Bangsa-bangsa di dunia sibuk dengan solusi dan alternatif penanganan perubahan iklim global. Indonesia tak luput daripadanya. Dalam penetapan kebijakan penanganan perubahan iklim dunia, Indonesia turut berpartisipasi dalan Conference Of Parties (COP) yang diselenggarakan setiap tahun. Dalam COP 22 di Prancis, Indonesia turut berpartisipasi menjadi agen pencegah kenaikan suhu global.
Dalam kesepakatan itu, bangsa-bangsa di dunia sepakat mencegah kenaikan suhu maksimal dua derajat celsius. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli geologi Denmark, Nicolai Krog Larsen, kenaikan suhu bumi satu derajat celcius berdampak pada kenaikan air laut setinggi 2,3 meter. Hal ini disebabkan mencairnya lapisan es di Greenland.
Kenaikan ketinggian air laut mempengaruhi volume air di bumi. Selain mengubah curah air hujan, hal tersebut juga berpotensi menenggelamkan daratan disekitar garis khatulistiwa. Nicolai menambahkan, hal ini berpotensi menghilangkan Kota Bangkok dan Ho Chi Minh dari daratan asia.
Untuk Indonesia, perubahan iklim menggeser pola distribusi hujan. Suhu tinggi berpotensi mendatangkan hujan karena penguapan air laut juga semakin banyak. Hal ini mengakibatkan petani sulit menentukan waktu menanam. Di beberapa daerah terpencil, petani lokal tidak mengerti dampak perubahan iklim. Mereka bercocok tanam sesuai budaya dan waktu adat setempat. Gagal panen pun menjadi keseharian mereka.
Pemerintah, melalui kementerian pertanian, mengusahakan ketahanan pangan nusantara melalui beberapa terobosan. Kebijakan penetapan kemandirian pangan dan surplus produksi lokal menjadi tujuan akhir programnya. Selain itu, sosialisasi perubahan iklim menjadi langkah krusial untuk menjamin pertanian yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, pemerintah semakin gencar mendorong pengembangan teknologi menjamin ketahanan pangan.
ITS, melalui visi pengembangan teknologi turut berperan aktif mendukung ketahanan pangan melalui inovasi teknologi berbasis kemaritiman. Hasilnya kapal layar dengan teknologi penghilang stress pada ikan berhasil berlabuh di dermaga, kotak pendingin bertenaga surya, meski berlayar puluhan jam di lautan mampu menjaga kesegaran ikan. Di tempat lain, gabah petani dapat dikeringkan dalam hitungan jam.
Melalui teknologi terbarukan, ITS membuktikan perubahan iklim tak menjadi alasan berpaku pada kekurangan pangan. Melalui pengembangan ilmu pengetahuna dan inovasi teknologi, ITS telah menantang perubahan iklim dan membangun ketahanan pangan.
Adven FN Hutajulu
Teknik Material dan Metalurgi
Angkatan 2013
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)