Pengujian parameter kekuatan geser tanah di laboratorium saat ini masih sebatas uji pada tanah yang utuh atau belum rusak serta tidak melibatkan tekanan air yang bekerja secara independen. Melalui penelitian dalam disertasinya, Hutagamissufardal ST MT mencoba menjawab keterbatasan tersebut. Solusi dari hasil penelitiannya tersebut dipresentasikan dalam sidang doktor di Ruang Sidang Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Rabu (28/2).
Dalam sidang terbuka promosi doktor yang dipimpin oleh Prof Dr Ir I Gusti Putu Raka tersebut, promovendus yang akrab disapa Agam ini menjelaskan bahwa fenomena tanah longsor saat ini belum bisa diketahui secara pasti. Sehingga sebagian masyarakat menduga bahwa yang menjadi penyebab longsor adalah intensitas curah hujan yang tinggi.
Dipromotori oleh Prof Ir Noor Endah Mochtar MSc PhD dan Prof Ir Indra Surya B Mochtar MSc PhD, dosen Program Studi S-1 Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini berhasil menemukan jawaban atas kekeliruan persepsi masyarakat selama ini tentang penyebab kelongsoran tanah. Yakni dengan terciptakannya alat uji geser yang dimodifikasi, yang kemudian alat tersebut digunakan untuk menguji parameter kekuatan geser tanah.
Alat baru yang dibuat ini dapat digunakan untuk pengujian kekuatan geser tanah melalui pendekatan bidang retak yang menjalar. Pada bidang retak yang terbentuk tersebut dapat diisi oleh material lain dan menerima tekanan air secara independen.
“Berbeda dengan alat yang umum digunakan. Alat ini memiliki kelebihan yaitu dilengkapi dengan kotak geser yang tertutup sehingga dapat menerima tekanan air,” terang pria kelahiran Lumpatan, 12 Februari 1970 ini.
Penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2010 untuk disertasi berjudul Analisis Parameter Kekuatan Geser Tanah Berdasarkan Pendekatan Bidang Retak pada Peristiwa Kelongsoran Lereng ini, menghasilkan kesimpulan bahwa jika tanah retak diisi dengan material lain berupa pasir maka tanah tersebut akan berubah sifat menjadi behaving like sand (bersifat non kohesif).
“Penyebab utama penurunan kekuatan geser tanah (kohesi dan sudut gesek internal tanah, red) bukanlah tekanan air, melainkan keretakan pada tanah,” imbuh Agam yang ditemui usai sidang.
Pada akhir presentasinya, Agam berharap alat yang ia kembangkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan mampu memberikan informasi mengenai kondisi suatu tanah atau lempung dan dapat mengidentifikasi penyebab kelongsoran tanah. “Semoga dengan alat ini, kondisi tanah yang berpotensi longsor dapat diketahui dengan akurat, sehingga tindakan untuk menanggulanginya juga tepat dan tidak sia-sia,” harap Agam.
Berdasarkan pertimbangan dari pemaparan hasil penelitian Agam tersebut, keputusan Komisi Pertimbangan Fakultas yang dibacakan oleh pimpinan sidang menyatakan bahwa Agam berhasil lulus menyandang gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan.
Agam menargetkan alat yang ia modifikasi ini akan terdaftar untuk mendapatkan hak paten pada akhir tahun ini. Ia juga sangat merekomendasikan alatnya untuk digunakan, sekaligus untuk menggantikan peranan alat sebelumnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Prof Ir Indra Surya B Mochtar MSc PhD selaku co-promotor, yang memiliki harapan bahwa alat baru yang dikembangkan ini bisa segera dipatenkan. “Saya harap alat ini segera dipatenkan,” tegasnya. (rur/*)
Kampus ITS, Opini — 20 tahun telah berlalu sejak Tsunami Aceh 2004, tragedi yang meninggalkan luka mendalam sekaligus pelajaran
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) senantiasa menguatkan tekadnya untuk membentuk generasi muda yang prestatif
Kampus ITS, ITS News – Perayaan Natal merupakan momen istimewa bagi umat kristiani yang merayakan kelahiran Tuhan Yesus Kristus.
Kampus ITS, ITS News — Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menggelar pameran karya mahasiswa yang