ITS News

Kamis, 14 November 2024
22 Desember 2015, 14:12

Nak, Kapan Pulang? Ibu Kangen

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Namun, ibunya bercerita bagaimana asiknya mengelilingi dunia yang tak pernah dilihat sebelumnya. Ibunya bercerita bahwa dunia luar begitu menakutkan, ia harus menghadapi semua sendirian. Ketika sang ibu dandelion merasa sendirian saat malam tiba, hanya sinar rembulan yang menemani. Namun, dibalik itu semua, sang ibu tetap menyemangati sang dandelion remaja untuk berani memulai petualangannya ke dunia luar.

Sampai pada akhirnya sang dandelion remaja itu terbang ke dunia bebas. Meski takut pada awalnya, ia tetap berani terbang mengangkasa. Bagi kita, mungkin itu hanya sebuah fabel unik dan tidak penting. Namun, tahukah di akhir cerita saat sang dandelion remaja memantapkan hati untuk terbang ke dunia luar saat itu pula ia tidak mempunyai kesempatan lagi bertemu dengan ibunya.

Bercerita tentang seorang ibu, bagaimana seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya berusaha mendidik anaknya untuk menjadi dewasa walaupun di dalam hatinya ia sangat tidak ingin berpisah dengan putra atau putrinya. Apalagi dalam cerita itu dandelion yang sudah terbang tidak akan bisa kembali ke ibunya.

Lain ceritanya dengan seorang anak manusia yang sedang berjuang di daerah tetangga. Di mana kehadiran seorang ibu adalah obat terbesar baginya. Sehingga sang anak itu pun harus mencari sendiri obat lain yang bisa menggantikan obat terbesar itu. Walaupun obat seperti itu tidak akan pernah terganti meskipun diganti dengan sosok ibu lainnya.

Sampai ia menemukan alasan bahwa ibu yang ditinggalkannya adalah alasan untuknya agar bisa menjadi seorang yang dewasa baik perilaku, sikap, maupun pemikiran. Meski sang anak tidak tahu kapan akan bertemu dengan ibunya lagi?

Kawan, sudah berapa lama kita menginjak bumi kota Pahlawan ini? Satu tahun? Dua tahun? atau mungkin lima tahun? Sudahkah kita menelpon orang tua kita di sela kesibukan kuliah, organisasi, atau praktikum kita?

Walaupun mungkin pertanyaan kita saat menelpon mereka tak jauh dari bagaimana kabar mereka? jawabannya yang kita terima pun tak jarang sama Ibu atau Bapak baik-baik saja nak. Dan juga pertanyaan sama yang mereka lontarkan pun tak jarang sama seperti Bagaimana kabarmu? Bagaimana kuliahmu?

Meski pertanyaan mereka mempunyai nilai kebosanan tersendiri, di situlah letak perhatian terbesar orang tua. Coba bayangkan jika yang ditanya adalah bukan kabar atau kuliah kita. Coba jika yang ditanya adalah bagaimana keadaan Kota Surabaya? Bagaimana keadaan teman-temanmu? Bayangkan jika yang ditanya bukan tentang kita tetapi orang lain.

Bagi seorang mahasiswa yang tidak sampai menempuh waktu satu hari untuk bertemu orang tua mereka akan menjadi keirian tersendiri untuk mahasiswa perantauan. Yang mungkin hanya bertemu orang tua satu atau dua tahun sekali. Itu pun saat libur semester saja. Apalagi jika ada teman perantauan juga yang suka pulang di libur pendek perkuliahan. Sang perantau akan merasa temannya itu tidak bisa jauh dari orang tua.

Meski mungkin si perantau akan iri, sejatinya pulang bertemu orang tua adalah salah satu wujud memberi kabar kepada orang tua. Wujud berbakti kepada orang tua bahwa anaknya di sela sibuk dan padatnya kuliah menyempatkan pulang untuk memberi kabar dan mendapat kabar orang tuanya secara langsung.

Maka kawan, jangan bangga jika kita jauh dan jarang bertemu orang tua. Jangan bangga bahwa kita organisatoris yang padat, asisten dosen yang mengerjakan proyek atau aktivis karya tulis yang jauh dari orang tua. Jangan sekali-kali bangga jauh dari orang tua.

Kenapa? Itu menandakan bahwa kita adalah orang yang terlalu sibuk memikirkan dunia, sibuk memikirkan kepentingan pribadi. Meski akan ada yang menjawab bahwa ketidakpulangan kita untuk kelancaran organisasi atau aktivitas lain yang membawa manfaat orang banyak. Boro-boro mendapat doa orang tua, jika pulang bertemu mereka saja enggan.

ika diproyeksikan ke depan, orang seperti itu saat bekerja di sebuah perusahaan maka otomatis ia tidak akan meluangkan waktunya untuk keluarga. Lha wong saat kuliah saja ia lebih mementingkan aktivitas non-akademiknya dari pertemuan dengan orang tuanya, boro-boro untuk istri atau anaknya jika sudah berkeluarga.

Kembali kepada cerita dandelion di atas, bagaimana jika kita diibaratkan dengan seorang dandelion yang pergi namun tidak mempunyai kesempatan untuk bertemu ibunya lagi?

Jika tidak ingin seperti dandelion di atas, segeralah beli tiket pulang ke rumah orang tuamu, lekas selesaikan amanah organisasimu, kerjaan praktikummu dan kegiatan rampung lainnya. Beri target agar cepat selesai. Pulang, cium tangan ibumu dan ucapkan selamat hari ibu yang sudah sangat telat kepadanya.

Sejatinya, Tuhan menciptakan sepasang bidadari untuk lelaki di Dunia.

1. Bidadari yang disebut Ibu

2. Bidadari yang disebut Istri

Untuk kali ini, biarkan bidadari pertama yg menemani kita menjadi seorang lelaki yang menghantarkan pada sebuah kemapanan hidup, kedewasaan pikiran, dan keteguhan iman.

Sampai tiba saatnya bidadari kedua hadir. Selamat Hari Ibu untuk seluruh ibu yang ada di dunia ini.

Irvan Cendickya Wira Artha

Mahasiswa Manajemen Bisnis

Angkatan 2013

Berita Terkait