Floating Structure Competition (FSC) 2017, bagian dari Oceano 2017, menjadi ajang unjuk gigi bagi siswa SMA dalam mendesain bangunan apung. Berbekal botol bekas, styrofoam, sedotan dan berbagai kelengkapan lainnya, para semifinalis ditantang menyulap bahan bekas menjadi maket cantik tahan uji.
"Kami mengkhususkan bangunan yang dibuat adalah bangunan apung khusus untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas, contohnya oil rig," ujar Marsanura Hibatullah, ketua pelaksana.
Bukan hanya maket yang cantik, kunci utama kompetisi ini justru terletak pada kekuatan struktur dalam menahan beban. Hal ini diuji dalam floating test yang cukup membuat pusing para peserta. Pasalnya maket yang dibuat hanya dengan botol bekas dan sebuah papan tersebut harus diuji menggunakan beban yang beratnya mencapai 10 kilogram.
"Harus mengatur strategi peletakan beban agar maket tidak rusak dan tetap terapung," ujar mahasiswa asal Jakarta ini.
Marsa menuturkan dalam uji ini setiap maket diberi beban sedikit demi sedikit hingga struktur tidak lagi kuat menahan beban dengan batasan waktu tertentu. Setiap beban yang mampu mencapai check point akan menjadi akumulasi nilai yang diperhitungkan.
"Beban harus diletakkan di titik-titik yang telah ditentukan panitia namun peserta bebas memilih berat beban dan peletakannya untuk mengakali struktur maket mereka," lanjutnya.
Dalam kompetisi yang baru diadakan untuk kedua kalinya ini, peserta diwajibkan membuat dua desain sekaligus yakni bangunan apung itu sendiri dan peralatan lain yang termasuk dalam topside. Topside yang dibuat mencakup alat-alat sistem pengeboran seperti rig, lifting quarter, crane hingga desain pelengkap lainnya seperti helipad dan safety boat. Maket dan topside-nya ini dibuat langsung di lokasi lomba dengan tenggang waktu selama tiga jam.
Bukan tanpa alasan, Marsa menjelaskan pembuatan topside tidak hanya ditujukan untuk estetika struktur apung yang dibuat. Hal ini justru ditujukan agar siswa mampu mengenal lebih dalam lagi mengenai berbagai teknologi maritim saat ini.
"Dengan mengenal berbagai teknologi maritim, diharapkan FSC mampu meningkatkan kepedulian anak muda terhadap berbagai macam teknologi maritim sekaligus mengembangkannya kelak," ungkap mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ini.
Hingga 2017, kompetisi yang mengangkat tema Advancement Through The Ocean ini masih didominasi peserta yang berasal dari Jawa Timur seperti Surabaya, Tuban, Pasuruan dan Bondowoso. Sedangkan tim lainnya berasal dari kota-kota yang juga ada di Pulau Jawa. Hal ini menjadi bukti bahwa kompetisi struktur apung masih belum banyak dikenal oleh kalangan muda Indonesia khususnya siswa SMA.
Harapan Marsa, FSC ini mampu merambah skala nasional. Pasalnya FSC ini adalah satu-satunya kompetisi struktur apung di Indonesia yang dikhususkan bagi para siswa SMA. Di tingkat perguruan tinggi kompetisi serupa selalu ada di setiap universitas. "FSC ini bisa menjadi permulaan yang baik bagi mereka yang akan menekuni struktur apung nantinya," tutup Marsa. (arn/ven)
Kampus ITS, ITS News — Guna meningkatkan efisiensi pembersihan danau, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem
Kampus ITS, ITS News — Industri rumahan seperti produksi kerupuk udang sering kali mencemari lingkungan akibat pembuangan limbah cair
Kampus ITS, ITS News — Pendidikan merupakan pilar penting untuk membangun peradaban. Mengamini hal tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata
Kampus ITS, ITS News — Dorong peran desain dalam penyelesaian isu sosial dan budaya, Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV)