ITS News

Minggu, 06 Oktober 2024
28 November 2017, 13:11

Sosial Media, Langkah Awal Tanggap Bencana

Oleh : gol | | Source : -

 

Emir Hartanto MGIS saat memberikan kuliah tamu

PWK ITS, ITS News – Dilatarbelakangi oleh semakin maraknya kasus bencana di Indonesia, Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITS mengundang platform online petabencana.id untuk mengisi kuliah tamu tentang tanggap bencana. Dengan mengusung tema Penggunaan Media Sosial dan Software Open Source Sebagai Infrastruktur Adaptasi Perubahan Iklim, kuliah tamu ini mengajak mahasiswa PWK ITS untuk lebih tanggap terhadap infomasi kebencanaan,Selasa (28/11).

Emir Hartanto MGIS, pembicara kunci pada kuliahtamu memaparkan, kondisi saat ini sebanyak 277 juta jiwa populasi di dunia tinggal di daerah rawan banjir. Selain itu, berdasarkan penelitian, banjir dianggap sebagai penyumbang kerugian terbesar terhadap kerusakan infrastruktur. Berangkat dari masalah tersebut, Yayasan Peta Bencana mulai menggagas platform online peta bencana yang berfokus pada masalah banjir terlebih dahulu.

“Tingginya pengguna smartphone menjadi potensi besar dalam membantu pemberian informasi bencana secara cepat,” ujar  pria yang akrab disapa Emir. Ia menambahkan ada sebanyak 115 juta pengguna sosial media di dunia dan 106 juta diantaranya mengakses melalui perangkat mobile.

Kenyataan ini, sejalan dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang nyatanya sulit lepas dari yang namanya smartphone. Oleh karena itu, pihak yayasan bekerja sama dengan beberapa sosial media seperti twitter, qlue, dan telegram dalam hal membantu masyarakat melaporkan masalah banjir.

Masyarakat dapat dengan mudah menginformasikan titik-titik genangan banjir dengan menyebutnya di akun peta bencana di twitter atau melaporkan langsung melalui akun peta bencana yang ada di telegram. Laporan ini yang selanjutnya dihimpun dan langsung diinformasikan kepada masyarakat.

“Pilihan sosial media sebagai infrastruktur adaptasi terhadap bencana dianggap sebagai pilihan yang tepat karena adanya kebiasaan masyarakat yang suka komplain melalui sosial media”, tutut pria lulusan PWK tersebut.

Jika dibandingkan dengan dulu, informasi banjir dapat diperoleh masyarakat setelah 6 jam kejadian. “Ini kan terlalu lama dan informasinya juga sedikit useless karena banjirnya juga sudah surut”, jelas staf Yayasan Peta Bencana ini.

Ditambah lagi peta yang disajikan berbentuk statis. Tidak banyak masyarakat yang mampu membaca peta dengan baik. Namun,  dengan adanya platform ini masyarakat dapat dengan mudah mengetahui informasi realtime kejadian banjir dan peta lokasi banjir dengan mudah. Dengan begitu masyarakat menjadi waspada dan dapat melakukan tindakan tanpa harus menunggu informasi dari pihak – pihak yang berwenang.

“Penting kita lihat bencana secara realtime terutama ketika bergerak dibidang penanggulangan bencana”, pungkasnya. Diakhir materi, Emir menegaskan bahwa sejatinya manusia merupakan sensor terbaik dalam mengenal kotanya. (AP02/Jel )

Berita Terkait