ITS News

Kamis, 14 November 2024
07 April 2015, 08:04

Selamatkan Hutan Mangrove Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Hutan Mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau adalah jenis hutan yang kurang populer di Indonesia. Sungguh mengherankan mengingat betapa besar manfaat mangrove dalam menyelamatkan lingkungan. Selain sebagai habitat bagi berbagai macam satwa dan tanaman, hutan mangrove juga mampu menyerap karbondioksida 10 kali lebih kuat daripada hutan kota.

Selain itu, mangrove juga memiliki kemampuan untuk melindungi pantai dari abrasi dan sebagai filter agar air asin tindak memasuki kawasan daratan. Namun ada satu manfaat yang luar biasa dari hutan mangrove, hal itu adalah kemampuannya untuk melindungi pantai dari hantaman tsunami.

Menengok kembali tragedi gempa dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2004 silam, kita dapat melihat pentingnya hutan mangrove sebagai upaya perlindungan. Pulau Sumuleu yang masih utuh kualitas hutan mangrovenya mendapatkan dampak yang tak separah daerah NAD yang turut dihantam tsunami. Penelitian di Teluk Grajakan, Banyuwangi juga menunjukan mangrove dapat mereduksi tinggi gelombang sebesar 0,734 meter dan mengurangi energi gelombang sebesar 19,635 joule.

Pantaslah apabila Jepang yang juga rawan bencana tsunami menanam mangrove sebagai green belt atau sabuk hijau untuk mengurangi efek tsunami. Lantas bagaimana dengan Indonesia? 28 pantai Indonesia dinyatakan rawan terkena dampak tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak yang beralih fungsi.

Jawa Timur sendiri merupakan salah satu lokasi yang rawan terkena tsunami. Namun ironisnya, hutan mangrove di Jawa Timur telah sampai di penghujung kepunahan. Di Sidoarjo, 48 persen mangrovenya telah beralih fungsi. Di Surabaya, dari 26 kilometer panjang garis pantai, hanya 8 kilometer saja yang ditanami pohon mangrove.

Populasi mangrove pun terus menurun karena desakan industri dan pemukiman. Juga karena kurangnya peraturan daerah yang melindungi kelangsungan hidup hutan mangrove. Di Sidoarjo sudah terdapat Perda nomor 17 tahun 2003 yang cukup melindungi keselamatan mangrove di Sidoarjo. Namun berbeda dengan di Surabaya, belum adanya peraturan yang mengatur perlindungan mangrove sangat mengecewakan mengingat dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) tahun 2018, pemerintah akan menjadikan mangrove sebagai wilayah konservasi.

Melihat ketidakjelasan aturan pemerintah untuk melindungi mangrove sementara populasi mangrove terus menurun, akankah kita sebagai kaum terdidik akan diam saja?. Apalagi gerakan penyelamatan mangrove sudah mulai tercium di daerah lain. Contohnya saja mahasiswa UPN Yogyakarta yang mengadakan gerakan penanaman pohon mangrove pada Oktober silam.

Kita, sivitas akademika ITS yang memiliki perhatian cukup besar di bidang kemaritiman seharusnya mulai memperhatikan kondisi mangrove di wilayah Jawa Timur, khususnya di kota Surabaya. Apalagi, lokasi ITS yang kebetulan sangat berdekatan dengan kawasan pantai.

Apabila kita menunggu ajakan dari pemerintah, maka usaha penyelamatan mangrove tidak akan kunjung terlaksana. Bukankah lebih baik lagi apabila kita yang menjadi pionir gerakan penyelamatan mangrove Surabaya? Dengan gerakan ini, siapa tahu kita mampu menginspirasi perguruan tinggi lain untuk melakukan hal sama di daerahnya masing-masing. Kita bisa mendapat keuntungan ganda, menyelamatkan lingkungan sekaligus membuat pencitraan terhadap ITS.

Kita perlu mengingat bahwa masalah lingkungan bukan hanya milik mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan, masalah maritim juga bukan hanya tanggung jawab mahasiswa Fakultas Teknologi Kelautan. Keberlangsungan hidup hutan mangrove merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat mengingat salah satu peran manusia adalah sebagai pengelola lingkungan. Maka belum terlambat bagi kita untuk mulai beraksi guna menyelamatkan hutan mangrove di Indonesia.

Mari kita mulai turun tangan untuk menyelamatkan populasi mangrove!

Selamat Hari Menanam Pohon Indonesia!

Saktia Golda Sakina Dewi

Mahasiswa Jurusan Desain Produk Industri

Angkatan 2013

Berita Terkait