ITS News

Sabtu, 10 Mei 2025
19 Agustus 2017, 21:08

Mahasiswa ITS Ciptakan Eco-Cement dengan Perekat Gondorukem

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kelima mahasiswa tersebut adalah Kevin Sanjoyo Gunawan, Arfa Ul Umam, Muhammad Emir Hanif, Muhammad Alief Rizal, dan Vidiyan Nabila yang berhasil menciptakan ekoment tersebut. Penelitian tentang ekosemen dengan menggunakan abu sampah dan kerang ini sebelumnya telah dilakukan oleh salah seorang mahasiswa ITS dalam tesisnya.

Salah satu bahan dasar dari pembuatan semen adalah senyawa kalsium oksida dan silikon dioksida. Selain batu kapur, senyawa kalsium oksida dapat ditemukan di kerang laut. Sedangkan, senyawa silikon dioksida hadir dalam sampah organik.

"Perekat ekosemen dalam penelitian yang telah dilakukan yaitu tanah liat, masih kurang baik sehingga nilai kuat tekan yang dihasilkan masih kurang," ungkap Vidiyan, salah satu anggota. Sehingga dalam penelitiannya ia menggunakan zat perekat yang berasal dari gondorukem.

Gondorukem atau resin pinus sendiri merupakan getah pohon pinus yang banyak diproduksi di Indonesia. Gondorukem diketahui berfungsi sebagai perekat dan meningkatkan kekakuan.

"Awalnya kulit kerang dihaluskan, kemudian dibakar selama enam jam, jadilah abu kulit kerang yg mengandung kalsium oksida," papar Vidiyan. Kemudian sampah diblender dan dibakar selama empat jam. Dari hasil pembakaran tersebut menghasilkan abu sampah yg mengandung kalsium oksida dan silikon dioksida.

Sebagai perekat, bongkahan gondorukem dihaluskan. "Abu sampah, abu kulit kerang, dan gondorukem dicampur selama empat jam di blender. Jadilah sampel ekosemen yang siap diujikan," ungkap Vidiyan.

Hasilnya, kuat tekan untuk ekosemen ini mampu mencapai 21,8 kilogram gaya per sentimeter persegi sedangkan ekosemen dengan tanah liat menghasilkan 7,2 kilogram gaya per sentimeter persegi. "Dari penelitian yang dilakukan, dengan peningkatan komposisi gondorukem maka kuat tekan semakin meningkat, massa jenis ekosemen menurun, massa yang hilang akibat pembakaran pun meningkat," ujarnya.

Penelitian yang dilakukan selama lima bulan ini pun diakui Vidiyan masih butuh sejumlah pengembangan. "Kedepannya akan dilakukan pemurnian gondorukem sebelum pencampuran bahannya sehingga nilai yang hilang akibat pembakaran dari ekosemen kami ini bisa lebih rendah," tutur mahasiswa angkatan 2015 itu.

Vidiyan juga berharap agar kuat tekan dari ekosemen yang dihasilkan bisa lebih baik dan mendekati Standar Nasional Indonesia (SNI) dan akhirnya bisa bersaing dengan semen di pasaran. (id/van)

Berita Terkait