Kampus ITS, ITS News – Kebutuhan energi meningkat seiring meningkatnya jumlah populasi. Indonesia – Malaysia Research Consortium (IMRC) 2018 hasil kerja sama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan Universiti Teknologi Malaysia (UTM) mengundang pembicara inti. Adalah Prof Dr Arshad Bin Ahmad, Director Institute of Future Energy UTM yang memaparkan hasil risetnya terkait penggunaan hidrogen sebagai alternatif energi terbarukan, Rabu (21/11).
Arshad yang telah lama bergelut di dunia riset energi terbarukan ini melihat hidrogen sebagai sesuatu yang spesial. Ia memaparkan, jika dibandingkan 2000 dan 2016 ada peningkatan dalam jumlah kebutuhan energi di kawasan asia tenggara. “Indonesia yang tertinggi diikuti Thailand dan terjadi peningkatan sebanyak 40 persen yang didominasi oleh kebutuhan transportasi,” jelasnya.
Penggunaan bioenergi yang ramah lingkungan, sambungnya, sebenarnya meningkat dari sektor infrastruktur karena banyak yang menggunakan pendekatan arsitektur hijau. “Namun tetap saja itu masih belum mencukupi, karena penggunanya tidak banyak,” ucap dosen Teknik Kimia UTM ini.
Arshad memprediksi bahwa pada 2040 kebutuhan energi akan meningkat 60-70 persen. Akibatnya, dunia khususnya asia tenggara menjadi tidak seimbang antara ketersediaan dan kebutuhan energinya. “Jangan sampai kita menjadi pengimpor energi dari negara-negara lain,” serunya.
Oleh karenanya, ia mengusung ide penggunaan hidrogen sebagai alternatif energi terbarukan. Menurut Arshad, hidrogen memberikan solusi dari permasalahan keterbatasan energi yang ramah lingkungan. Hidrogen bisa digunakan sebagai sumber energi, penyimpanan energi, pembawa energi, hingga digunakan untuk keperluan infrastruktur.
Selain itu, seringkali dalam proses transmisi terjadi kehilangan energi sampai 30 persen. Namun, Arshad menuturkan, beda halnya ketika hidrogen dibakar maka yang dihasilkan adalah air. “Jadi tidak ada gas rumah kaca atau karbon yang dapat merusak lingkungan,” terangnya.
Di hadapan para peserta IMRC 2018, Arshad mengajak untuk mendahulukan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi batubara, minyak, gas dan lainnya. Kampanye seperti ini, sambungnya, sudah sangat umum di Eropa. Masing-masing rumah memiliki solar panel, jadi mereka tidak perlu membayar kebutuhan energi untuk aktivitasnya sehari-hari. “Malahan mereka dibayar sebagai net exporter walaupun tidak banyak,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan hal ini, dikatakan Arshad, dibutuhkan instruktur sesuai persyaratan energi terbarukan tersebut. Masalah yang muncul seperti akuisisi tanah, biaya kompensasi, harus bisa diatasi oleh pihak-pihak terkait. “Kita tidak bisa meningkatkan sumber energi yang sudah ada, tapi cobalah explore alternatif-alternatif lain. Optimasi dengan baik, jika berhasil, maka akan sangat bagus,” serunya. (owi)
Kampus ITS, ITS News – Tim MedPhy.Edu Laboratorium Fisika Medis dan Biofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan Fantom
Kampus ITS, Opini — Dengan kemajuan teknologi di era modern ini, media sosial kini telah menjadi bagian integral dalam kehidupan
Kampus ITS, Opini — 20 tahun telah berlalu sejak Tsunami Aceh 2004, tragedi yang meninggalkan luka mendalam sekaligus pelajaran
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) senantiasa menguatkan tekadnya untuk membentuk generasi muda yang prestatif