Boezem adalah suatu bangunan menyerupai danau yang mempunyai fungsi sebagai tempat penampungan sementara limpahan air hujan. Di Surabaya sendiri terdapat beberapa Boezem, salah satunya adalah Boezem Morokrembangan yang ada di daerah Surabaya Utara. Sayangnya kondisi Boezem Morokrembangan saat ini sedang tercemar berat hingga mengeluarkan emisi karbondioksida.

Mahalnya biaya pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk memulihkan kondisi boezem membuat Agus menginisiasi pengolahan limbah menggunakan alga-bakteri secara insitu. Tak hanya dapat mengurangi limbah, sistem ini juga dapat menyerap karbondioksida.

Yakni karbondioksida dari hasil emisi proses alga-bakteri maupun yang ada di lingkungan sekitar boezem. "Selain murah, sistem ini hanya butuh waktu dua minggu saja," jelas magister lulusan IHE Institute of Water Education, Delft, Belanda ini.

Mahasiswa bimbingan Prof. Ir. Joni Hermana, MscEs, PhD ini menggunakan alga tertentu seperti Oscillatoria, Spirulina, dan Chlorella yang bersimbiosis dengan bakteri aerob. Penelitian yang memakan waktu 6,5 tahun ini hampir tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. 

Pasalnya, dampak pertumbuhan alga yang tinggi pun dapat diantisipasi dengan pemanenan. "Meski sulit, bukan berarti hal ini tidak dapat dilakukan. Nantinya alga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena mengandung protein yang tinggi, " tegas pria kelahiran 1959 ini.

Agus menegaskan, hasil penelitian ini dapat diimplementasikan dengan mudah jika pemerintah Surabaya serius melakoninya. Mendukung hal tersebut, Joni, pembimbingnya, juga menegaskan bahwa seorang Doktor tak seharusnya lega atas tercapainya gelar tersebut. 

Justru ini menjadi saat pembuktian kepada masyarakat. "Penelitian seorang Doktor bukan hanya sekadar teori ilmiah, haruslah yang dapat diimplementasikan agar gelar yang diperolehnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas," pesan Joni yang juga merupakan Rektor ITS ini. (arn/akh)