ITS News

Senin, 23 Desember 2024
19 November 2017, 12:11

Menantang Korosi  Pipa Bawah Laut Natuna

Oleh : gol | | Source : -

seorang engineer sedang melakukan inspeksi terhadap korosi pipa bawah laut (sumber: wonderfulengineering.com)

Kampus ITS, ITS News- Perairan Natuna merupakan perairan yang diprediksi memiliki sumber minyak yang kaya. Pemerintah telah menggemborkan rencana untuk mengeksplorasi potensi kilang minyak di Kepulauan Natuna. Sayangnya, impian tersebut masih tersandung masalah korosi pipa bawah laut yang membutuhkan biaya dan tantangan yang begitu besar. Hal ini dibahas dalam kuliah tamu korosi bertajuk Problems and Corrosion Control in Oil dan Gas Pipeline, Sabtu(18/11).

Dalam kuliah tamu ini, Ajeng Salindri Wulandari ST MT salah satu pembicara mengungkapkan untuk menyalurkan minyak dan peralatan diperlukan berbagai pipa yang amat rawan terhadap korosi air laut. Ajeng menjelaskan dalam kasus Natuna, pemasangan pipa dalam tanah mungkin dilakukan, namun untuk mencapai daerah pengeboran, pipa harus melalui dua palung laut. Apabila terjadi maintanance maka harus ada orang yang melihat ke sana. Resiko kematian sangat tinggi karena letak pipa berada di laut yang dalam.

Sedangkan apabila pipa dipasang di atas tanah laut maka korosi menjadi lawan utama. “Waktu korosi yang akan terjadi jika pipa dipasang di bawah lautan Natuna yakni paling lambat dua tahun. Ini membutuhkan banyak biaya dan kendala” tukas Ajeng.

Efek korosi dalam pipa kilang minyak bisa sangat fatal. Misalnya jika korosi membuat kebocoran pada saluran minyak bawah laut. Ledakan kilang minyak hingga bencana kerusakan ekologi menjadi ancaman yang nyata.

Pelikan yang menjadi korban kerusakan ekologis akibat kebocoran minyak di Deepwater Horizon, April 2010 (sumber: dailymail.co.uk)

Saat ini Indonesia telah memiliki teknologi untuk mencegah korosi. Misalnya untuk pipa bagian dalam, korosi dapat dicegah dengan flow assurance. Sedangkan untuk bagian luar pipa menggunakan cara external coating. External coating dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan pada sifat coating. Misalnya fleksibilitas, resistensi terhadap absorpsi laut, bahan kimia di air laut, cathodic disbondment, benturan, abrasi, cuaca, dan kompabilitas dengan proteksi katodik.

Namun teknologi tersebut masih belum bisa menyelesaikan permasalahan korosi jangka panjang di laut Natuna. Hal ini karena perairan Natuna memiliki keasaman yang tingi. Sehingga diperlukan berbagai eksplorasi teknologi yang membutuhkan banyak biaya.

Carta Kharisma ST, inspection engineer di Vico Indonesia menambahi sebagai calon engineer di masa depan, mahasiswa ITS harus mampu menemukan teknologi terbaru untuk melawan korosi pipa di bawah laut. “Teknologi China sudah bisa menemukan cara mengatasi korosi di bawah laut. Namun teknologi Indonesia belum sampai sana. Tantangan bagi mahasiswa ITS adalah mampu menemukan teknologi yang seperti itu.” Ujarnya menyemangati.

Oleh karena itu ia mengigatkan mahasiswa ITS sebagai real engineer dan sebagai calon engineer masa depan untuk terus berinovasi. Hal ini karena kesejahteraan Indonesia berada di pundak pemuda masa kini. “Korosi bawah laut ini masih menyisakan banyak permasalahan yang menghambat eksplorasi minyak Indonesia. Mahasiswa harus belajar menyelesaikan permasalahan tersebut,” pungkasnya. (AP14/gol)

Berita Terkait