Telah ada berbagai penelitian mengenai pemanjangan usia simpan buah yang terangkum dalam jurnal nasional maupun internasional. "Akan tetapi cara-cara yang biasanya dipakai untuk mengawetkan buah mempunyai beberapa kekurangan," ujar Lutfi. Misalnya saja mengawetkan buah dengan metode lilin. Menurutnya, lilin cair akan dibalutkan ke seluruh bagian buah dan buah dapat bertahan hingga berhari-hari.
Selain itu, dapat juga mengawetkannya dengan menggunakan suhu. "Namun, ada beberapa buah yang tidak tahan terhadap suhu. Misalnya saja pisang," terang Lutfi. Dalam kondisi temperatur tertentu, ia meyakini warna pisang akan semakin gelap dan akhirnya akan membusuk. Tak hanya pisang, hal serupa juga terjadi pada buah lain seperti apel.
Namun, melalui sebuah jurnal internasional yang dipelajarinya bersama tim, disimpulkan bahwa cara paling ampuh dan efisien untuk mengawetkan buah adalah dengan menggunakan gas. "Kami ingin membuat metode yang dapat digunakan oleh semua buah, oleh karena itu kami menggunakan sistem gas ini," ujarnya. Selain itu, alasan lain yang diungkapkannya adalah sifat dari gas itu sendiri yang dapat memenuhi seluruh bagian ruangan box yang tidak dimiliki oleh jenis zat lainnya.
Sistem Kerja Alat
Sistem kerja dari gas tersebut yaitu dengan cara menyerap gas etilen yang berfungsi sebagai pematang buah. "Akan tetapi tidak semua gas etilen dapat terserap sempurna. Oleh karena itu, gas tersebut dirancang untuk langsung memotong enzim yang memproduksi gas etilen," terang Lutfi. Ia menuturkan enzim yang memproduksi gas etilen adalah gas ACC/ACO. Ia menambahkan dengan terpotongnya enzim tersebut, maka proses pematangan buah juga akan terhenti.
Sedangkan untuk jenis gas yang digunakan adalah gas Nitrogen Monoksida (NO) dengan pelarut berupa Nitrogen (N2). "Fungsi dari Nitrogen Monoksida adalah memotong enzim ACC/ACO tadi," ujar Lutfi.
Selain itu, kelebihan dari metode gas ini adalah lebih ekonomis dibandingkan dengan metode suhu ataupun lilin. "Dikatakan lebih murah karena cairan yang digunakan hanya sepuluh mililiter," ujar Lutfi. Sedangkan harga per meter kubik gas tersebut adalah 250.000 rupiah.
Pun demikian, Lutfi berpendapat alatnya tersebut memerlukan revisi dan penyempurnaan lebih lanjut. "Masa tahan buah kan macam-macam, kami harus terus mengembangkannya dan segera mengetahuinya," ujar Lutfi. Lebih lanjut, ia menyebutkan hal yang mengejutkan timnya adalah ketika kemarin ada yang menawar alat tersebut ketika pameran berlangsung, tetapi pihaknya belum percaya diri untuk bisa melepas alat ini. Dirinya beranggapan jika alatnya telah sempurna, maka alat itu akan segera dilepas ke pasaran agar dapat meluas kebermanfaatannya.
Rencananya, alat tersebut akan diterapkan ke dalam kontainer-kontainer skala besar dengan daya vakum yang tinggi. Ketika lomba, Lutfi dan timnya menggunakan sebuah box kecil berukuran 40x20x30 cm. Gas NO dan N2 akan diinput ke dalam box melalui sebuah alat dan disebarkan ke seluruh ruangan dalam box.
Lutfi juga menjelaskan masih ada gas-gas lain selain gas Etilen yang dapat mempercepat pematangan buah. Contohnya adalah uap air, oksigen, dan karbon dioksida. "Ketika box difungsikan, biasanya gas akan membuat endapan uap air di dinding-dinding box, sehingga berpengaruh terhadapat pematangan buah juga," ujar Lutfi.
Oleh karena itu, Lutfi dan tim ingin meneliti tentang jenis-jenis gas yang dapat membersihkan atau menyerap uap-uap air yang ada. Didapat, gas tersebut bernama absorben, dimana memiliki berfungsi untuk menyerap gas-gas lainnya.
Pengalaman Lomba
Seperti diketahui, Lutfi dan tim berhasil meraih podium pertama setelah secara resmi diumumkan oleh panitia di akhir kegiatan pameran. Namun, hal itu diakuinya sama sekali tak disangka-sangka lantaran persaingan kompetisi yang cukup ketat. Ia mengutarakan gelaran GMA 2015 yang memiliki salah satu sub event Agriculture Innovation Competition (AIC) 2015 merupakan sebuah lomba inovasi yang bergerak di bidang pertanian.
Ia mengatakan di awal kompetisi seleksi makalah untuk masuk sepuluh besar terbaik menjadi tantang pertama yang dihadapinya. Terdapat dua tim dari ITS yang lolos ke tahap sepuluh besar tersebut, tim dari jurusan Kimia dan Teknik Elektro. "Sebenarnya kami merasa alat mereka sangat mumpuni dan kami takut untuk menyaingi mereka," ujar Lutfi.
Ia menyampaikan alat yang dibuat oleh tim dari jurusan Teknik Elektro adalah sensor yang dapat mengukur semua keadaan tanah. Mulai dari kelembaban tanah, suhu tanah, hingga kadar keasaman tanah. Lalu, sensor tersebut nantinya akan disambungkan ke komputer untuk dapat dipantau kondisi tanahnya.
Meski begitu, pada tahap kedua, hanya Lutfi dan timnya yang berhasil lolos untuk mempresentasikan makalahnya di kampus UGM. Tahap tersebut lalu diakhiri dengan gelar karya produk yang menuntut para peserta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar produk ciptaannya dari para juri dan pengunjung. "Nah, saat itulah ada seorang petani yang ingin membeli alat kami. Ada juga seorang konsultan pertanian yang ingin bergabung dalam tim kami untuk penelitian selanjutnya," ujar Lutfi. (oti/man)
Kampus ITS, ITS News — Memberikan dedikasi terbaiknya dalam pengembangan riset dan pemberdayaan ilmu pengetahuan, kembali membawa dosen Departemen Kimia,
Kampus ITS, ITS News — Mengimplementasikan salah satu program yang disampaikan pada Pidato Rektor Awal Tahun 2025, Institut Teknologi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali meneruskan estafet kepemimpinan dalam lingkup fakultasnya. Dr Ing
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali melahirkan doktor berprestasi, yakni Dr Muhammad Ruswandi Djalal SST