Kurang lebih ilustrasi diataslah yang menggambarkan pandangan banyak orang mengenai teknologi dan politik yang tidak dapat disatukan, banyak orang menyukai teknologi karena di Indonesia banyak yang percaya bahwa teknologi identik dengan kemajuan dan perdaban modern dan orang menganggap politik selalu identik dengan perbuatan yang merugikan seperti korupsi,kolusi,nepotisme konspirasi, permusuhan dan lain-lain. Itu semua adalah persepsi, namun agar lebih adil memandang alangkah lebih baiknya kita ulik lebih dalam maknanya sekali lagi.
Kata teknologi disadur dari bahasa yunani, yaitu technologia, techne yang berarti keahlian dan logia yang berarti pengetahuan. Arti teknologi dalam KBBI adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan. Menurut salah seorang ilmuwan Ursula Fanklin (1989), teknologi adalah sebagai suatu cara praktis yang menjelaskan mengenai cara kita semua sebagai manusia membuat segala sesuatu yang berada disekitar kita. Pengertian ini merujuk pada penggunaan teknologi yang merupakan seluruh benda yang dibuat oleh manusia , dimana setiap orang bisa saja membuat dan mengembangkannya apabila mempelajarinya dengan baik dan dapat menerapkannya secara praktis.
Sedangkan politik berasal juga dari kata yunani yaitu politikos yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara, adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan. Politik dalam KBBI adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan ; segala urusan dan tindakan (kebijakan,siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Menurut Plato dan Aristoteles politik adalah usaha untuk mencapai , masyarakat politik (Polity) yang terbaik di dalam politik, manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat hidup dengan rasa kemasyarakatan yang akrab dan hidup dalam suasana moralitas.
Teknologi dan Politik keduanya memang dua hal yang sangat berbeda. Seperti susu dan arang, memang jika susu dan arang hanya dicampur saja, merupakan sebuah keanehan.
Teknologi memiliki maksud untuk mempermudah aktivitas manusia dengan berbagai jenis fitur manfaat dan bentuknya, teknologi hadir sebagai buah bukti kecerdasan akal manusia, namun teknologi baik atau buruk tergantung untuk apa dan siapa yang memanfaatkannya.
Sedangkan politik hadir akibat manusia sebagai makhluk sosial , ada untuk menjaga keseimbangan dari aktivitas manusia , dan hadir untuk mewujudkan kebaikan bersama. Tujuan politik jelas yaitu untuk kebaikan bersama, masalahnya bersama yang dimaksud semua orang atau hanya beberapa golongan?
Susu dan arang adalah komponen dari kedamaian, kok bisa? Kebanyakan dari kita akan sepakat bahwa susu adalah minuman nikmat dan enak dengan aroma dan cita rasa yang khas, bahkan sedari bayi kita sudah meminum susu, ASI. Hanya segelintir saja yang tidak menyukai susu, karena mungkin alergi Laktosa.
Sedangkan arang adalah bahan bakar yang menimbulkan bara api beraroma khas, tergantung arang itu terbuat dari kayu atau batok kelapa, masing-masing memiliki keunggulannya sendiri.
Manusia dibekali dengan akal dan diberi kebebasan oleh tuhan untuk menggunakannya, karena sudah menjadi fitrah bagi setiap manusia maka baik dan buruk juga hasil reaksi dari perbuatan manusia.
Susu dan arang jika dicampur begitu saja mungkin adalah sebuah keanehan , namun akan menjadi hal yang lebih bermanfaat jika keduanya dipadu dengan akal, lebih nikmat. Susu yang dimasak dengan bara api dari arang dengan media gerabah akan menjadi minuman yang makin nikmat dan menimbulkan kedamaian yang rasanya dirindukan apalagi suasananya tenang dan dingin.
Susu adalah politik, arang adalah teknologi, dan gerabah adalah akal. Tinggal nurani yang menjadi nahkoda ketiganya, menjadi sebuah harmonisasi kedamaian.
Jika persepsi bahwa teknologi selalu diinterpretasikan dengan hal positif ,ini karena persepsi tersebut dibentuk karena pengaruh lingkungan yang membentuk mindset atau core blief. Nyatanya teknologi juga mampu menyebabkan keburukan jika kita salah menggunakannya dan jika yang menggunakannya adalah orang dengan niat yang jahat. Jadi ini akibat campur tangan manusia itu sendiri, tergantung.
Begitu juga dengan persepsi politik, yang identik dengan hal negatif, hal ini juga pengaruh lingkungan yang menyebabkan mindset atau corebelief.Padahal dengan politik kita juga mampu membuat kebaikan-kebaikan seperti mengatur regulasi kehidupan, hukum, dll. Jadi baik buruknya, benar salahnya kedua hal tersebut dipengaruhi banyak hal, tergantung.
Core Belief (Mindset) yang sudah terpola sulit untuk di ubah, harus dilakukan pembiasaan dengan pola yang berulang, sama jika kita dikecewakan berkali-kali oleh sistem politik kita saat ini atau merasa terpuaskan dengan berbagai fitur teknologi saat ini. Itu semua membentuk persepsi kita. Hanya saja ada dampak negatifnya. Akhirnya akan menjadi kekecewaan mendalam seperti labelling yang salah terhadap sesuatu, contohnya kaum wanita yang kecewa terhadap laki-laki sehingga melabel bahwa semua laki-laki sama saja. Ini menjadi sebuah kekeliruan yang berdampak fatal kedepannya.
Contoh lainnya terhadap politik, politik yang identik dengan korupsi, permusuhan dan kesia-siaan membentuk persepsi yang salah bahwa politik itu pasti buruk sehingga banyak orang yang enggan terjun kepolitik, enggan berbicara politik,sentimen terhadap partai politik itulah akibat labelling yang keliru.
Oleh karenanya kita tidak boleh begitu saja menilai dan menyebabkan kita enggan untuk berpolitik, karena iklim perpolitikan kita sedang buruk. Seperti yang dikatakan oleh Bertolt Brecht kita tidak boleh sampai buta politik, karena sama saja kita membiarkan orang-orang tanpa kapasitas memimpin dan orang-orang jahat berbuat seenaknya.
"Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir"- Ali bin Abi Thalib.
Teknologi dan politik , memiliki dua sisi, benar atau salah, baik atau buruk, ini semua tergantung untuk apa dan oleh siapa. Teknologi dan politik akan baik jika digunakan untuk kebaikan dan sebaliknya dan akan benar jika dilakukan untuk kebenaran dan sebaliknya.
Hari ini di Indonesia boleh jadi banyak yang tidak menyukai iklim politik dinegeri sendiri , itu karena orang-orang baik masih diam. Teknologi di persepsikan sebagai alat canggih, kita hanya mau mengonsumsi tanpa mau menciptakan, hanya mau kemudahannya saja tanpa mau bersusah payah mengembangkannya.
Padahal tanpa politik seorang teknolog hanya akan menjadi pekerja semata, tanpa melihat yang dikerjakannya untuk apa? Dampaknya bagi sosial dan lingkungan seperti apa? Tanpa politik teknologi hanya akan menjadi bancakan bagi politisi dengan niat jahat untuk melakukan hal-hal merugikan seperti korupsi dan sebagainya.
Politik tanpa teknologi akan menjadikan kelumpuhan dan keterbelakangan dalam sebuah sistem, jika kita berbicara negara maka mungkin tanpa teknologi,penyelesaian masalah akan menjadi lambat bahkan lumpuh, bayangkan saja ada kebijakan untuk menyediakan jembatan untuk menghubungkan dari pulau-kepulau namun belum ada yang mampu membuat jembatan maka hanya sebatas kebijakan tanpa bukti penyelesaian.
Mantan Presiden kita adalah lulusan kampus teknologi, mereka adalah bapak Ir. Soekarno dan Bapak Ir. Habibie. Keduanya adalah seorang teknokrat, orang berlatarbelakang keteknikan namun juga memiliki wawasan luas akan politik,ekonomi, hukum dan semua itu mereka miliki untuk berkiprah mengelola negara. Ini bukti nyata teknologi dan politik dapat bersatu harmonis.
Jadi teknologi dan politik harus mampu kita harmonisasi untuk menciptakan kedamaian sebagai akselerasi kemajuan seperti susu yang dimasak dengan bara api dengan media gerabah (akal), menghasilkan susu beraroma unik dan mendamaikan.
Oleh Abdullah Aljabir
Penulis adalah Mahasiswa Departemen Teknik Material Angkatan 2014