Persiapan-persiapan itu ternyata dimulai sejak bulan Oktober 2015. "Kami mulai melengkapi dokumen-dokumen untuk penilaian akreditasi," ujar Lalu Muhamad Jaelani ST MSc PhD, Dosen Teknik Geomatika.
Salah satu dokumen yang dipersiapkan yakni hardcopy jurnal selama tiga tahun terakhir. Meskipun telah tercover di jurnal online, namun dalam daftar penilaian akreditasi memang mengharuskan berlangganan jurnal hardcopy. "Akhirnya kami mencari referensi jurnal hardcopy," ungkap Lalu.
Pencarian jurnal dalam bentuk hadrcopy, nyatanya tidak semudah yang diperkirakan. Pasalnya, jurnal mengenai Geomatika sangat sedikit yang tersedia di Indonesia. "Bahkan, yang benar-benar tentang Geomatika hanya ada di ITS saja," ujar Alumnus Teknik Geomatika ini.
Kendati tidak mungkin mengklaim jurnal sendiri, akhirnya tim akreditasi mencari referensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Permasalahan tidak berakhir disitu. Ternyata, tidak semua instansi siap untuk mengirimkan jurnal tiga tahun terakhirnya, hanya ITB yang menyanggupi. "Intinya, tahun ini, hal-hal kecil seperti masalah jurnal tersebut benar-benar dipersiapkan," ungkap Lalu.
Disamping persiapan mengenai jurnal, kualitas sumber daya manusia (SDM) seperti dosen pun juga menjadi sasaran persiapan. "Jika dibandingkan dengan dulu, kami hanya memiliki tiga orang dosen lulusan S3," kenangnya.
Kondisi tersebut berbeda dengan saat ini yang telah memiliki 20 dosen dengan rincian tujuh doktor dan tiga dosen yang sedang melanjutkan study doktornya.
Di akhir, Lalu berharap agar perolehan akreditasi A ini tidak dijadikan sebagai proses akhir. Geomatika akan terus melakukan pembenahan pada program magisternya. "Program selanjutnya, yakni dengan mengadakan Double Degree," tutupnya. (cha/oti)