88 tahun lalu pemuda Indonesia berikrar untuk bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Tiga sumpah ini bukan kata-kata klise yang harus dihafal demi nilai sempurna di ujian PKN atau Sejarah, namun memang harus diresapi dan diaplikasikan nilai-nilainya dalam berkehidupan kebangsaaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Keberagaman suku, adat istiadat, tradisi, bahasa, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia, membutuhkan suatu alat pemersatu yang mampu menundukkan itu semua dalam sebuah bingkai apik berlandaskan rasa nasionalisme. Maka betapa kita bisa melihat para pemuda masa itu yang sudah memiliki wawasan kebangsaan yang visioner dan mampu membaca keadaan berpuluh tahun kemudian.
Gaung Sumpah Pemuda dikumandangkan jauh sebelum Indonesia merdeka dan bahkan pada saat itu mereka belum tahu kapan sejatinya Indonesia akan merdeka. Namun mereka telah dengan lantang menyuarakan pentingnya arti persatuan khususnya dari kalangan generasi muda dan cita-cita berdirinya negara Indonesia
Hasan al-Banna, seorang tokoh pergerakan Mesir, pernah berkata, "Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya†dan irama rahasia yang sama didapatkan Indonesia dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaannya.
Sejarah mencatat, sejak dibacakannya sumpah oleh Sugondo Djojopuspito ini terjadi perubahan pergerakan rakyat Indonesia dalam usaha meraih kemerdekaannya. Jika sebelumnya perlawanan melawan Belada lebih kepada perang dalam usaha mempertahankan daerahnya maka setelah sumpah sakti yang penulisannya menggunakan ejaan van Ophuysen itu dibacakan, perlawanan berubah kearah kolektif dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia.
Semua faktor yang menjadi perbedaan dileburkan menjadi satu diganti dengan pemuda Indonesia yang berbahasa, berbangsa, dan bertanah air satu Indonesia akan bejuang bersama-sama untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sumpah pemuda telah menjadi pelecut yang melesatkan persatuan nasional bangsa Indonesia untuk melawan kolonialisme. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Jika pemuda masa lalu bisa menjadi pelecut perjuangan kemerdekaan Indonesia, lalu apa kabar pemuda masa kini Indonesia?
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin pesatnya kemajuan teknologi menjadikan gadget sebagai kebutuhan pokok bagi generasi muda. Kemajuan teknologi menawarkan cara baru dalam berkomunikasi, saat ini kita tidak perlu dipusingkan dengan mengatur jadwal untuk sekedar bertemu cukup menghubungi orang tersebut melalui line atau whatsapp maka kita dapat ngobrol sampai pagi.
Pemuda Indonesia telah menjadi budak dari gadget dan sosial media. Setiap pagi yang pertama kali dicari adalah ponsel untuk sekedar mengetauhi bagaimana kabar Path hari ini, berapa total jumlah like untuk foto terakhir di Instagram, apakah kabar terbaru dari artis ask.fm, dan bagaimana keadaan grup Line setelah kemarin ditinggal tidur begitulah seterusnya.
Padahal, kecanggihan teknologi telah memberikan kemudahan bagi kita untuk mengakses berbagai berita di seluruh dunia. Namun, rasa-rasanya pemuda tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan hal tersebut. Jika pemuda dahulu menolak dengan tegas keberadaan asing disekitar mereka, pemuda saat ini bertingkah sebaliknya.
Globalisasi telah memberikan pengaruh besar dalam lingkungan sosial pemuda Indonesia. Perilaku hedonisme dan westernisasi menjadi tren baru yang sedang terjadi di kalangan muda. Selain itu, seks bebas adalah teman baru dikalangan pemuda Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun BKKBN pada tahun 2014, 46% remaja Indonesia berusia 15-19 tahun pernah melakukan seks bebas. Fakta ini memberikan pertanyaan besar kepada bangsa Indonesia, Kemanakah adat ketimuran yang selama ini dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia?
Selain berperilaku kebarat-baratan, bahasa yang digunakan pemuda Indonesia juga mengalami perubahan. Paradigma pemuda yang menganggap bahasa asing lebih tinggi kelasnya menjadikan bahasa Indonesia sedikit dianak tirikan.
Saya berani taruhan, hanya sedikit pemuda yang sadar bahwa bulan Oktober juga diperingati sebagai bulan bahasa. Rendahnya gaung memperingati bulan bahasa dari kaum pemuda adalah salah satu penanda bahwa bahasa Indonesia mulai dipandang sebelah mata.
Contoh kecil lainnya adalah ketika ada seorang pemuda yang menulis sesuatu berbahasa asing, terutama bahasa inggris, dan mengalami kesalahan penulisan maka orang-orang akan berbondong-bondong untuk mengoreksinya, tak jarang ada beberapa yang menambah kata #ripenglish dalam koreksinya.
Sedangkan, ketika hal yang sama terjadi pada bahasa Indonesia? Jangankan membenarkan, tahu letak kesalahannya saja mungkin tidak. Padahal, bukankah kita telah berjanji untuk menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia?
Hal-hal diatas adalah sebagian kecil tentang perilaku pemuda masa kini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa 10-20 tahun lagi pemuda saat ini yang memnetukan akan dibawa kemana negara Indonesia. Jika perilaku ini terus dibiarkan akan dibawa kemana negara ini?
Sudah saatnya kita merubah perilaku kita dan kembali ke sikap pemuda yang sebenarnya. Saya percaya, perubahan yang besar adalah akumulasi dari perubahan-peubahan kecil oleh karena itu perubahan dapat dimulai dari kita sendiri dengan menjadi seorang pemuda yang kritis dan peka terhadap kondisi negaranya.
Kita pun harus meningkatkan rasa toleransi dan menggugurkan berbagai bentuk perbedaan antar individu, dan yang paling penting adalah meningkatkan rasa nasionalisme dan kecintaan kita pada bangsa sendiri. Bila pemudanya tak mau mencintai ibu pertiwi lalu pemuda negara mana yang akan sudi melakukannya?
Cintailah dulu, maka kau akan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik kepadanya.
Alysia Meidina Savitri
Mahasiswi Manajemen Bisnis 2016