Ellya menjelaskan bahwa tujuan dari workshop tersebut adalah untuk berbagi ilmu antara pengrajin dan mahasiswa Despro. "Pengrajin biar bisa berkesplorasi dan menciptakan bentuk desain manik-manik yang baru dari mahasiswa Despro. Begitu juga sebaliknya, mahasiswa biar bisa mengerti dan paham mengenai pembuatan manik kaca," terang Ellya.
Manik Jombang merupakan industri manik terbesar di Indonesia dan sudah mendapat berbagai penghargaan di kancah nasional maupun internasional. Pengrajin manik Jombang mampu membuat olahan manik sehingga memiliki kualitas yang jauh melebih produk manik olahan pabrik. Misalnya susah pecah meski terbuat dari kaca serta memiliki motif yang lebih rumit daripada manik pabrikan.
Tak hanya itu, Ellya juga berusaha mempromosikan manik-manik Jombang kepada kalangan desainer. "Promosi manik-manik itu paling efektif dengan cara experimental learning. Sebab, kalau melihat dari posternya saja maka tidak menarik, bahkan lihat videonya pun hanya sebagian yang memperhatikan dan itupun hanya sebentar," pungkas Ellya. Menurutnya, seseorang akan lebih menghargai manik-manik jika merasakan sendiri bagaimana pembuatan manik itu sendiri.
Namun, sebenarnya Ellya lebih menyukai dialog yang terjadi antara desainer dan pengrajin. "Ketika desainer frustasi karena bentuk manik yang dibuat tidak sesuai dengan desain awal dan ketika pengrajin tidak mampu membuat manik sesuai desain yang diajukan oleh desainer, di situlah bagaimana kesepakatan antara desainer dan pengrajin terbentuk," ujar Ellya.
"Ada proses saling mengerti antara pengrajin dengan desainer dimana sebelumnya pengrajin ditempatkan lebih rendah daripada desainer, namun sekarang setara. Hal tersebut dikarenakan adanya proses dialog antara keduanya," ujar Ellya.
Saat ini, terdapat 200 pengrajin yang tersebar di Jombang dan hanya terdapat sekitar sepuluh pengrajin yang memiliki keterampilan sangat memuaskan. "Tidak semua pengrajin bisa membuat bentuk-bentuk yang seperti desainer inginkan. Biasanya mereka hanya membuat manik polosan seperti bulatan-bulatan saja," ujar Ellya.
Sebenarnya, sudah terdapat berbagai pelatihan guna meningkatkan kemampuan pengrajin dalam mendesain manik-maniknya dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Namun, adanya berbagai masalah yang terjadi baik internal maupun eksternal membuat pelatihan manik tersebut sia-sia belaka.
"Misalnya saja desain dari pengrajin A ditiru oleh pengrajin B dan pengrajin B memiliki pasar yang lebih bagus. Atau pengrajin C yang pindah-pindah kerja dengan membawa rahasia perusahaan dari tempat kerja sebelumnya," terang Ellya. Begitu kompleksnya masalah mereka membuat inovator-inovator manik di Jombang menjadi malas untuk berkreasi.
Selanjutnya, Ellya akan menyurvei kembali mengenai keefektifan workshop tersebut dan akan kembali mengadakan acara serupa jika memungkinkan. (oti/akh).