ITS News

Sabtu, 05 Oktober 2024
14 Oktober 2018, 16:10

Kebijakan Satu Peta, Solusi Masalah Sengketa Lahan

Oleh : itsmis | | Source : -

Ir Dodi Slamet Riyadi MSc membawakan materi bersama moderator

Kampus ITS, ITS News – Bagi negara berkembang seperti Indonesia, sengketa lahan adalah salah satu masalah sosial yang kerap terjadi. Merespon hal tersebut, Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota ITS (PWK ITS) menghelat kuliah tamu bertajuk Upaya Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Kawasan Hutan, Tata Ruang, Hak Pertanahan, dan Izin Usaha Pertambangan. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (9/10) di Departemen PWK ITS.

Adapun pemateri dalam kuliah tamu ini adalah Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Ekonomi Khusus Kementrian Koordinator Ekonomi Ir Dodi Slamet Riyadi MSc. Menurutnya, tumpang tindih peta adalah ketidakselarasan dua atau lebih peta pada wilayah yang sama.

Pria yang akrab disapa Dodi ini mengatakan, tumpang tindih peta seringkali menyebabkan sengketa tanah antara pemerintah, pengusaha, dan warga. Menurutnya, hal ini disebabkan karena tanah bersifat statis, sedangkan masyarakat bersifat dinamis.

Praktik tumpang tindih peta disebabkan karena instansi yang terlibat dalam penyusunan kebijakan tidak menggunakan peta yang sama. Dampaknya, terdapat beberapa kebijakan yang tidak selaras antara satu peta dengan peta yang lain. “Karena kita tidak pernah punya satu peta, mereka bekerja diatas peta masing-masing,” tuturnya.

Dodi mengaku, kebijakan Satu Peta adalah solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan ruang yang seringkali berbentur antara suatu instansi dengan instansi lain. Adapun tiga tahapan dalam menyusun kebijakan Satu Peta, yakni kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi. “Kompilasi adalah tahap pengumpulan data, integrasi adalah penyesuaian data terhadap peta-peta tematik dengan metode tertentu, sedangkan sinkronisasi merupakan upaya untuk menyelaraskan peta-peta tersebut,” terangnya.

Pria yang berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini menjelaskan, kebijakan Satu Peta sebenarnya telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2016. “Peraturan inilah yang mendasari terbentuknya berbagai kebijakan, termasuk sinkronisasi kebijakan dengan rencana tata ruang wilayah,” tegasnya.

Dodi menjelaskan, analisis yang digunakan dalam kebijakan Satu Peta adalah analisis pareto. Analisis pareto digunakan untuk mengetahui penyebab utama tumpang tindih dengan cara menganalisis tingkat kepentingan dari berbagai permasalahan.

Dodi berharap, kebijakan ini dapat terwujud di masa depan. “Semoga kedepannya perencanaan pembangunan akan berbasis pada satu peta yang benar, sehingga jumlah sengketa lahan dapat ditekan,” pungkas Dodi. (ion23/qi)

Ir Dodi Slamet Riyadi MSc membawakan materi bersama moderator

Berita Terkait