ITS News

Minggu, 06 Oktober 2024
03 Oktober 2018, 16:10

Ini Pentingnya Berpikir Kreatif di Era Digital

Oleh : itsmis | | Source : -

Direktur Konsulat Jenderal Amerika Surabaya memberikan materi mengenai critical thinking

Kampus ITS, ITS News – Fenomena revolusi industri 4.0 yang kian gencar dibicarakan ditanggapi secara sigap oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui rangkaian acara Facing Industrial Revolution 4.0 Engineers (FIRE), termasuk workshop yang mengangkat topik 3D printing. Workshop yang dihelat pada pada Jumat (28/9) di Auditorium Sinarmas Departemen Teknik Industri ini mengajak peserta untuk kreatif dalam berfikir.

Direktur Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, Christian Natamado Simanullang didapuk sebagai salah satu pemateri dalam kelas ini. Pria yang akrab disapa Chris ini mengatakan, bahwa kebanyakan manusia seringkali melewati berbagai kegiatan begitu saja, tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan tersebut.

Menurutnya, setiap manusia seharusnya memikirkan dengan matang mengenai apapun yang ingin Ia lakukan, serta langkah strategis untuk mempersiapkannya. “Termasuk saat ini, saya sangat berharap kalian tahu betul mengenai tujuan kalian hadir di kelas ini,” tegasnya.

Terkait 3D printing, Chris mengaku tidak ada yang spesial dari teknologi terbaru itu. Baginya yang patut menjadi sorotan adalah karya-karya kreatif hasil 3D printing, yang dibuat oleh manusia melalui proses berpikir. “3D printer itu bukan hal keren, yang keren adalah bagaimana seorang kreator mengintepretasikan ide kreatifnya melalui 3D printing,” terangnya.

Sementara itu, salah satu cara untuk mengasah kreativitas adalah dengan membiasakan berfikir kritis. “Berfikir kritis artinya berani menantang batasan diri, sebab otak manusia memiliki kemampuan untuk berkembang di luar pengetahuan kita,” tutur Chris.

Ia melanjutkan, dalam mencari ide produk 3D printing, peserta harus mampu melihat kebutuhan masyarakat yang krusial. Ide-ide yang dimaksud oleh Chris adalah ide yang sederhana namun bermakna. “Contohnya saja cup holder bagi penderita tremor tangan yang didesain sedemikian rupa agar mengurangi guncangan untuk mencegah air di dalamnya tumpah,” terang pria berambut gondrong ini.

Pria berkacamata ini menekankan bahwa urgensi dari berpikir kritis dalam hal 3D printing adalah bagaimana mengubah pola pikir dari konsumen menjadi produsen. “Saya memiliki harapan besar bagi peserta ke depannya untuk tidak hanya bisa mengonsumsi, tetapi juga mampu menjadi kreator bermanfaat bagi masyarakat,” terangnya.

Menurut Chris, kelimpahan produk membuat manusia era modern malas untuk berkreasi untuk menemukan sesuatu yang baru. “Saat ini segalanya serba ada. Orang-orang tidak memiliki lagi semangat eksplorasi,” keluhnya.

Oleh karena itu, Ia berharap workshop 3D printing ini mampu membangkitkan semangat mahasiswa untuk menelisik kebutuhan yang ada, serta mencari solusi atas kebutuhan tersebut. (ion4/qi)

Berita Terkait