ITS News

Senin, 07 Oktober 2024
13 Agustus 2017, 10:08

Yani Raih Adibrata, Kalahkan Dua Profesor

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ditemui di kantor Konsorsium Riset Geopolimer Indonesia (Korigi), gedung Nasdec ITS wanita yang akrab disapa Yani ini awalnya tak tahu mengenai penghargaan Adibrata. Diakui Yani, Kemenristekdikti memang meminta data-data penelitiannya.

Ini seperti yang biasa diminta untuk majalah liputan tentang inovasi-inovasi Kemenristekdikti. "Saya pikir mungkin itu satu diantara permintaan tersebut menjelang Hakteknas, karena mereka kan juga punya laporan. Sehingga saya penuhi," ungkapnya.

Yani pun saat itu hanya mengirimkan satu file dari sekian banyak penelitiannya. "Kemudian ketika saya dihubungi dan diberitahu menjadi satu dari tiga nominator utama kandidat Adibrata," ungkap Yani. Lalu ia pun mencari tahu tentang Adibrata. "Penghargaan ini baru tahun kedua sehingga belum familiar di masyarakat," jelas Yani. 
Anugerah Adibrata adalah penghargaan yang diberikan kepada peneliti yang inovasinya tidak hanya diaplikasikan di laboratorium tetapi juga pada masyarakat. "Untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat dalam bentuk melakukan komersialisasi produk atau penyelesaian masalah sosial ekonomi," imbuh dosen teknologi beton ini.
Adapun dua nominator anugerah Adibrata lainnya yakni Prof Dr Ir Mohammad Nasikin M Eng dari Universitas Indonesia dan prof Abu Bakar Tawali dari Universitas Hasanuddin. Menghadapi dua nominator lain yang notabene adalah profesor, justru membuat Yani terkejut ketika diumumkan sebagai pemenang Adibrata. "Saya tidak tahu, poin-poin apa saja yang menjadi penilaian oleh Kemenristekdikti, mengingat nominator lainnya adalah peneliti luar biasa di bidangnya," tuturnya.
Yani melanjutkan, penelitian yang ia setorkan ke Kemenristekdikti adalah menciptakan paving warna abu-abu, yang terbuat dari limbah batu bara PLTU Suralaya. "Seratus persen tidak pakai semen sama sekali. Untuk yang warna coklat, itu karena limbahnya berwarna coklat, diambil dari PLTU lain lagi," ujarnya.
Penelitiannya membuktikan bahwa limbah batu bara layak menggantikan semen seratus persen.Selama ini limbah tersebut hanya dipergunakan untuk mencampur dengan semen dalam jumlah yang sangat sedikit. "Karena semen Portland adalah salah satu bahan yang ditengarai menjadi penyebab emisi CO2. Jadi dengan menggunakan limbah batu bara kita bisa mengurangi emisi CO2," paparnya.
Mengenai alasan menggunakan limbah batubara, Yani melihat selama ini pemerintah menyatakan di dalam peraturan PP 101 tahun 2014 bahwa limbah batubara dikategorikan sebagai limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). "Itu yang menyebabkan orang tidak mudah mengambil batubara dari PLTU," kata wanita 43 tahun ini. 
Di luar negeri, limbah batubara digunakan untuk membuat pupuk, renvill, reklamasi, bahan semen. "Pemanfaatan bahan batu bara di Jepang hampir seratus persen, dengan kata lain tidak ada limbah yang dihasilkan," ungkapnya. 
Sementara di Indonesia, PP 101 tahun 2014 menyebabkan limbah ini terhalang aturan untuk bisa dikelola. "Jadi pemanfaatan limbah ini merupakan permasalahan tersendiri," tegas Yani. "Sebagai peneliti, dalam satu batch penelitian membutuhkan 12 ton fly ash, dan itu bukan dalam jumlah sedikit," tegasnya.
Fly ash adalah limbah batu bara berupa abu yang beterbangan. Ada pula istilah bottom ash yakni abu hasil pembakaran batubara yang jatuh, berada di dasar.
Permasalahan yang muncul adalah pemindahan fly ash dalam jumlah besar dari PLTU ke ITS untuk perlu izin Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). "Tapi kalau penelitian sudah bisa diaplikasikan ke komersial, harus ada izin khusus pemindahan  fly ash ke tempat lain," ujar Yani. Bahkan di dalam lingkungan PLTU, fly dan bottom ash yang tidak diolahpun memerlukan izin dari KLH. Yani lantas mempertanyakan upaya mengolah sampah itu sehingga Indonesia bisa bersih dari limbah batu bara.
Yani melanjutkan, permasalahan lain yakni suplai listrik yg dicanangkan pemerintah Jokowi adalah 35000 MW. Sehingga ke depannya akan dibangun 40 PLTU di seluruh Indonesia. PLTU yang ada sekarang telah menyumbang limbah hingga lebih dari satu juta ton per tahun. "Bayangkan jika ada berapa puluh PLTU lagi yang akan dibangun, limbah batubaranya mau dibawa kemana kalau ternyata tidak bisa diaplikasikan?," tegasnya.
Lebih lanjut, Paving dan beton geopolimer ciptaan Yani terbukti lebih ekonomis atau setidaknya setara dengan harga produk konvensional. Dari segi kualitas, paving ini memiliki usia kuat tekan yang sangat cepat yakni tujuh hari yang setara dengan usia 28 hari. "Jadi paving siap jual tidak perlu menunggu sebulan (28 hari, red), cuma butuh tujuh hari. Itu merupakan suatu nilai tambah," tuturnya bersemangat.
Selain itu, paving geopollimer ini memiliki kekuatan menahan lenturan, tahan api, dan sangat kuat terhadap lingkungan air laut, artinya tidak mudah korosi. "Karena harganya murah kita bisa menggunakan bahan ini sebagai pelapis bangunan rawan terbakar, maupun dermaga yang rawan terkorosi," kata lulusan doktor Tokyo University ini.
Lebih jauh, Yani berharap ada kerjasama dengan TNI untuk meneliti seberapa baik material menahan api. Material ini pun memiliki thermal conductivity yang rendah dan kemampuan untuk meredam energi. "Sehingga bahan ini cocok untuk pelindung bangunan yang rawan diserang teroris, juga untuk penyimpan bahan peledak," pungkasnya kepada ITS Online. (zik/dza)

Berita Terkait