Mataram, ITS News – Sekolah Luar Biasa (SLB) A Yayasan Penyandang Tuna Netra (YPTN) Al-Mahsyar merupakan satu dari banyak sekolah yang menjadi target revitalisasi mesin braille oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Rektor ITS beserta jajarannya melakukan kunjungan terkait perkembangan revitalisasi mesin printer braille di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (3/11).
Dijelaskan Ahmad Fatoni S Adm, ketua yayasan, ada tiga buah mesin printer braille di Lombok. Rinciannya yakni dua di Kota Mataram dan satu di Praya. “Kami sangat ketergantungan dengan mesin-mesin itu. Sebabnya, dulu setiap ada masalah kita selalu kontak pihak ITS dan mereka selalu siap membantu,” ujarnya mengingat.
Ia menjelaskan, kecepatan mesin printer braille yang dulu 200 karakter per detik atau 600 halaman per jam, sekarang bisa berfungsi setara dengan mesin tipe 400 karakter per detik. “Jadi tidak hanya jadi berfungsi kembali, tapi fungsinya mengalami peningkatan,” ujarnya.
Kepada rekan-rekan media, Ahmad mengucapkan banyak terimakasih untuk ITS. Sebagai pekerja (guru, red) dan penggiat buku, ia mengaku begitu ketergantungan akan media baca siswa-siswinya. “Sejak 2000-an saya sudah berurusan dengan mesin brailer ini. Ilmunya baru saya pahami sejak ITS membantu, awalnya tidak tahu sama sekali, hanya bisa pakai tidak bisa memperbaiki,” bebernya.
Karena menyangkut ratusan ribu penyandang tunanetra, Ahmad menaruh harapan besar kepada ITS. “Jika ke depan ITS dapat memproduksi alat ini secara masal, akan sangat bermanfaat,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Dr Tri Arief Sardjono ST MT, Tim Braille ITS mengatakan, target revitalisasi pertama yakni memperbaiki mesin braille yang rusak sehingga dapat berfungsi kembali. Tahap selanjutnya, lanjut Arief, sapaannya, yakni meningkatkan sumber daya manusia yang di dalamnya adalah guru dan operator. “Jadi fokus kita tidak hanya pada mesinnya saja,” tutur dekan Fakultas Teknologi Elektro ITS ini.
Arief mengungkapkan bahwa awalnya tidak mudah untuk terjun dalam proyek yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ini. “Sebelum ke sekolah-sekolah, saya pernah bilang untuk lepas dulu baju dosennya. Tangannya juga harus siap kotor. Kita tidak hura-hura,” tegasnya.
Sebab, menurutnya, jika ada komponen original yang rusak, maka komponen tersebuti tidak langsung dibuang tapi coba diperbaiki. “Sehingga, jika terjadi kerusakan Sumber Daya Manusia (SDM) di sini (Lombok, red) bisa memperbaiki secara mandiri dengan komponen tadi dan cara-cara yang sudah diajarkan,” ucapnya.
Arief menjelaskan, dana untuk proyek ini lebih banyak diserap di bagian riset. Sebab setiap Tim Braille ITS membuat komponen hasilnya tidaklah selalu lancar. “Ada saja kendalanya, misalnya dari 2000 buah komponen yang dibuat hanya 200 yang berfungsi,” ungkap dosen Teknik Elektro ini.
Di akhir, Rektor ITS, Prof Ir Joni Hermana MSc ES PhD menyampaikan bahwa proyek revitalisasi ini akan terus berlanjut. Dimana ITS akan fokus pada masalah kecepatan, ketelitian, dan suku cadang. Contohnya, dulu butuh waktu lama sampai tiga hari untuk bisa memperbaiki satu buah mesin, sekarang hanya butuh dua sampai tiga jam saja. “Agar SLB lebih mandiri sehingga banyak siswa tunanetra yang terbantu,” harapnya. (owi)
Kampus ITS, ITS News — Beberapa tradisi budaya masyarakat Indonesia bisa terancam punah akibat adanya beban pembiayaan kegiatan yang lebih
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di