ITS News

Minggu, 06 Oktober 2024
23 Februari 2018, 09:02

Menjadi Desainer yang Memiliki Jati Diri

Oleh : gol | | Source : -


Gedung Riset Center ITS, ITS News – Mengangkat tema Developing the Different Potential as Pioneer of Creative Industry in Modern Era dalam Talkshow Spasial 2018 , Departemen Desain Interior Institut Teknologi Sepuluh Nopember mengundang Francis Surjaseputra, Ketua dari Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) tahun 2013-2015 serta founder dari Axon 90. Francis memaparkan materi seputar Keberadaan Desain Interior Pada Era Modern Saat Ini. Sabtu (17/2).

Perubahan zaman membuat semua bagian dari potongan-potongan desain berubah mengikuti dimana wadahnya bernaung. Seperti yang dirasakan oleh Francis, desainer ini mengaku cukup sulit memadukan antara desain modern dengan desain tradisional. “Saya harus memeras otak saya lebih keras hanya untuk memadukan rumah tradisional Joglo dengan desain interior yang modern dalam kurun watu tiga tahun,” kisahnya memulai talkshow.

Selain mengembangkan konsep desain interior yang modern, Francis juga mengembangkan konsep flower viewing atau dalam bahasa Jepang disebut Hanami. “Konsep ini terinspirasi dari bunga sakura, yang keindahannya hanya sekejab. Namun, dengan Hanami, keindahan bunga sakura tersebut akan bisa tergambar dalam pandangan kita pada sebuah ruangan secara terus-menerus,” jelas lelaki berkacamata itu.

Hal yang sangat disayangkan dalam desain saat ini ialah desain yang mulai kehilangan jati diri akibat globalisasi. Ketidakterbatasan jalur komunikasi visual melalui internet menjadikan desain di dunia ini hampir serupa walaupun dalam ruang yang berbeda. “Plagiasi sudah tak jarang menggerogoti pasaran desain di seluruh negara,” jelas desainer kontemporer tropis terbaik di dunia ini.

Francis memberikan tip untuk menjadi seorang desainer yang memiliki jati diri. Adalah dengan membuat desain yang mampu memecahkan masalah bukan sekadar estetika semata. “Desain itu juga harus berdampak terhadap sosial dan digali dari keaslian daerah sendiri. Contonhnya desain berdasarkan budaya asli daerah, atau bahkan berdasarkan perilaku,” terangnya.

“Indonesia mungkin sudah bisa mengeksplor sendir terhadap potensi desain yang dipunya agara tak terperdaya desain dari luar . Belum tentu desain dari luar jauh lebih baik ,” tutupnya. (li/jel)

Berita Terkait