Surabaya, ITS News- World Health Organization (WHO) mengungkapkan tuberkolosis (TBC) merupakan penyakit penyumbang kematian tertinggi di dunia. Dengan angka kematian mencapai 1,7 juta jiwa per tahun, pengobatan penyakit ini harus secara sigap dilakukan. Untungnya, kini muncul inovasi TB Analyzer, alat yang dapat menghitung jumlah bakteri tuberkulosis secara akurat. Dengan alat ini, tenaga medis mampu memotong waktu diagnosis selama berjam-jam.
Menurut paparan Dr I Ketut Eddy Purnama ST MT, selama ini diagnosis tuberkulosis masih dilaksanakan secara manual. “Dokter dan perawat masih menggunakan mata dengan menghitung adanya bakteri tahan asam (BTA) pada dahak penderita yang diletakkan di atas citra mikroskopik”, tutur dosen Departemen Teknik Komputer, Fakultas Teknologi Elektro tersebut ketika ditemui ITS Online Minggu, (3/12),
Penghitungan ini seringkali tidak akurat. Hal ini dikarenakan area yang diperiksa sangat luas sehingga tidak memungkinkan untuk menghitung jumlah bakteri secara teliti. “Bayangkan ada 100 area, lalu kita memindahkannya satu – satu dengan tangan. Pasti nanti akan ada yang terlewat entah karena lalai atau lelah”, jelasnya.
Berangkat dari masalah tersebut, Ketut menggandeng tiga tim dosen lainnya untuk melakukan penelitian. Ketiga dosen tersebut antara lain Dr Ir Arman Hakim Nasution MEng dari Departemen Manajemen Bisnis, Dr Supeno Mardi Susiki Nugroho ST MT dan Arief Kurniawan ST MT dari Departemen Teknik Komputer. Selama lebih dari tiga tahun, Ketut dan tim melakukan penelitian sampai akhirnya dihasilkan alat penghitung bakteri tuberkolosis yang diberi nama TB Analyzer: Smart System to Count Tubercolosis Bacterial on a Sputum Smear Automacally. Alat ini merupakan sistem terpadu antara aplikasi perangkat keras dan perangkat lunak untuk analisis citra mikroskopik.
Ia menjelaskan bagian perangkat kerasnya terdiri dari komputer jinjing yang terhubung ke mikroskop digital. Sementara bagian aplikasi mampu menginstruksikan untuk menggerakkan motor dan mendapatkan fokus pada bakteri agar mendapatkan puluhan gambar yang tidak tumpang tindih.
Lulusan University of Groningen ini menjelaskan cara kerja alat ini diawali dengan penderita melakukan X-Ray untuk menentukan apa pasien terjangkit TBC atau tidak. Ketika didiagnosis menderita TBC, dahak dari penderita diambil di atas preparat dahak, dikeringkan lalu dibakar. Tujuan pembakaran ini untuk melelehkan bakteri yang berbentuk batang dengan lapisan lilin.
Ketika pembakaran selesai, preparat diberi warna dengan menggunakan Ziehl Neelsen. Setelah itu, preparat didinginkan dan diletakkan kembali di atas mikroskop digital. Nantinya, bakteri akan secara otomatis muncul di layar komputer.
Ketua tim ini mengutarakan penting diketahui bahwa TB-Analyzer ini memiliki kemampuan yang akurat dan kuat dalam menghitung ratusan gambar bakteri serta mampu menghitungnya dalam berbagai macam skala gambar.
Akan tetapi, TB Analyzer yang dibuat ini masih dalam tahap penyempurnaan. “Kita masih akan menyempurnakan bagian mekaniknya terlebih dahulu. Setelahnya produk ini akan mulai dipasarkan dengan menggandeng rumah sakit milik pemerintah maupun swasta, klinik, serta laboratorium penelitian.”, tungkasnya. (AP02/gol)
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)
Kampus ITS, ITS News — Tim Spektronics dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali sukses mendulang juara 1 pada ajang
Kampus ITS, ITS News — Kurang meratanya sertifikasi halal pada bisnis makanan khususnya pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),