Di Indonesia sendiri, LGBT tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya mereka mulai berani unjuk gigi di depan khalayak umum. Mereka melakukan propaganda-propoganda kepada masyarakat agar mereka menerima orang-orang LGBT sebagai mana masyarakat pada umumnya. Dalam perjungannya, aktivis LGBT tak segan-segan malakukan kampanye-kampanye atas nama HAM dengan mengarahkan orientasi seksual dan ekspresi gender mereka tidak membawa dampak buruk asalkan mereka tidak gonta ganti pasangan.
Lebih dari itu, untuk mendukung aksi mereka, aktivis LGBT memperkuat jaringan dan hubungan kerja sama dengan lembaga non pemerintahan bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), dan juga media sosial ataupun dalam dialog-dialog terkait penegakkan HAM LGBT di Indonesia. Bahkan rencana tersebut di gagas untuk mendesak pemerintah menerima dan melegalkan LGBT sebagaimana di negara barat bahwa mereka adalah bagian dari kelompok sosial dan berhak mendapatkan hak-hak LBGT sebagai warga Negara.
Bahkan UNDP dan USAID (Program pembanguna PBB dan Amerika, red) meluncurkan prakarsa ”Being LGBT in Asia” tepatnya pada tanggal 10 Desember 2012 dan Indonesia menjadi salah satu negara yang di fokuskan selain China, Philipina, dan Thailand (https://www.usaid.gov). Hingga data terakhir menyebutkan dari Desember 2014 hingga September 2017 menganggarkan dana hingga US$ 8 juta untuk pergerakan ini (http://www.asia-pacific.undp.org).
Jika hal ini tidak segera ditinjak lanjuti, maka bisa saja LGBT menjadi legal di Indonesia. Di dukung dengan kondisi Indonesia yang menggunakan demokrasi yang menjanjikan kebebasan kepada para pengikutnya, maka komunitas LGBT menggunakan asas ini sebagai dalih.
Betapa ilusi asas kebebasan ini! Karena kita bisa melihat, jika LGBT menggunkan dasar kebebasan sebagai perisainya, maka kebebasan orang yang menolak LGBT akan diletakkan dimana? Maka tak heran, aturan ini sangat membingungkan manusia karena aturan bukan berasal dari sang pencipta manusia.
Asas ini muncul akibat pola pikir yang sekuler yaitu pola pikir untuk memisahkan aturan agama dari kehidupan manusia. Manusia berjibaku dengan aturan-aturan yang mereka buat sendiri lalu menjalankannya seolah sang pencipta tak membekali aturan untuk kehidupannya.
Kita bisa membayangkan bagaimana seandainya planet-planet yang ada di jagat raya ini ingin bergerak dengan sendirinya tanpa memperhatikan daerah orbitnya? Bisa jadi tidak ada kehidupan di alam ini, kerusakan yang akan di dapat. Sama dengan kondisi sekarang banyak manusia yang telah meninggalkan daerah orbitnya dan memilih membuat orbit sendiri. Jelas, aturan yang dibuat tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Apakah kita tetap mau terjerat dalam kondisi yang parah ini?
Sudah saatnya manusia kembali kepada aturan sang pencipta yang maha mengatur. Sebelum datang bencana yang pernah ia timpakan pada kaum-kaum terdahulu. Saatnya mahasiswa menjadi generasi pembebas peradaban kelam, yang hanya menjadikan hawa nafsu sebagai hakim mengambil keputusan sebuah masalah.
Nonik Sumarsih
Mahasiswa Jurusan Biologi ITS
Angkatan 2015