ITS News

Senin, 25 November 2024
12 Oktober 2018, 02:10

Kenali Karakteristik Tanah Surabaya, Minimalkan Dampak Gempa

Oleh : itsmis | | Source : -

Peta Geologi Surabaya (Dokumentasi Dr Ir Amien Widodo MSi)

Kampus ITS, ITS News – Menyusul adanya patahan yang berpotensi menimbulkan gempa di Kota Surabaya, serta berkaca dari bencana alam yang menimpa Lombok, Palu, Donggala dan yang terbaru di sekitar Situbondo, pakar geologi dari Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya lakukan penelitian terkait kondisi tanah kota pahlawan ini. Penelitian ini ditujukan sebagai sarana mitigasi agar bisa menekan kerugian baik materiil ataupun nonmateriil akibat gempa.

Beliau adalah Dr Ir Amien Widodo MSi, dosen Teknik Geofisika ITS. Ia menjelaskan, penelitian ini didasarkan pada penemuan adanya dua patahan aktif yang melewati Kota Surabaya yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) awal September tahun lalu.

Kedua patahan itu yakni patahan Surabaya dan patahan Waru. Patahan Surabaya meliputi kawasan Keputih hingga Cerme. Sedangkan patahan Waru yang lebih panjang lagi melewati Rungkut, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Saradan, bahkan sampai Cepu. “Dengan adanya data seperti ini, kita harus memetakan dampak akibat gempa yang dihasilkan,” ungkapnya.

Melanjutkan penjelasannya, Amien menyampaikan selain dipengaruhi kuat oleh struktur bangunan, kondisi tanah juga menjadi parameter untuk melihat efek yang ditimbulkan oleh gempa. Sebab, tanah memiliki karakteristik yang berbeda saat dikenai beban gempa tersebut. “Tanah memiliki karakter sendiri saat terkena gempa, mereka bisa saja mengalami likuifaksi ataupun amplifikasi,” paparnya.

Pria dengan bidang keahlian Geologi Bahaya itu menuturkan, likuifaksi merupakan peristiwa yang terjadi pada tanah yang memiliki lapisan pasir. Di dalam tanah tersebut terdapat air dalam kondisi jenuh yang kemudian akan mendorong ke atas dan mengakibatkan pasir dan air langsung keluar. “Air itu menjadi bertekanan saat terkena beban gempa,” ulasnya.

Lebih lanjut, Kepala Laboratorium Geofisika Teknik dan Lingkungan ini mengungkapkan, untuk kawasan Surabaya Timur dan Utara yang jenis tanahnya berupa endapan rawa lebih berpotensi untuk mengalami amplifikasi. Di mana amplifikasi tersebut merambat melalui tanah yang lunak dan menghasilkan amplitudo yang besar. Pembesaran ini yang nantinya akan memengaruhi energi dari gempa tersebut. “Dengan kata lain kekuatannya akan berlipat beberapa kali,” tandasnya.

Ditanya mengenai cara pencegahannya, Amien menyebutkan bahwa pemadatan tanah menjadi salah satu hal yang solutif untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan fondasi tiang pancang pada bangunan bertingkat juga bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dari amplifikasi. “Sebenarnya sudah banyak yang tahu kalau kualitas tanah di Surabaya kurang baik, hal itu terlihat dari tingginya pengurukan tanah sebelum membuat bangunan,” ungkap pria asal Yogyakarta tersebut.

Dalam penelitian yang masih berlanjut ini, ia menambahkan bahwa masih ada kemungkinan terjadinya likuifaksi di wilayah Surabaya. Hal ini karena selain endapan rawa juga terdapat tanah yang berjenis endapan pasir pantai. Namun, diakuinya, untuk rincian luas tanah yang terdampak masih belum bisa ditentukan karena penelitian tanah yang berlangsung sifatnya hanya memindai lapisan. “Kalau dilanjutkan dengan melakukan pengeboran bisa dilihat berapa luas tanah yang berpasir dan sebagainya,” pungkasnya. (hen/owi/HUMAS ITS)

Foto Dr Ir Amien Widodo MSi yang sedang meneliti terkait kondisi tanah Kota Surabaya

Berita Terkait