinergi dengan perubahan. Bila kalian bertanya apa hal kecil yang bisa kita mulai untuk bersinergi dengan perubahan? Jawabannya ialah sebuah karakter, yaitu inisiatif dan pikiran positif.
Sebagai mahasiswa, mari kita berinisiatif untuk mengupayakan datang tepat waktu dalam perkuliahan. Mari berinisiatif untuk bertanya dan memberi masukan kepada dosen saat perkuliahan. Jangan takut untuk memulai sesuatu yang benar. Mari berinisiatif untuk bersahabat dan berkomunikasi dengan mahasiswa asing serta bersahabat dengan mereka, mari berfikir positif bahwa banyak hal yang bisa dipelajari dari mereka.
Bagi para Bapak dan Ibu Dosen, mari berinisiatif untuk konsisten dalam menetapkan jadwal perkuliahan. Seringkali mahasiswa datang ke kelas menunggu Bapak dan Ibu untuk datang mengajar dan ternyata mahasiswa kembali pulang setelah sekian lama menunggu Bapak dan Ibu tanpa kabar. Karena sejatinya, kejelasan waktu dan jadwal menciptakan kinerja mahasiswa dan dosen menjadi lebih produktif dan terencana. Mari berfikiran positif untuk menilai mahasiswa secara objektif, tanpa memandang perbuatan mereka di masa lalu, kesalahan yang telah diperbuat, agama, budaya, maupun negara dimana mereka berasal.
Banyak fenomena terjadi dimana mahasiswa melakukan kesalahan yang kurang berkenan di hati dosen dan pada akhirnya, selamanya sang dosen memberikan nilai E kepada mahasiswa itu. Dalam kaitannya dengan lingkup internasionalisasi, ketidaksenangan sejumlah dosen dengan mahasiswa asing akan tingkah laku, cara berpakaian, dan kebudayaan mereka berujung pengucilan mereka dalam perkuliahan.
Prasangka-prasangka buruk terhadap mahasiswa asing berujung pada sikap acuh tak acuh apabila dihadapkan dengan foreign student. Penilaian yang baik ialah penilaian yang berorientasikan pikiran positif, menilai mahasiswa berdasarkan apa yang mampu dan telah ia capai secara akademis dalam perkuliahan. Sanksi memang perlu ditegakkan, tetapi harus didasari alasan yang logis, dan bukan alasan emosional semata.
Bapak dan Ibu Dosen, serta teman-teman mahasiswa, kita semua ialah garda terdepan penentu nasib kampus ini di masa depan. Apapun yang kita perbuat, terutama terhadap mahasiswa asing akan menentukan citra kampus ITS tercinta ini di hadapan negara dan kampus lain di dunia. Segala hal yang telah mereka peroleh di kampus ini entah baik maupun buruk pada waktunya akan menjadi penentu persepsi mereka secara keseluruhan terhadap bangsa Indonesia sehingga citra buruk kampus akan membawa dampak bagi citra buruk bangsa. Menghentikan pikiran negatif yang merusak dan menjadi pribadi yang berinisiatif ialah beberapa karakter penting yang harus kita bangun untuk menjadi bangsa yang besar dan diakui secara internasional.
Dalam kaitannya dengan beberapa realita diatas, saya seakan sangat berpihak kepada mereka para mahasiswa asing. Namun, itu dilakukan karena sudah bukan waktunya lagi berpihak kepada seseorang yang mempertahankan kebiasaan lama. Kebiasaan-kebiasaan di atas ialah beberapa contoh hal yang akan menjerumuskan kita bila terus dipertahankan, bukan hanya bagi pribadi, namun juga menjerumuskan masa depan kampus kita tercinta.
Dunia ini berubah dengan sangat cepat seiring berjalannya waktu dan hal ini membuat banyak orang yang tidak seirama dengan perubahan akan jauh tertinggal hingga akhirnya tergilas. Mari berpikir positif dan berinisiatif untuk berubah seirama dengan dinamisnya dunia. Apakah saudara-saudari mahasiswa dan Bapak-Ibu Dosen serta seluruh elemen ITS setuju dengan hal ini? Jika ya, mengapa selama ini diam saja?
Georgi Ferdwindra
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil
Angkatan 2012
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)