Fajri sapaan akrabnya, mengapresiasi sistem terbaru dalam pemira kali ini yang menggunakan sistem e-vote. Menurutnya, penggunaan sistem ini merepresentasikan ITS sebagai kampus berbasis teknologi. Namun, ia tetap memberikan evaluasi mengenai pelaksanaan penggunaan e-vote ini.
Evaluasi pertama dari Fajri adalah kesiapan infrastruktur tentang e-vote. Infrastruktur yang dimaksudkan olehnya seperti contoh Wi-Fi dan notebook yang digunakan dalam proses e-vote. Ia sendiri memberi saran agar infrastruktur untuk pemira lebih dipersiapkan. "Tak hanya infrastruktur seperti Wi-Fi dan notebook namun yang lainnya juga," imbuhnya.
Sedangkan, evaluasi lain adalah sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada jajaran bagian teknis di bawahnya. Menurut penuturan Fajri, terdapat beberapa Komisi Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang kurang mengetahui mekanisme teknis di lapangan ketika terjadi sedikit kesalahan. Dari evaluasi tersebut, ia menyarankan agar diberikan pelatihan khusus penggunaan e-vote mengingat pemira kali ini menggunakan sistem baru tersebut.
Ditilik dari Undang-Undang (UU) mengenai pemira, Fajri mengungkapkan, dengan penggunaan sistem baru tentu UU yang diberlakukan juga diperbarui. Karena perdana inilah, ujarnya, UU yang mengatur tentang penggunaan sistem e-vote harus dimatangkan dan diperkuat. Hal ini juga mengurangi kemungkinan masalah yang timbul ke depan jika terdapat celah atau kekurangan. "Tetap memakai e-vote namun harus ada evaluasi untuk selanjutnya," tutur mahasiswa jurusan Teknik Perkapalan ini.
Lain hal tanggapan, Adian L Nurrohman, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) ini mengklarifikasi beberapa masalah yang terjadi selama proses e-vote. Sebut saja miss komunikasi yang terjadi di jurusan Statistika. Dari keterangannya, permasalahan tersebut adalah dokumentasi dan database yang terdapat ketidakcocokan. Alhasil, penyelesaiannya saksi dari kedua pihak capres BEM harus meninjau ulang. "Kedua saksi telah meninjau dan telah membuat berita acara mengenai hal ini," terangnya.
Selain itu, dari segi aplikasi e-vote yang dipermasalahkan pemilih, menurut Adian menunjukkan coding adalah rahasia programmer itu sendiri. Tentunya, coding bukan hal yang bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Karena itu, terjadinya kegagalan software sudah berusaha diminimalisir agar e-vote berjalan lancar.
Mengenai peretasan, ia mengungkapkan, e-vote sendiri menggunakan sistem self-delete jika terdapat kebobolan sistemnya. Self-delete yang dimaksud adalah software akan menghapus beberapa komponen secara otomatis. Jika terjadi hal itu, e-vote tidak akan bisa berjalan lancar. "Analoginya adalah seperti mencabut komponen rantai di motor. Jika dicabut tentu motor tidak akan berjalan," tukasnya. (van/ao)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan eksistensinya di kancah global dengan menempati posisi
Kampus ITS, ITS News — Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar lima persen pada 18 Maret 2025 lalu
Kampus ITS, ITS News — Membawa perubahan baru dalam dunia teknologi kecerdasan buatan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) meluncurkan Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Isu krisis iklim yang kian membutuhkan solusi nyata mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR