ITS News

Kamis, 14 November 2024
27 Oktober 2015, 10:10

Junjung Bahasa Melalui Semangat Sumpah Pemuda

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bahasa adalah akar, fondasi, atau elemen terpenting dalam suatu bangsa. Dari bahasa lah maka budaya dalam masyarakat lahir. Menurut Pramoedya Ananta Toer, tanpa mempelajari bahasa sendiri, orang takkan mengenal bangsanya sendiri. Kecintaan suatu bangsa terhadap bahasanya adalah cerminan bagaimana bangsa tersebut menjunjung ragam budaya negaranya.

Tetapi nyatanya, bangsa Indonesia kini seolah-olah tidak mengenal bangsanya sendiri. Masuknya berbagai budaya asing karena arus globalisasi mengakibatkan terkikisnya rasa nasionalisme mereka secara perlahan. Anggapan bahwa budaya asing lebih keren dan modern adalah salah satu alasan mengapa budaya Indonesia saat ini kurang diminati oleh anak muda dan terancam punah karena tidak adanya generasi penerus.

Seseorang rela merogoh kocek jutaan rupiah untuk sekedar menonton penampilan boy band Korea tetapi enggan untuk mengeluarkan uang sepuluh ribu untuk menyaksikan pagelaran seni Indonesia. Contoh tersebut adalah akibat dari kurangnya kita menjunjung dan mengapresiasi  bahasa Indonesia. Gagal kita mengapresiasi bahasa, disitu sekaligus kita gagal mengapresiasi budaya.

Di era globalisasi ini menguasai bahasa Inggris bisa dibilang adalah sesuatu yang wajib dimiliki setiap orang. Tuntutan untuk cakap berbahasa Inggris sudah ada sejak tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dengan adanya MEA akhir tahun ini, maka tuntutan berbahasa Inggris pun juga merambah ke dunia kerja. Nasib bahasa Indonesia pun kian terombang-ambing di negeri sendiri.

Apalagi, saat ini pemerintah sudah membatalkan wacana tentang syarat wajib pekerja asing untuk bisa berbahasa Indonesia. Pemerintah malah menggantinya dengan wajib bisa berbahasa Inggris. Disini pemerintah sudah gagal memberikan contoh kepada rakyatnya untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.

Saya pernah mendengar dari dosen Mata Kuliah Wawasan Kebangsaan yang kebetulan mengajar bahasa Indonesia, bahwa untuk mengajar di ITS sebagai pengajar bahasa Indonesia saja, yang diuji adalah bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa Indonesia seolah tidak penting untuk dijadikan tolak ukur kemampuan seseorang.

Maka dari itu, tak sedikit orang lebih berminat untuk mendalami bahasa asing terutama bahasa Inggris untuk menunjukkan tingkat intelektual mereka. Mereka akan dicap berpendidikan tinggi  apabila fasih berbahasa Inggris. Kondisi seperti ini semakin memperlihatkan bahwa kedudukan bahasa Indonesia lebih rendah dari bahasa Inggris.

Tidak ada salahnya memang untuk mempelajari bahasa asing terutama bahasa Inggris, tetapi semua itu juga harus diimbangi dengan menerapkan rasa cinta dan bangga akan bahasa Indonesia itu sendiri. Hal tersebut harus dipupuk sejak kecil untuk mewujudkan generasi penerus bangsa nantinya lebih memiliki rasa bangga terhadap apa yang telah dimiliki oleh bangsanya sendiri yaitu bahasa Indonesia dan meletakan bahasa asing hanya sebagai penunjang.

Oleh karena itu, jadikan semangat Sumpah Pemuda kali ini sebagai titik balik kita untuk menjunjung tinggi kembali bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Jika kita dapat menerapkan rasa bangga terhadap bahasa persatuan kita sendiri maka bukanlah hal yang sulit untuk membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik dan mampu bersaing di kancah internasional.

Mochamad Ihsan Ananto
Mahasiswa Jurusan Statistika
Angkatan 2015

Berita Terkait